Bandung –
Untuk novel ‘Baruang Ka Nu Ngarora” tulisan D.K. Ardiwinata (terbit pertama 1914), dikisahkan tokoh utama Nyi Rapiah mengucapkan jampé-jampé atau jampi agar suaminya, Ujang Kusen reda amarahnya.
Waktu itu, kejadiannya, Ujang Kusen pergi bekerja Sambil Nyi Rapiah tinggal Di Rumah. Tetapi, ketika Ujang Kusen pulang ada keluarganya yang laporan bahwa Nyi Rapiah keluar Untuk Rumah dan pulang kembali sore Bersama kain kebaya yang diikatkan Di pinggang, supaya tidak ketahuan habis bepergian.
Mendengar itu, Ujang Kusen marah. Diduga, Nyi Rapiah keluar Rumah Sebagai berjumpa Bersama lelaki lain, namanya Aom Kusman. Ujang Kusen dan Nyi Rapiah terlibat pertengkaran. Mereka Lalu saling diam Untuk waktu yang lama.
Kocap tercerita, Sebagai membuat hati Ujang Kusen luluh, Nyi Rapiah duduk lalu membacakan jampé Si Pulet-Puket dan Aji Sabda Kahémengan. Ajaib, Ujang Kusen yang Sebelumnya Itu marah dan penuh rasa curiga kepada Nyi Rapiah, lambat laun melupakan kejadian yang membuatnya marah itu. Ujang Kusen kembali berhasrat kepada Nyi Rapiah.
Potret Kepercayaan Kelompok Sunda
Peristiwa Di Untuk novel itu merupakan cerminan bahwa Untuk pranata sosial Kelompok Sunda, ada kepercayaan Pada hal magis Melewati jampé-jampé.
Kepercayaan itu masih berkembang, Justru ketika Kelompok Sunda mulai mengenal modernitas Bersama adanya mesin cetak dan persentuhan sejumlah intelektualnya Bersama Kearifan Lokal Dunia barat yang cenderung mengandalkan logika.
Idat Abdulwahid, dkk. Untuk Bacaan berjudul ‘Pranata Sosial Untuk Kelompok Sunda’ terbitan Pusat Bahasa Depdiknas RI (2003) menjelaskan bahwa apa yang tergambar Untuk karya sastra, merupakan cermin bahwa Kemakmuran sosial yang sebenarnya juga demikian.
Bacaan itu membandingkan sejumlah karya sastra seperti Lutung Kasarung (versi C.M. Pleyte dan F.S. Eringa), Pangeran Kornel dan Mantri Jero karya Memed S, dan Baruang Ka Nu Ngarora karya D.K. Ardiwinata.
Untuk karya-karya itu, tergambar bagaimana sistem kepercayaan Kelompok Sunda. Kepercayaan adalah sistem religi, dan Untuk penggunaan jampé-jampé Kelompok Sunda percaya kepada hal magis.
“Kepercayaan kepada Tuhan memang merupakan pokok Untuk sistem kepercayaan. Akansegera tetapi, Untuk karya-karya sastra yang dijadikan objek Eksperimen, selain kepercayaan kepada Tuhan, terdapat pula kepercayaan lainnya, yakni kepercayaan Ke tabir mimpi, magis, tanda-tanda alam, mitos, dan tabu.” tulis Idat Abdulwahid, dkk.
Fungsi Jampe
Untuk Kelompok Baduy Di Banten, jampé-jampé adalah ucapan yang Masuk Untuk gerak-gerik orang per orang Untuk kehidupan sehari-hari.
Bersama ini, jampé atau jampi, bukan hanya diucapkan Ke Kegiatan-cara tertentu, seperti ritual menanam padi huma dan memanennya.
Jampé dibacakan sesuai Bersama tujuannya. Jika tujuan manusia banyak, maka boleh disimpulkan fungsi jampé juga sangat banyak. Tetapi, boleh ditarik garis umum, bahwa jampe punya fungsi sebagai berikut: Sebagai kesuburan tanaman, Sebagai kesembuhan Untuk Gangguan, Sebagai menolak Gangguan atau kesialan, dan Sebagai Menarik Perhatian jodoh.
Dr. Sholahuddin Al Ayubi, MA dan Dr. Mohamad Hudaeri, M.Ag Untuk Bacaan berjudul ‘Jampe-Jampe Orang Baduy, Studi Kedudukan dan Fungsi Jampe-Jampe Mantra Untuk Kehidupan Kelompok Baduy’ (2020) menjelaskan jampé itu tidak semuanya bertuah.
Berhasil atau tidaknya sebuah jampe tergantung kepada siapa yang mengucapkannya. Tingkat kesucian seseorang Akansegera berpengaruh kepada Sukses jampé.
“Tetapi tidak semua bacaan jampe-jampe itu mujarab atau berhasil, terkadang pembacaan jampe-jampe juga bisa gagal. Mereka menuturkan bahwasannya mujarabnya pembacaan jampe-jampe itu tergantung Ke orang yang membacanya, Lebihterus suci seseorang yang membaca jampe-jampe maka Lebihterus besar juga kesempatan Sebagai mujarabnya.” tulis Bacaan itu.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Jampe Untuk Kehidupan Kelompok Sunda