Bandung –
Raden Aang Kusmayatna Kusiyana Samba Kurnia Kusumadinata atau Kang Ibing dikenal Didalam dongeng-dongeng yang jenius, natural, dan tidak garing. Dongeng-dongeng Untuk bahasa Sunda yang diungkapkannya dipastikan dapat membuat pendengarnya tertawa terpingkal-pingkal.
Kang Ibing merupakan salah satu tokoh Sunda yang fenomenal. Dia dikenal sebagai penyiar dan pelawak yang cerdas. Selain bermain Sinema Didalam karakter Si Kabayan yang melekat kepadanya, Kang Ibing juga bekerja sebagai penyiar Radio Mara, Hingga Bandung.
Sebagaimana data detikJabar Di 2022, terungkap Hingga kalangan para penyiar Radio Mara lainnya, Kang Ibing dikenal sebagai sosok yang jenaka. Dia jenaka bukan hanya Lantaran Lagi siaran, Tetapi juga Untuk keseharian. Kang Ibing, pria kharismatik asal Sumedang kelahiran 20 Juni 1946 ini tak canggung Sebagai sekedar mengobrol bersama para rekan kerjanya yang lebih muda, meski ia terbilang penyiar senior Hingga radio tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga Di siaran Hingga Radio Mara itu, banyak sekali Kang Ibing mendongeng Untuk bahasa Sunda. Versi audio dongeng-dongeng itu dapat Didalam mudah ditemukan Hingga Duniamaya.
Untuk artikel ini, Sebagai merawat Bahasa Sunda dan dongeng-dongeng Kang Ibing yang jenaka Untuk versi aksara, dikutipkan tiga dongeng Hingga antaranya. Dongeng-dongeng ini memang lebih enak dipahami Untuk bahasa aslinya, tetapi tidak ada salahnya diupayakan Hingga bahasa Indonesia. Simak yuk!
3 Dongeng Kang Ibing
1. Maung jeung Peucang
Aya dongeng anak maung. Maung keur ulin jeung anakna. Aya peucang ngaliwat. Éta ceuk anak maung, “Ma itu hayang peucang Ma, téwak si peucang.”
(Ceuk indung maung) “Ah horéam cararapé”
“Ah tu Ma, hayang peucang!”
“Hah, budak téh. Geus cicing”
Dibeberik tah, da peucang lumpatna tarik. Beeet. Aya pager. Blus téh kana pager awi. Ari maung milu abus. Da peucang mah leutik, ari maung ngan sirahna hungkul nu asup.
Ugat-uget teu bisa bijil. Ari peucang jalu. Ceuk peucang téh, “Nah!” Nguriling jalan tukang. “Daa!”, diopi wéh.
Eta maung jeung éra, wirang. Bayangkeun wé digadabah ku peucang. Geus bérés peucang téh indit wéh. Maung barontak, leupas. Geus lesot balik.
(Ceuk anakna) “Mana Ma si Peucang téh?”
“Montong susa-sisi, Papih!”
Untuk Bahasa Indonesia:
Harimau dan Kancil
Ada dongen anak harimau. Induk harimau Lagi bermain Didalam anaknya. Ketika itu kancil melintas. Kata anak harimau kepada ibunya, “Ma, aku mau kancil, Tangkapkan aku kancil.”
Si ibu harimau Lagi malas, tapi anak harimau terus merajuk.
“Ayo dong Ma, aku ingin kancil!”
“Huh, dasar anak-anak! Diamlah tunggu!”
Harimau itu lantas mengejar kancil. Dikejar sekuat tenaga. Tapi si Kancil masuk Hingga pagar bambu. Kancil yang kecil bisa lolos Didalam pagar, tapi harimau yang mengejar hanya masuk Dibagian kepalanya saja. Harimau itu terperangkap.
Bergerak-gerak, tak bisa lepas. Kancil yang jantan memanfaatkan kesempatan itu. Dia memutar dan kini ada Hingga Di harimau betina itu. “Naah, kesempatan,” kata Kancil. Harimau itu pun “dimakan” olehnya. Harimau betina itu merasa sangat malu.
Usai lepas Didalam pagar, harimau itu kembali Hingga sarangnya. Anaknya bertanya, Hingga mana Si Kancil yang dia inginkan itu. Tapi ibunya malah marah, katanya jangan berkata ‘Si’ kepada Kancil.
“Panggil dia Papi!”
2. Tukang Kupat Tahu Megat Kareta
Tukang kupat tahu sisi rel keur ngumbah Piring. Air lawonna (nu dipake lap warna) beureum. Bérés ngumbah dikebut-kebut. Kareta api ngaliwat. Reuwas éta masinis. Sugan téh aya tanda bahaya, dierém.
Begitu eureun, nolol (masinis téh bari terus nanya).
“Aya naon Mang?”
“Teu aya nanaon, kantun bumbuna hungkul.”
Untuk Bahasa Indonesia:
Penjual Kupat Tahu
Penjual kupat tahu (lontong) berdagang Hingga pinggir rel kereta api. Dia Lagi mencuci Piring Lalu melap Piring-Piring itu Didalam kain serbet warna merah. Selesai mencuci, ada kereta Didalam kejauhan Berencana melintas. Penjual kupat itu asyik saja mengibas-kibaskan kain merah, maksudnya Sebagai menghilangkan sisa kotoran yang menempel.
Masini yang melihat itu kaget. Dia pikir tanda bahaya. Kereta yang melaju Lalu direm sekaligus. Suara berderit tak terelakkan. Begitu kereta berhenti, masinis menjulurkan kepalanya, bertanya ada tanda bahaya apa.
“Ada apa, Mang?”
“Tidak ada apa-apa, tinggal bumbunya saja,” jawab penjual kupat.
3. Dongeng Abu Nawas
Nya mending jiga Si Abu Nawas nya, kaditu kadieu mamawa panto Kendaraan Pribadi. Ku batur diseungseurikeun, Ari maneh jiga nu lieur kaditu-kadieu mamawa panto Kendaraan Pribadi.
“Da sia anu teu ngarti mah, aing mah mamawa panto Kendaraan Pribadi ngahaja. Lamun hareudang buka kacana. tiris tutup. Kaharti?” bari ngagidig.
Untuk Bahasa Indonesia:
Dongeng Abu Nawas
Ya mending seperti Abu Nawas. Kesana-kemari membawa pintu Kendaraan Pribadi. Orang lain yang melihatnya menertawakan. Katanya, mengapa Abu Nawas seperti orang linglung membawa pintu Kendaraan Pribadi kesana-kemari.
Abu Nawas menjawab Didalam nada yang Self-Esteem, bahwa yang bertanya justru orang tidak mengerti.
“Kamu yang tidak mengerti. Saya bawa-bawa pintu Kendaraan Pribadi sengaja. Kalau gerah, tinggal buka kacanya. Kalau dingin, tutup kembali. Ngerti?” sambil beranjak pergi.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: 3 Dongeng Lucu Kang Ibing yang Bikin Ngakak