Bandung –
Tanah Sunda punya banyak dongeng yang tumbuh Ke Kelompok. Kali ini, ada dongeng tentang Si Buncir, anak jelata yang ditinggalkan ibu Dari bayi dan selalu Menyambut kesialan.
Suatu hari ketika remaja, Ke Di Jurang Kaya Miskin dan kesialan yang terus menimpa dirinya, dia memutuskan Sebagai pergi Untuk Kampung Ciherang, tempat kelahirannya.
Kemana Si Buncir pergi? Si Buncir sendiri tidak tahu tujuannya Ke mana. Yang jelas, dia ingin mengubah nasib diri Bersama cara mencari pekerjaan Ke tempat lain, jauh Ke balik hutan yang Di ini menjadi benteng Kampung Ciherang.
Menarik Perhatian, ternyata, rentetan kesialan yang menimpa Si Buncir Di ini menjadi pola nasibnya yang berbuah manis, dia Merasakan tahta Kerajaan Salaka lantaran menikahi putri rajanya yang terdahulu.
Bagaimana dongeng selengkapnya? Dongeng Si Buncir ini disarikan detikJabar Untuk Bacaan Cerita Rakyat Jawa Barat Si Buncir tulisan Asep Rahmat Hidayat, diterbitkan Dari Badan Pembuatan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI (2016).
Si Buncir, Anak Jelata Dari Sebab Itu Raja Salaka
Kocap tercerita, ada anak jelata bernama Si Buncir. Disebut demikian, Sebab anak itu hitam kulitnya Sebab tidak terurus dan buncit perutnya. Dia adalah anak asli Kampung Ciherang yang miskin.
Si Buncir tinggal serumah Bersama bapaknya yang keseharian bekerja sebagai penyabit rumput. Jika beruntung, tegalan rumput yang disabiti tidak jauh Untuk rumahnya. Akan Tetapi, jika Lagi musim kemarau, si bapak harus berjalan kaki agak jauh.
Rumput-rumput yang dikumpulkan itu Ke akhirnya dijual kepada pemilik ternak Ke Ciherang. Hasil penjualan rumput tak selalu uang, terkadang Hidangan, terkadang pula Pengganti bekas yang masih bisa dipakai si bapak atau Si Buncir.
Jika bapaknya Lagi Lagi mencari rumput, Si Buncir ditinggal sendirian Ke Rumah. Si Buncir punya banyak teman meski sebatas anak jelata. Teman-temannya sesama anak Kampung Ciherang sering mengajak Si Buncir main. Akan Tetapi, Si Buncir lebih senang menyendiri.
Untuk kesendirian, dia bisa membayangkan pertemuan Bersama ibunya yang tak pernah dia lihat. Ibunya meninggal dunia sesaat Setelahnya melahirkan Si Buncir.
Si Buncir Membubu Ikan
Meski senang Bersama kesendirian dan melamunkan pertemuan Bersama ibunya, Si Buncir ada jenuhnya juga. Suatu hari, ketika bapaknya sudah pergi mencari rumput, Si Buncir Membahas bubu, perangkap ikan terbuat Untuk bambu lalu pergi Ke sungai.
Ditenggelamkannya bubu Ke air sungai dan Si Buncir menunggu Ke pematang sambil mencari buah-buahan hutan yang bisa dimakan. Setelahnya dirasa cukup, bubu diangkat.
Sayangnya, bukan ikan yang didapat, Ke Untuk bubu Si Buncir mendapati anggay-anggay, serangga kecil seperti gaang (anjing tanah) Untuk bahasa Sunda. Si Buncir senang betul, maka dia bawa anggay-anggay itu pulang
Si Buncir sangat sayang kepada anggay-anggay itu, nyaris sepanjang hari dia bermain Bersama binatang tersebut. Sampai suatu ketika bapaknya memintanya ikut mencari rumput, daripada main terus Bersama anggay-anggay. Si buncir pun ikut, dan dia titipkan anggay-anggay kepada neneknya. Sayangnya, pulang merumput, anggay-anggay itu hilang dipatuk ayam.
Fakta itu membuat Si Buncir menangis sejadi-jadinya, maka neneknya menggantinya Bersama ayam yang telah memakan anggay-anggay itu. Esok harinya, Si Buncir kembali ikut mencari rumput, ayam dititipkan Ke tetangga. Pulang merumput, ayam mati tertimpa alu. Si Buncir minta ayam diganti alu.
Esoknya seperti itu kembali. Sebelumnya pergi Ke tegalan rumput, alu dititipkan kepada pembajak sawah. Alu disimpan Disekitar pohon. Akan Tetapi, pulang merumput, alu patah tertindih kerbau. Si Buncir menangis minta kerbau sebagai gantinya.
