Bandung –
Salah satu diskursus yang banyak diperbincangkan Hingga dunia kreatif Pada ini adalah soal Ai (AI) yang digadang-gadang dapat mulai menggantikan peran seniman Di menghasilkan karya Karyaseni. Mulai Di lukisan, foto dan puisi bisa dibuat Dari siapa saja bermodalkan prompt, hingga pembuatan video-video pendek Dari AI yang Lebih menyerupai gambar aslinya.
Tak terkecuali Hingga dunia Layar Lebar, Hingga mana sejumlah tools AI mulai diadaptasi Di produksi beberapa Layar Lebar Hingga pasaran. Profesor Deakin University Australia sekaligus Direktur Deakin Motion Lab Victoria Duckett mengatakan, Pada ini ada sejumlah Layar Lebar yang sudah mengintegrasikan AI Di produksinya.
“Salah satunya yang paling sering disebut adlah The Mandalorian, Sebab Bisa Jadi banyak yang menonton juga dan sudah dibuat beberapa tahun lalu,” ungkap Victoria Hingga Bandung, Rabu (11/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun penggunaan AI Di Layar Lebar The Mandalorian Hingga antaranya Memusatkan Perhatian Ke efek visual dan kloning suara. Alat berbasis AI seperti Respeecher telah digunakan Untuk mensintesis suara Luke Skywalker versi muda.
Tetapi, Victoria mengatakan, ia sendiri belum pernah menemukan sebuah Layar Lebar monumental yang seluruh proses produksinya dibuat Dari AI. Ia yang telah lama berkecimpung Hingga dunia Keahlian perfilman menyebutkan bahwa beberapa Layar Lebar eksperimental yang dibuat Dari AI Sampai Sekarang Memperoleh respon buruk Di khalayak. Salah satunya seperti Layar Lebar Where The Robots Grow (2024), yang Memperoleh rating 2,6 Di 10 Skor Hingga IMDb.
“Layar Lebar itu seluruh prosesnya dibuat Dari AI, dan saya pikir ini Menarik Perhatian Sebab tidak ada campur tangan manusia Hingga dalamnya. Tapi ternyata banyak sekali yang menggap narasinya buruk, visualnya juga buruk. Di awal saya sudah menduga bahwa Layar Lebar yang dibuat sepenuhnya Dari AI seperti ini Akansegera bermasalah,” paparnya.
Dari karenanya, ia mengatakan, Pada ini peran manusia masih sangat dibutuhkan Untuk membuat karya Karyaseni, terutama Hingga dunia perfilman. Eksperimen pembuatan karya Layar Lebar yang sepenuhnya dilakukan Dari AI belum berbuah hasil memuaskan.
Meski demikian, ia memaparkan, AI dan VR (Realitas Virtual) Pada ini sudah banyak dimanfaatkan Dari para sineas Untuk membantu proses produksi Layar Lebar. Termasuk juga Di proses pembuatan video-video yang membutuhkan storytelling seperti iklan.
“Pada ini Keahlian tersebut sudah banyak digunakan Hingga Layar Lebar, tapi lebih seperti alat bantu. Malahan Hingga iklan pun, kita pakai AI Untuk meyajikan produk atau cerita secara visual. Hasilnya menurut saya bagus, tapi sifatnya tetap melengkapi. Belum ada Layar Lebar ataupun iklan yang benar-benar bagus yang seluruhnya dikendalikan AI,” terangnya.
Sebagai profesor yang banyak bereksperimen Bersama AI dan VR, ia mengatakan, kedua Keahlian tersebut Pada ini bisa dimanfaatkan Untuk membentuk produk-produk storytelling yang Terbaru dan Menarik Perhatian Untuk berbagai proyek. Hingga Deakin Motion Lab, ia mencontohkan, pihaknya justru bereksperimen Bersama mengintegrasikan gerak manusia Hingga dunia nyata Untuk dikembangkan menjadi visual Hingga layar.
Supaya, peran manusia justru dibutuhkan utuk Menampilkan visual yang unik Bersama Dukungan AI. Hingga industri Layar Lebar pun, ia memaparkan, para sineas yang menggunakan Dukungan AI pun tetap mengandalkan proses berpikir kreatif mereka Untuk menghasilkan cerita yang Menarik Perhatian.
“Kami sudah membangun sistem Hingga mana kita bisa Menyita gerakan tubuh manusia lalu memasukkannya Hingga Unreal Engine sebagai avatar manusia. Tapi, ya, itu Karena Itu unik, ada manusia yang menggerakkan avatar yang dihasilkan AI,” ungkapnya.
“Banyak pembuat Layar Lebar yang menggunakan AI Untuk membantu menciptakan latar, atau membantu mereka Di menulis dialog, tapi AI bukan satu-satunya alat. Mereka tetap menggunakan intuisi dan perhatian kritis mereka,” lanjutnya.
Dari karenanya, ia mengatakan AI belum Akansegera menggantikan peran seniman Di waktu Didekat. Keterlibatan manusia Di menciptakan karya Karyaseni yang memikat masih sangat dibutuhkan Hingga berbagai bidang Karyaseni, terutama perfilman.
“Perkembangan Keahlian memang cepat. Tapi Pada ini, menurut saya, kita masih sangat membutuhkan keterlibatan manusia. Karena Itu saya tidak merasa ada urgensi besar Untuk khawatir sekarang,” ujarnya.
Kendati, ia memaparkan, hal yang berbeda tidak menutup kemungkinan bisa terjadi Di beberapa dekade Hingga Di. AI bisa Karena Itu berkembang sangat pesat, dan hal ini masih menjadi pertanyaan besar Untuk banyak orang.
“Tapi saya juga penasaran, 20 tahun Di sekarang, apakah orang-orang sudah tidak sadar lagi mereka Lagi menggunakan AI? Mereka Bisa Jadi sudah tidak Memiliki pengetahuan bersama seperti kita, tentang rasanya menonton Layar Lebar Hingga bioskop misalnya. Ini pertanyaan besar,” pungkasnya.
(yum/yum)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Bantu Kreator atau Ancaman Untuk Sineas?