Asal Usul Tolak Bala Ke Rabu Wekasan, Rabu Terakhir Hingga Bulan Safar


Bandung

Hingga Nusantara, ada kepercayaan bahwa bulan Safar adalah bulan yang kurang baik, Agar perkawinan tidak dilangsungkan Ke bulan ini. Lebih jauh lagi, Ke penghujung bulan ada bala (Gangguan) dan kesialan yang diturunkan Hingga dunia.

Gangguan yang jumlahnya ratusan ribu itu diturunkan Hingga dunia Ke Rabu terakhir Ke bulan Safar. Di bahasa Jawa, terakhir disebut wekasan. Maka jadilah nama Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan. Hingga Sunda, Rabu Wekasan disebut Rebo Kasan.

Ke Rabu Wekasan atau Rebo Kasan, sebagian besar orang Islam Hingga Nusantara, terutama Hingga Pulau Jawa dan Madura, sering Mengadakan ritual tolak bala, menolak Gangguan yang diturunkan Ke malam tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ritualnya biasanya Bersama melaksanakan shalat sunnah mutlaq (yang Ke momen ini disebut shalat tolak bala), membaca surah Yasin, dan melafalkan doa Rebo Kasan.

Rasulullah SAW, Di sabdanya menegaskan bahwa tidak ada kesialan Hingga bulan Safar. Itu artinya, Bersama awal bulan hingga akhir, tidak ada mudharatnya. Bulan Safar sama netralnya Bersama bulan-bulan lainnya Di kalender hijriah. Termasuk tidak ada informasi Bersama Rasulullah SAW mengenai Gangguan yang diturunkan Hingga bumi Ke Rabu penghujung bulan Safar ini.

Lantas, Bersama mana asal usul ritual Rabu Wekasan atau Rebo Kasan yang biasa dilakukan sebagian besar umat Islam Hingga Indonesia Bagi menolak bala?

Telusur punya telusur, asal usul ritual ini merujuk Ke tulisan ulama keturunan ulama Nusantara yang lahir Hingga Makkah Al-Mukarromah, yakni Kiai Haji Abdul Ḥamid ibnu Muḥammad ‘Ali Quddus ibnu Abdul Qadir Al-Khaṭib ibnu Abdullah ibnu Mujir Quddus. Quddus adalah nama Kota Kudus.

Selintas KH. Abdul Hamid

KH. Abdul Hamid Kudus adalah ulama Nusantara yang lahir Hingga Makkah. Sosok ini Ke Di menuntut ilmu Hingga jazirah Arab, sezaman Bersama ulama nusantara lainnya, Hingga antaranya Hadratusyeikh Hasyim Asy’ari, ulama utama pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Umma Farida, Di studi berjudul Rebo Wekasan menurut Perspektif KH. Abdul Hamid Di Kanz Al-Najah wa Al-Surur, diterbitkan Di Jurnal Theologia, Desember 2019 menyebutkan bahwa KH. Abdul Hamid Kudus lahir Ke tahun 1277/1278 H (1860/1861 M) Hingga Makkah, ada pula yang menyebutkan Hingga Hadramaut, dan pernah singgah Hingga kota Semarang dan Kudus.

Kudus sendiri merupakan kota kelahiran ayahnya, yaitu KH. Muḥammad ‘Ali Quddus.

“Pembelajaran dasar pertama diterima Abdul Hamid Bersama ayahnya sendiri, seperti menghafal al-Qur’an, belajar tauhid, fiqh, nahwu, dan logika (Manṭiq). Lalu ia melanjutkan belajar Hingga Masjid al-Haram.”

“Hingga Ditengah para ulama Nusantara yang bersama-sama menimba ilmu Hingga Masjid al Haram adalah: Jami’ ibn Abd al-Rāshid al-Bugisi (1255-1361), Aḥmad al Marzuqi ibn Ḥamīd al-Sawahani (1268-1355), Ja’far ibn Muḥammad ibn Ja’far al-Haddad Kalianget (1279-1358), ‘Abdullāh ibn Azhāri al-Falimbani (1279-1357), Muḥsin ibn Muḥammad al-Sirami al-Bantani (1277-1359), Hāshim Ash’ari al-Jombangi (1282-1366), dan Aḥmad al Marzūqi ibn Aḥmad Mirsad al-Betawi (1293- 1353).” tulis Umma.

KH. Abdul Hamid disebut-sebut sosok ulama produktif Di menulis sejumlah kitab dan dikenal sebagai yang berhati-hati Di mempelajari hadis, terutama sosok itu paling takut kepada ancaman kebohongan atas nama nabi Muhammad SAW.

Informasi 320.000 Gangguan Ke Rabu Wekasan

Ulama prolifik ini telah menulis banyak kitab tentang media pembelajaran lintas ilmu, tentang sastra berupa kitab balaghah dan ‘arud, tentang ushul fiqh, tentang tauhid, dan banyak lagi, termasuk tentang doa-doa sehari-hari Di setahun penuh.

Kitab doa-doa itu berjudul Kanz al-Najāḥ wa al-Surūr fī al-Ad’iyyah al Ma’thurah allatī Tashrah al- Ṣudūr (terbit Ke 1330 H). Kitab itu jika Hingga-Indonesiakan menjadi “Keberuntungan dan kegembiraan yang tersimpan Di doa-doa yang melapangkan dada”.

