Bandung –
Untuk kesusastraan Sunda dikenal cerita tentang seorang gadis Bersama Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Namanya, Apun Gencay.
Cerita tentang gadis ini tersohor sebagai kulminasi pemberontakan rakyat Di Bupati Cianjur, Aria Wiratanu Datar IV atau yang dikenal sebagai Dalem Dicondre.
Gelar itu disematkan kepadanya Lantaran mitra dagang VOC tersebut tewas akibat turihan (sabetan) condre, senjata tajam khas Sunda.
Kisah Apun Gencay telah banyak dipentaskan baik Untuk bentuk monolog maupun drama. Ke Cianjur, Malahan cerita ini dikisahkan turun temurun. Tetapi, adakah cerita utuh tentangnya?
Reproduksi cerita Apun Gencay Untuk berbagai bentuk pementasan boleh Karena Itu bersumber Bersama cerita pendek yang ditulis sastrawan Yus Rusyana.
Guru besar sastra Ke IKIP Bandung (UPI) dan Unpad itu menulis cerpen monologis berjudul Apun Gencay Ke tahun 1973. Sesudah Itu, cerpen ini Ke 2010 dibukukan Di Untuk kumpulan cerpen berjudul Jajatén Ninggang Papastén, terbitan Kiblat Literatur Utama.
Sinopsis Cerita Apun Gencay
Untuk cerita gubahan Yus Rusyana, Apun Gencay adalah anak somah atau Kelompok biasa yang tinggal Ke Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Meski Bersama keluarga biasa, parasnya sangat cantik, badannya terawat, sampulur, rambutnya panjang hitam mengilat.
Keelokan Apun Gencay memikat Bupati Cianjur, Aria Wiratanu Datar IV yang Untuk cerita pendek itu disebut Kanjeng Dalem. Bupati ingin Apun Gencay menjadi selirnya dan tinggal Ke Cianjur.
Maka, Apun Gencay dibawa Bersama para pegawai kerajaan Bersama menggunakan tandu, Untuk segera tiba Ke Kabupatian dan melangsungkan perkawinan sebagai selir. Kanjeng Dalem sendiri sejatinya sudah punya istri, namanya Raden Ayu Bersama Batuwangi, Sukapura.
Yang menjadi konflik Untuk cerita ini adalah Apun Gencay yang Dari awal sudah punya ikatan cinta Bersama seorang pemuda Bersama Cipamingkis (Mungkin Saja Daerah perbatasan Cianjur-Bogor Di Jonggol?), tiba-tiba harus menikah Bersama bupati.
Pernikahan Bersama bupati itu memang tidak bisa ditolaknya. Menolak atau Merasakan, Untuk Apun Gencay tidak ada pilihan. Dia bisa saja kabur Bersama rumahnya dan menyusul Di Cipamingkis, Tetapi bahaya Akansegera mengancam kedua orang tuanya Ke Cikembar. Maka, dia terima saja menjadi selir bupati.
Pemuda Cipamingkis itu berjanji Akansegera mendatangi Apun Gencay Sesudah panen huma. Akansegera ada pesta besar pernikahan Di keduanya. Tetapi, jelas, cita-cita itu gagal. Apun tidak pernah lagi bertemu Bersama pemuda itu Untuk dunia nyata, Tetapi ‘berjumpa’ Ke maqom yang sama Untuk dunia tirakat.
Bupati sendiri kepada Apun Gencay cintanya luar biasa. Sebagai gadis kampung, Apun diberi Belajar tata dan krama menjadi anggota keluarga Kabupatian Bersama seorang perempuan yang statusnya sebagai Indung Rompes. Apun pun cepat mengerti dan bisa bertindak Bersama tata krama khas ménak.
Kanjeng Dalem dan Apun Gencay saling mencintai, meski Apun sendiri masih ingat pemuda Cipamingkis yang dia ‘khianati’ janjinya.
Tafakur Kemanusiaan Ala Gadis Cikembar
Sebagai orang kampung dan merasakan keadaan Ke kampung serta mengenal orang-orang kampung yang selalu merasa inferior, terhina, kadang tertindas, Apun Gencay tidak bisa lepas Bersama perasaannya sendiri sebagai orang kampung. Meski kini, Apun telah hidup Ke Kabupatian.