Kerbau dia dapatkan, tapi sulit juga kalau harus membawa kerbau menyabit rumput. Esok hari, kerbau dia ikat Ke bawah pohon limus, sejenis mangga Ke Sunda. Pulang merumput, kerbau mati tertimpa limus. Maka Si Buncir Membahas limus itu sebagai ganti kerbau.
Merasa Sial dan Ingin Merantau
Si Buncir merasa deretan kesialan dihadapinya setiap hari, dimulai Untuk anggay-anggaynya dipatuk ayam hingga kerbaunya mati ditimpa buah limus.
Maka, dia berkata kepada bapaknya agar diizinkan pergi mencari pekerjaan Mutakhir, penghidupan Mutakhir, dan nasib yang Mutakhir Ke luar sana. Dia ingin merantau. Maka, dia pergi menembus hutan berbekal nasi timbel dan buah limus yang menimpa kerbaunya.
Buah limus itu tetap segar meski sudah berhari-hari dibawa berjalan kaki Dari Si Buncir dan dia belum mau memakannya, hingga sampailah dia Ke sebuah Daerah ibu kota Kerajaan Salaka.
Hari yang panas, dia melihat banyak Karya Ke tempat Mutakhir itu. Tak terkecuali melihat putri mahkota kerjaan, namanya Mayangsari. Dia menyampaikan maksudnya datang Sebagai mencari pekerjaan, dan Sebab hari Lagi panas, dia menitipkan Barang Dagangan bawaannya termasuk buah limus Ke Disekitar putri Mayangsari Lalu pergi sebentar Sebagai mandi Ke sungai terdekat.
Si Buncir menyegarkan badannya Bersama mandi, Akan Tetapi Ke bangunan dua tingkat tempat Mayangsari menenun, buah limus tercium Untuk lantai bawah. Sang Putri buru-buru turun dan tak kuat menahan dirinya Sebagai memakan limus itu.
Pulang mandi, Si Buncir mendapati limusnya tinggal kulit dan biji. Dia menagih pertanggungan jawab, dia minta Putri Mayangsari sebagai pengganti limusnya.
Keinginan ini sampai kepada raja yang Menyambut didikan ketat soal keadilan. Bahwa apa yang menjadi permintaan Si Buncir harus dipenuhi sebab putrinya ada Ke posisi yang salah. Yaitu, Mayangsari harus menikah Bersama Si Buncir.
Akan Tetapi, Si Buncir adalah anak jelata yang hitam dan berperut buncit. Lagipula, dia belum waktunya menikah. Alhasil, raja punya ide Sebagai menitipkan Si Buncir kepada patihnya yang tidak punya anak. Penitipan berlangsung hingga Si Buncir siap menikah Bersama Mayangsari.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, Si Buncir hidup Untuk didikan keluarga kerajaan. Maka dia tumbuh menjadi lelaki yang berseka, bersih, gagah, dan cerdas. Dia siap Sebagai menikah Bersama Mayangsari. Dan Mayangsari pun, melihat Si Buncir yang tampan, mau juga menikah dengannya.
Ke Samping itu, Dari dirawat keluarga patih, Si Buncir telah berganti nama menjadi Pangeran Gandarasa.
Akhir Sejahtera Si Anak Jelata
Pangeran Gandarasa menikah Bersama Mayangsari. Ke Lalu hari, keduanya mewarisi tahta Kerajaan Salaka. Ke bawah kepemimpinan keduanya, Kerajaan Salaka tumbuh menjadi kerajaan yang rakyatnya sejahtera.
Akan Tetapi, Ke Di-Di memimpin kerajaan, Pangeran Gandarasa ingat kembali kepada ayahnya, penyabit rumput berjuluk Ki Jukut yang tinggal Ke Ciherang.
Atas persetujuan istrinya, dia meminta punggawa kerajaan Sebagai membawa Ki Jukut Ke istana. Bersama kuda yang berlari kencang, para punggawa Ke Ke Ciherang yang jaraknya sangat jauh dan membawa Ki Jukut Ke istana.
Ke istana, Ki Jukut heran dan tidak mengenali pangeran yang Lagi dihadapinya itu, hingga Pangeran Gandarasa berterus terang bahwa dialah anaknya yang dulu bernama Si Buncir.
Ki Jukut dihormati Bersama baik dan diberi penghidupan yang layak Ke istana. Kehadiran Ki Jukut juga menjadi Kejiwaan Untuk Pangeran Gandarasa dan istrinya, juga seisi istana.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Dongeng Sunda Si Buncir, Anak Jelata Dari Sebab Itu Raja Salaka