Bandung –
Cerita-cerita Di pagelaran Wayang Golek memang ‘raweuy beuweungeun rambay alaeun’, subur banyak yang bisa ‘dikunyah’, diambil hikmahnya. Di Di cerita wayang golek yang dipagelarkan dalang senior Asep Sunandar Sunarya adalah cerita ‘Astrajingga Mantun’. Cerita ini menampilkan Astrajingga atau Si Cepot, tokoh wayang berwajah merah melantunkan cerita pantun diiringi petikan kecapi.
Cerita pantun adalah salah satu karya sastra lisan Di Sunda yang telah ada Sebelum lama. Carita pantun Malahan disebut-sebut Di naskah Sunda kuna Siksa Kanda ing Karesian. Naskah itu Mengungkapkan bahwa jenis-jenis carita pantun Di antaranya adalah yang berjudul Langgalarang, Siliwangi, Banyakcatra, dan sebagainya.
Naskah itu juga menyebutkan bahwa pementasan wayang dan carita pantun merupakan ‘guru’ yang patut darinya diambil pelajaran. “Ada lagi, jika kita menonton wayang, mendengarkan juru pantun, (kita) menemukan pelajaran Bersama ceritanya, itu termasuk guru panggung (belajar Bersama panggung) namanya.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jika ingin tahu ikhwal pantun; Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi, tanyalah prepantun.” (Naskah Siksa Kanda Karesian terjemahan Depdikbud, 1992)
Di sebuah pagelaran wayang yang direkam Hingga Di kaset pita Dari Dian Record, dalang Asep Sunandar Sunarya mementaskan Si Cepot bercerita pantun. Judulnya, Astrajingga Mantun. Di sini, cerita itu dikutip dan disesuaikan Hingga Di bahasa Indonesia Bersama harapan bisa diambil pelajaran sebagaimana amanat naskah Siksa Kanda ing Karesian:
Dongeng Dukun, Petapa, dan Wali
Kocap tercerita Di sebuah negeri terdapatlah seorang raja yang adil bijaksana, lebih Bersama itu, Sang Raja adalah sosok yang peka, yang ‘waspada permana tinggal’, pengelihatannya jernih, hatinya penuh Bersama kasih sayang kepada rakyatnya.
Tampaknya, dia mulai jemu Bersama kekuasaannya sendiri yang selalu bersifat duniawi. Dia ingin merambah Hingga hal-hal yang bersifat ruhani. Akan Tetapi, dia perlu mencari guru yang betul-betul murni, yang tidak menjadikan titel keruhaniannya sebagai ajang Bagi mencari keuntungan dunia.
Maka, rajapun memerintahkan patih Bagi mencari orang-orang Kandidat gurunya itu. Ada tiga orang: Dukun, petapa, dan wali. Tetapi, Sebelumnya berangkat mengundang ketiganya Hingga kerajaan, Sang Raja terlebih dahulu meminta patih menggali tanah taman dan menjadikannya kolam.
Perintah yang aneh, pikir patih. Akan Tetapi, tanpa banyak tanya, patih menuruti apa yang dititahkan raja kepadanya. Diapun menggali tanah seluas kolam hingga kolam itu selesai dan dialiri air.
Setelahnya selesai, dia laporan kembali kepada raja. Raja lalu memerintahkannya melepaskan tiga ekor angsa Di kolam tersebut. Titah Berikutnya adalah menutup kembali kolam itu Bersama tutupan yang mengolongi kolam.
Kolam itu harus ditutup Bersama material yang menjadikannya seperti tidak ada kolam, yaitu diari luar area tersebut Akansegera tampak seperti taman belaka, seperti taman semula Sebelumnya Di bawahnya digali kolam.
Patih melaksanakan titah itu Bersama seksama, Bersama telaten dan rapi, Agar benar-benar taman itu tidak tampak Di bawahnya ada kolam.
Memanggil Dukun
Setelahnya taman Bersama kolam Di bawahnya dan tiga ekor angsa (soang) dilepaskan padanya, Sang Raja meminta patih memanggilkan dukun. Berangkatlah patih itu.