Dia merasakan Untuk-Untuk sebuah pertanyaan, apa bedanya orang-orang Ke kampung Bersama orang-orang Ke Kabupatian. Mengapa ada perbedaan derajat, mengapa satu pihak unggul dan pihak lain tersisih? Inilah tafakur kemanusiaan ala gadis Cikembar.
Perasaan itu Lebih menemukan pancarannya ketika Apun Gencay dan Kanjeng Dalem bercinta. Ke atas ranjang, dia tidak menemukan Kanjeng Dalem, yang dia temukan adalah dua orang yang sederajat dan sama-sama saling membutuhkan.
Menemukan Rasa yang Sama
Seusai diminta menjadi selir Bersama Bupati Cianjur, Apun Gencay tak pernah berjumpa lagi Bersama kekasihnya yang pemuda Cipamingkis itu. Tetapi, tidak Mungkin Saja pemuda itu tidak mendengar kabar terbaru soal Apun Gencay.
Yus Rusyana tidak menceritakan detail apa yang dilakukan pemuda itu Ke luar sana, sebab penulis cerita itu menggunakan sudut pandang (POV) Apun Gencay.
Tetapi, suatu pagi, Kabupatian ramai. Jasad Kanjeng Dalem ditangisi banyak orang. Darah memenuhi badannya. Lambung kirinya robek. Semua geger. Raden Ayu pingsan tak sadarkan diri. Apun Gencay mengurung diri Ke kamar.
Tak kepalang sedih Apun Gencay, Tetapi dia juga malu sebab pelaku yang telah menyebabkan Kanjeng Dalem rubuh adalah seseorang yang pernah ada pertalian dengannya, yaitu pemuda Cipamingkis.
Pemuda itu juga tidak selamat, seusai melukai Kanjeng Dalem Bersama Condre, pemuda itu dikepung dan ditangkap. Badannya dicingcang. Untuk kalimat Yus Rusyana: ancur lebur Ke newekan, Ke ngahanca dikaradékan.
Situasi ini menyebabkan Apun Gencay Akansegera dituding sebagai perempuan yang menyebabkan kekacauan. Itu sudah terbayang Bersama Apun Gencay. Tetapi, Ke lubuk hatinya, dia berdoa semoga kedua orang yang dicintainya itu bertemu Ke “alam kalanggengan” (akhirat).
Sebab Ke alam itu, semuanya sejajar, setara, tidak ada jabatan, tidak ada tinggi pendek, semuanya sama.
Hampelas Raraga Jati
Mengapa pemuda Cipamingkis itu nekat membunuh Kanjeng Dalem? Apakah hanya bernafsu amarah Untuk membunuh Lantaran pujaan hatinya direbut Kanjeng Dalem?
Bukan. Apun Gencay Sesudah Itu sadar bahwa modal nekat saja tidak cukup Untuk berani datang Di Kabupatian dan merobohkan Kanjeng Dalem Bersama condré.
Lalu apa lagi modalnya? Kekuatan utama adalah pikiran yang mendalam tentang penderitaan yang dirasakan Bersama rakyat kebanyakan ketika itu atas Aturan bupati Untuk hal setoran Minuman.
“Abdi terang, sapapadaning kahuru napsu, sajeroning nyeri peurih, Akang téh sasat nirakatan manéh. Nyebutkeun kitu, da abdi sorangan gé kapan kitu. Sajeroning Ke padaleman téh abdi nirakatan badan sorangan. Akang, kawasna dina sajeroning nyasaran awak sorangan téh urang tepi ka tempat anu sarua, nyaeta ka lebah rasa papada kaula, rasa anu Karena Itu ciri wanci manusa”.
(Saya tahu, selain terbakar nafsu amarah, Untuk keadaan pedih, Akang pasti tirakat. Bicara begitu, Lantaran aku juga sama. Di Ke Padaleman, aku menirakati badan sendiri. Akang, tampaknya waktu menelusur badan sendiri, kita sampai Ke tempat yang sama, yaitu rasa sesama hamba, rasa yang menjadi ciri manusia).
Untuk Kontek Sini, Pemuda Cipamingkis itu laksana seorang martir, yang rela mati Untuk membela sesuatu hal. Apun Gencay menyebutnya hampelas raraga jati, yaitu ‘ikhlas berkorban raga sampai mati’.
(tya/tey)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Cerita Apun Gencay, Tafakur Kemanusiaan Ala Gadis Cikembar