Denpasar –
Hari Raya Pagerwesi merupakan hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Rabu Kliwon Sinta atau empat hari Sesudah Hari Raya Saraswati. Tahun ini, umat Hindu kembali merayakan Pagerwesi Di 12 Februari 2025 dan 10 September 2025.
Perayaan Pagerwesi bertujuan Sebagai memuliakan Sang Hyang Pramesti Guru atau manifestasi Tuhan sebagai guru alam semesta. Sang Hyang Pramesti Guru adalah nama lain Untuk Dewa Siwa sebagai dewa pelebur segala hal yang buruk.
Pagerwesi berasal Untuk dua kata, yakni ‘pager/pagar’ yang berarti kokoh dan ‘wesi/besi’ yang berarti kuat. Karena Itu, Pagerwesi dimaknai sebagai hari Sebagai memagari diri yang Untuk bahasa Bali disebut ‘magehang awak’. Magehang awak Untuk pengertian ini adalah memagari diri Untuk hal-hal negatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umat Hindu Di Bali juga memuja catur guru Pada Pagerwesi, yaitu Guru Rupaka (orangtua), Guru Pengajian (guru Di sekolah), Guru Wisesa (pemerintah), dan Guru Swadyaya (Ida Sang Hyang Widhi). Seperti Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi atau hari raya Sebagai semua umat Hindu, baik pendeta maupun Komunitas biasa.
Lontar Sundarigama menyebutkan; “Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.“
Artinya:
“Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi Dari Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) Sebagai Membuat segala yang lahir dan segala yang tumbuh Di seluruh dunia,”
Perayaan Pagerwesi lebih menitikberatkan Di peran para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Meski begitu, umat Hindu Di Umumnya wajib ikut merayakannya sesuai Bersama kemampuan masing-masing. Hal ini juga tertuang Untuk lontar Sundarigama yang menyebutkan:
“Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi Peregangan samadhi ana labaan ring Sang Panca 0Maha Bhuta, sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah.“
Artinya:
“Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Ditengah malam melakukan Peregangan samadhi, ada labaan (persembahan) Sebagai Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat Untuk nasi) lima warna menurut uripnya dan disampaikan Di halaman sanggah (tempat persembahyangan).”
Karena Itu, hakikat pelaksanaan upacara Pegerwesi lebih menekankan pemujaan Dari para pendeta Bersama melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Di Itu, umat Hindu dianjurkan Sebagai melakukan Bermeditasi (Peregangan dan samadhi) Pada Ditengah malam.
Adapun banten yang paling utama digunakan Pada Pagerwesi, yakni Sesayut Panca Lingga Sebagai upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip Bagi umat Hindu lainnya. Berikutnya, ada pula daksina, suci praspenyeneng, dan banten penek, sesayut pagehurip, prayascita, dan dapetan.
(iws/iws)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Dewa yang Dipuja, Makna, Upakara yang Digunakan