Cerita Putri yang Manja dan Biadab Ke Balik Telaga Warna Puncak



Bandung

Jika kebetulan bermain Ke Puncak, ada tempat wisata bernama Telaga Warna. Di bahasa Sunda disebut Talaga Warna. Tempat itu merupakan danau yang Ke pinggir-pinggirnya banyak pepohonan.

Suasana sejuk terasa jika berada Ke Di danau itu. Tetapi, jika beruntung, pengunjung dapat melihat pelangi yang seolah-olah muncul Di pertemuan kabut dan cahaya matahari Ke muka danau.

Kecuali itu, air Telaga Warna sering berubah warna. Maka Di itu disebut Telaga Warna. Secara ilmiah, perubahan warna itu diakibatkan Dari ganggang yang berada Di air danau tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ke Di Trend Populer yang terlihat, Telaga Warna menyimpan mitos. Ke antaranya asal usul telaga tersebut. Konon, Telaga Warna terbentuk Sebab air mata. Waktu itu, raja, permaisuri, dan rakyatnya menangis. Mereka menangisi kelakuan kurang beradab putri kerajaan. Air mata itu bercampur Di mata air yang muncul tiba-tiba Ke halaman keraton, Supaya membentuk telaga.

Bagaimana asal usul Telaga Warna selengkapnya? Simak yuk! detikJabar menarasikannya kembali Di Bacaan Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Barat, tulisan Maya Rohmayati dan Yodi Kurniadi (2018).

Raja Bijaksana Menanti Keturunan

Kocap tercerita, Ke Jawa Barat dahulu ada sebuah kerajaan. Pemimpinnya adalah raja yang bijaksana, adil, dan sangat sayang kepada rakyatnya. Sebagai Alternatif, rakyat pun sayang kepada raja berikut permaisurinya.

Semua titah raja dilaksanakan rakyat, begitupun segala kebutuhan rakyat dipenuhi Dari raja. Hari Untuk hari berjalan Di kemakmuran Ke kerajaan tersebut.

Tetapi, raja yang disebut Prabu itu, juga istrinya, merasa ada yang kurang. Sudah bertahun-tahun memimpin kerajaan, mereka belum juga dikaruniai keturunan.

A, B, C, sudah dilakukan pasangan Prabu dan Permaisuri ini Sebagai Merasakan keturunan, Tetapi Sang Hyang Tunggal belum juga menghendaki. Hingga akhirnya, keduanya mengangkat putra.

Seorang anak laki-laki diangkat keduanya sebagai anak. Namanya, Kebo Iwa. Dia Lalu tumbuh menjadi remaja yang tampan, gagah, dan berbudi luhur.

Satu yang unik, Kebo Iwa punya kesaktian. Jika dia ingin minum, cukup dia tusukkan telunjukkan Ke tanah, maka terpancarlah air bersih dan menyegarkan.

Waktu berjalan. Berbahagia kumbang-kumbang Ke taman, bunga-bunga mekar menjadi tanda anugrah yang dinantikan itu datang. Ke sela mengasuh putra angkatnya, Permaisuri mengandung. Di kandungan itu, lahirlah bayi perempuan yang cantik, yang kelak menjadi putri kerajaan.

Putri Cantik yang Manja

Putri kerajaan itu tumbuh dan besar Di lingkungan yang serba memberikannya kemudahan. Ingin A, datangah A tanpa sudah payah. Begitulah jua jika ingin B sampai Z, semuanya diantarkan kepadanya.

Lama kelamaan, dia tumbuh Di diri yang nir empati. Tidak ada rasa pedulinya Di orang lain. Yang jelas, jika sesuatu tidak membuat enak dirinya, dia tidak suka dan Berencana Di tegas menolaknya. Dia tumbuh menjadi putri yang manja.

Telaga Warna Puncak Bogor Foto: Dok Pribadi Azril Shiva / @frameofnjdrl

Begitupun Pada dia Berjuang Di pesta ulang tahun Ke-17 usianya. Jauh Sebelumnya pesta digelar, rakyat yang sayang kepada raja dan permaisuri mengirimkan berbagai Perhiasan sebagai hadiah. Tetapi, raja menyimpannya barangkali suatu waktu rakyat Berencana membutuhkan.

Raja hanya Memutuskan sedikit saja Di emas yang didapatkan dan menyerahkannya Ke pengrajin kalung. Raja minta dibuatkan kalung yang bagus dan cantik jalinan emas dan permata Sebagai anaknya yang Berencana berulang tahun.

Kalung pun selesai. Pesta pun digelar. Di pesta, ayah dan ibu sang putri hadir. Putri pun duduk Ke Di-Di mereka dan Berjuang Di rakyat yang juga hadir Ke pesta itu.

Tak ingin tertinggal momentum, raja menyerahkan hadiah ulang tahun Sebagai putrinya berupa kalung. Kalung emas berhias permata buatan perajin emas terbaik Ke kerajaan itu.

Tetapi, Ke mata putri manja itu, kalung seindah demikian tak ada artinya. Dia menampik pemberian ayahnya itu. Kalung yang disebutnya jelek itu lalu dihempaskannya Ke lantai.

Raja, Permaisuri, dan Rakyat Menangis

Melihat kalung emas berhias permata dihempaskan Ke lantai, semua hadiri pesta ulang tahun putri manja, tidak ada yang berani bicara. Semuanya terdiam.

Lambat laun, terdengar suara tangisan yang tertahan Di arah permaisuri. Begitupun raja, dia menangis Tetapi sedikit ditahan. Tetapi, tangisan raja dan permaisuri itu menjadi tanda kesedihan Untuk rakyatnya.

Rakyat yang Hadir Di pesta ulang tahun itu semuanya menangis. hanyut Di kesedihan bahwa raja dan permaisuri punya putri yang kurang tata krama. Semuanya menangis, hingga air mata menjadi Genangan Air.

Kebo Iwa tidak diceritakan lagi, Tetapi air mata rakyat bercampur Di air Di mata air yang tiba-tiba muncul Di tanah Ke halaman kerajaan. Alhasil, semuanya tenggelam.

Kalung emas berhias permata itu tak ada yang berani mengambilnya. Ketika semua sudah tenggelam menjadi telaga, kalung itu memantulkan cahaya yang menjadi pelangi. Itulah yang kini dikenal sebagai Telaga Warna.

(yum/yum)

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Cerita Putri yang Manja dan Biadab Ke Balik Telaga Warna Puncak