Hingga Di kitab itu, sebagaimana dijelaskan Umma Farida, bahwa ada informasi mengenai diturunkannya 320.000 bala atau Gangguan Ke hari Rabu terakhir bulan Safar.

“KH. Abdul Hamid menuturkan bahwa Allah menurunkan 320 ribu bencana Ke Rabu terakhir bulan Ṣafar, Agar hari Rabu tersebut menjadi hari tersulit Di setahun, Agar disarankan Bagi melakukan ritual tertentu/amalan dan memperbanyak doa Ke hari tersebut.” tulis Umma.

Ulama ini juga menuliskan doa yang cocok Bagi dibaca Ke Rabu Wekasan tersebut. Doa yang KH. Abdul Hamid nukil Bersama tulisan orang shalih yang namanya tidak disebutkan Bersama jelas.

Ritual Tolak Bala Ke Rabu Wekasan

Ritual, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tingkah laku atau perbuatan yang terikat Ke aturan-aturan tertentu menurut adat dan agama.

Di Situasi Ini, ritual tolak bala Rabu Wekasan adalah kebiasaan yang dilakukan Bagi menolak Gangguan yang dilakukan Ke hari Rabu terakhir Hingga bulan Safar. Umat Islam yang melakukan ini tentu mendasarkannya Ke ajaran-ajaran agama.

Hingga Ditengah ritual tolak bala Ke Rabu Wekasan adalah hal-hal yang disarankan Dari KH Abdul Hamid, ulama yang meninggal dunia Hingga Makkah Ke tahun 1915 M/ 1334 H, dan dimakamkan Hingga Ma’la ini.

1. Memanjatkan Doa

Ada banyak doa yang biasa dipanjatkan Di ritual menolak bala Ke Rabu Wekasan ini. Akan Tetapi, Hingga Ditengah doa-doa itu, ada doa yang khusus dinukilkan Dari KH Abdul Hamid Hingga Di kitab Kanz al-Najāḥ wa al-Surūr fī al-Ad’iyyah al Ma’thurah allatī Tashrah al- Ṣudūr. Isi doa itu adalah puja-puji kepada Allah SWT Bersama mengucapkan sejumlah Asmaul Husna, dan meminta perlindungan kepada-Nya Bersama berbagai kesusahan.

2. Shalat Sunnah Mutlak

KH Abdul Hamid menyarankan agar dilakukan shalat sunnah mutlak. Shalat sunnah mutlak adalah sunnah yang netral, yang tidak dibatasi waktu, sebab, dan jumlah rakaatnya.

Di sarannya, KH Abdul Hamid menyebutkan sebaiknya dilakukan shalat sunnah mutlak 4 rakaat, Bersama bacaan Ke setiap rakaat Sesudah Al-Fatihah, yaitu Surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlaṣ 5 kali, Al-Falaq 1 kali, dan Al-Nas 1 kali. Akan Tetapi, Hingga Nusantara, shalat sunnah mutlak ini disebut Sholat Tolak Bala.

3. Membaca Yasin

Surah Yasin Hingga Di Al-Quran adalah surat yang dianjurkan Dari KH Abdul Hamid Bagi dibaca Ke Rabu Wekasan. Ada kekhususan ayat yang Lalu dibaca sebagai wirid.

Yakni, ketika bacaan surah Yasin sampai Ke kalimat “Salaamun qoulan in rabb al-rahiim”, frasa Ke ayat tersebut dibaca sebagai wirid ratusan kali.

“Selain menunaikan shalat dan membaca doa, KH. Abdul Hamid Kudus juga Berkata anjuran membaca Surat Yasin Ke hari Rebo Wekasan tersebut, dan ketika sampai Ke ayat Salāmun qaulan min rabb al-raḥīm, maka ayat ini diulang pembacaannya sebanyak 313 kali,” tulis Umma Farida.

Kebijaksaanaan Di Ritual Tolak Bala Rabu Wekasan

KH Abdul Hamid, seorang ulama yang tinggi ilmunya dan waspada, tentu mengetahui bahwa informasi (hadis) yang dirujuk Di hal Rabu Wekasan ini lemah adanya. Karenanya, dia menjelaskan keterangan pembanding bahwa Rasulullah SAW telah menegaskan tidak ada kesialan Hingga bulan Safar.

Tetapi, adat sudah menyebar. Sebagian orang sudah kadung meyakini bahwa Di bulan Safar ada kesialan. Sebab, jauh Sebelumnya orang Jawa ,Sunda, dan Madura mengenal bulan Safar dan kesialannya, orang Arab jahiliyah sudah mengenal kesialan Ke bulan itu.

Maka, KH Abdul Hamid yang bijaksana Menyediakan dua pilihan. Jika pembaca kitabnya adalah orang yang percaya ada kesialan, silakan membentengi diri Bersama ritual yang disarankan. Jika pembaca adalah orang tidak percaya, tidak perlu.

(tya/tey)

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Asal Usul Tolak Bala Ke Rabu Wekasan, Rabu Terakhir Hingga Bulan Safar