Di Tempattinggal dukun, dukun yang berumur menjelang tua merasa gembira diminta Bagi datang Hingga kerajaan. Sebab, itu merupakan kesempatan baginya Bagi ‘Memutuskan untung’.
Setiba Di kerajaan, Sang Raja meminta dukun Bagi memeriksa suara apa yang muncul Bersama arah taman, yang setiap malam selalu mengganggu tidur Sang Raja.
Dukun yang kemampuan terbatas itu malah mengajukan syarat, bahwa harus ada ‘sesajen’ yang disediakan Bagi upaya mengusir gangguan itu. Dukun meminta sejumlah syarat seperti bakakak hayam (ayam panggang), kepala domba, dan sejumlah syarat lainnya.
Raja sudah menyangka bahwa dukun ini tak punya kemampuan, Akan Tetapi sebagai raja yang bijaksana, apa yang menjadi kemauan dukun, dikabulkannya pula. Walhasil, dukun pulang Bersama Produk bawaan yang banyak tanpa ada solusi Bagi suara aneh Bersama taman itu.
Memanggil Petapa
Orang kedua yang dipanggil Hingga kerajaan adalah seorang petapa, Di bahasa Sunda disebut pandita. Petapa ini pun Merasakan pertanyaan yang sama, bahwa ada suara aneh dan mengganggu yang datang Bersama taman kerajaan.
Ketika ditanya suara apakah itu, pandita menjawab bahwa Di bawah taman itu ada tiga ekor angsa. Suara itu adalah suara angsa.
Mendengar jawaban itu, Sang Raja dan patih merasa terkagum-kagum. Akan Tetapi, ketika hendak diberi jamuan atas kehadirannya Hingga kerajaan, petapa itu menolaknya, sebab sebagai petapa, dia tidak butuh apapun hal yang bertalian Bersama keduniaan, termasuk Hidangan lezat khas kerajaan.
Memanggil Wali
Meski sudah menemukan orang Bersama jawaban pas yang kelak Akansegera dijadikan guru, Sang Raja belum merasa puas. Dia lalu memerintahkan patih Bagi memanggil seorang yang dikatakan Wali Hingga kerajaan.
Wali adalah istilah Bagi menyebut kekasih ilahi. Wali itu datang Hingga kerajaan dan Merasakan pertanyan yang sama. Suara apakah yang mengganggu Bersama arah taman itu?
Sang Wali menjawab bahwa Di bawah kolam itu ada tiga ekor ular besar.
Mendengar jawaban itu, Raja dan patih tertawa. Sebab, setahu mereka, Di bawah kolam itu adalah angsa. Mereka berdua yang melepaskan angsa Hingga kolam Di bawah taman itu.
Sang Raja mula-mula meragukan kemampuan wali ini. Dia berkata menjelaskan, bahwa Di bawah kolam itu tidak ada ular, melainkan hanya tiga ekor angsa.
Akan Tetapi, Wali kukuh Di jawabannya, Malahan meminta pembuktian agar raja dan patih membongkar taman itu dan Merasakan bersama apa yang sebenarnya ada Di sana dan bersuara mengganggu.
Sang Raja dan patih pun sepakat. Taman Akansegera dibongkar. Penutup kolam Akansegera disingkapkan. Maka Akansegera terbukti tiga ekor angsa ada Di sana.
‘Saciduh metu, saucap nyata’, apa yang dikatakan wali itu ternyata benar. Ketika kolam disingkapkan, tidak ada tiga ekor angsa, yang ada hanya tiga ekor ular besar.
Raja dan patih pun menjerit, memohon maaf kepada wali telah salah sangka kepadanya. Sebagai permintaan maaf, Raja telah menyediakan jamuan Bagi wali itu. Akan Tetapi, Sang Wali menjawab bahwa dia adalah tipe orang yang tidak makan.
Sang Raja pun telah tiba Di kesimpulan tentang siapa saja orang-orang yang Akansegera menjadi gurunya Di hal keruhanian. Dia berkata kepada patih Bagi menjaga kerajaan dan menjalankan pemerintahan, Sambil Itu raja Akansegera pergi jauh berguru kepada wali dan petapa tadi.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Dongeng Dukun, Petapa dan Wali Di Carita Pantun Si Cepot