Jenjang Kehidupan Di Kepercayaan Hindu Bali



Bali

Tujuan utama hidup manusia Di ajaran Agama Hindu adalah mencapai moksa “moksartham jagadhita ya caiti dharmah” atau “jagadhita dan moksa”. ‘Jagadhita’ Memperoleh arti Kesejajaran jasmani dan ‘moksa’ berarti Kedamaian batin atau kehidupan abadi Di menyatunya atman Di brahman.

Guna mencapai itu, manusia terlebih dahulu harus menempuh berbagai jenjang kehidupan atau Di Konsep ajaran Hindu disebut Catur Asrama. Lantas apa saja jenjang kehidupan berdasarkan Konsep Catur Asrama?

Berikut merupakan penjelasan Catur Asrama dikutip Di artikel ilmiah “Ajaran Catur Asrama Perspektif Konsepsi Hidup Sebagai Mencapai Tujuan Hidup” karya I Nyoman Subrata dan berbagai sumber lainnya.


Pengertian Catur Asrama

Catur Asrama berasal Di dua kata yakni ‘catur’ yang berarti empat dan ‘asrama’ yang berarti jenjang atau tahapan. Berdasarkan arti tersebut, Catur Asrama dimaknai sebagai empat jenjang atau tahapan kehidupan yang harus dijalankan guna mencapai moksa.

Lebih spesifik, Catur Asrama dapat diartikan sebagai empat tingkatan hidup manusia. Ke setiap tingkatannya terdapat tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan berdasarkan masanya.

Pembagian Catur Asrama

Sesuai Di definisinya, Catur Asrama dibagi menjadi empat jenjang atau tahapan kehidupan beserta tugas kewajibannya sebagai berikut.

Manusia Ke jenjang ini Memperoleh tugas dan kewajiban Sebagai berguru guna Merasakan ilmu pengetahuan Weda. Pengetahuan Weda yang dimaksud adalah Sebagai memperoleh Kesenangan material (jagadhita) dan pengajaran mengenai tujuan hidup kerohanian (moksa). Manusia Ke masa ini, yang paling diprioritaskan adalah Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.

Di naskah bahasa Jawa Kuno yang Agastia Parwa disebutkan tentang Brahmacari sebagai berikut:
“Brahmacari ngarannya sang sedeng mangabyasa sanghyang sastra, muang sang wruh ring tingkahing sanghyang aksara samangkana kramanya sang brahmacari ngaranya Kunang sang sinangguh brahmacari ring loka ikang Tang sanggraheng wisaya istryadi, yeka brahmacari ring loka. Kunang ikang brahmacari waneh sinangguh brahmacari caranam, paraning atmapradesa sang kesepania, sang yogiswara sira brahmacari ring sastrantara ring sastrajna”

Artinya:
Brahmacari namanya orang Lagi mempelajari ilmu pengetahuan (sastra) dan yang mengetahui perihal ilmu huruf (aksara), orang yang demikian pekerjaannya bernama brahmacari.

Adapun Brahmacari dibagi menjadi empat jenis, yakni:

  • Sukla Brahmacari Asrama: merujuk Ke orang yang tidak kawin seumur hidupnya, tetapi bukan Sebab cacat badan seperti: wangdu, Malahan tidak pernah membicarakan tentang perkawinan sampai Ke hari tuanya.
  • Sewala Brahmacari Asrama: merujuk Ke orang yang kawin hanya sekali saja seumur hidupnya Kendati ditinggal mati Dari istrinya.
  • Krsna Brahmacari Asrama: merujuk Ke orang yang kawin lebih Di sekali dan paling banyak empat kali

Manusia Ke jenjang ini memulai hidup Rumah tangga sebagai suami istri. Tujuan hidup yang diprioritaskan Ke jenjang ini adalah artha dan kama.

Ke Di Agastia Parwa dijelaskan tentang Grahasta Asrama sebagai berikut:
“Grhasta ta sira mastri pwa sira, manak madrewya Hulu, ityewawadi, mangunake kayekadharma yat hasakti”

Artinya:
Grhasta-lah beliau, mempunyai anak, Memperoleh abdi, memupuk kebajikan yang berhubungan Di pembinaan diri pribadi, (kayika dharma) Di kekuatan yang kehidupan

Wanaprastha terdiri Di kata ‘wana’ yang berarti pohon katu atau semak belukar dan ‘prastha’ yang berarti berjalan atau berdoa Di baik. Jenjang wanaprastha diartikan sebagai kegiatan mengasingkan diri Di menjauhi dunia ramai secara perlahan-lahan Sebagai melepaskan diri Di ikatan duniawi.

Manusia Ke jenjang Wanaprastha Asrama sudah waktunya Sebagai hidup Di mencari ketenangan batin dan melepaskan diri Di segala keterikatan mewahnya kehidupan dunia. Masa wanaprastha biasanya dimulai Ke usia 60 tahun Di atas. Adapun manfaat menjalankan hidup Wanaprastha yakni:

  • Sebagai mencapai ketenangan rohani
  • Memanfaatkan rasa kehidupan Ke dunia Sebagai mengabdi dan berbuat amal kebaikan kepada Kelompok umum
  • Melepaskan segala keterikatan Pada duniawi

Kata bhiksuka berasal Di kata ‘bhiksu’ yang merupakan sebutan pendeta budha. Bhiksuka adalah jenjang hidup terakhir, waktu manusia sepenuhnya melepas kehidupan duniawi Sebagai Lalu hanya mengabdikan diri kepada Sang Hyang Widhi Di menyebarkan ajaran-ajaran tentang kebaikan dan kesusilaan.

Di ajaran Agastia Parwa dijelaskan tentang wanaprastha dan Bhisuka sebagai berikut:
“Wanaprastha ta sire, mur saking grama mwang, mungwing suci desa, makadi mukir, magawe patapan, sthananira gumawayaken panca karma mwangi wisaya mwang mangdesanaken dharma, huwus pwa sira wanaprastha, bhiksuka ta sira, mur saking patapan ira, nisparigraha,tan pangku patapan, tan pangaku sisya,tan pangku pangruh, padaya tininggalaken ira”

Artinya:
Wanaprastha-lah beliau. Pergi Di desa dan menetap Ke tempat yang bersih suci terutama Ke gunung. Mendirikan pertapaan sebagai tempatnya melakukan panca karma dan Memangkas nafsu keduniawian serta mengajarkan ajaran kerohanian. Setelahnya beliau mengajarkan ajaran kerohanian. Setelahnya beliau melakukan wanaprastha, bhiksuka-lah beliau, pergi Di pertapaannya. Tiada terikat, tidak mengaku Memperoleh pertapaan, tidak merasa punya murid, tidak merasa berpengetahuan, semua itu ditinggalkan Dari beliau.

Ke jenjang bhiksuka, manusia hanya Memperoleh satu prioritas, yakni Sebagai mencapai moksa atau keabadian Di menyatu kembali bersama brahman.

Demikianlah tahap-tahap kehidupan Di Konsep ajaran agama Hindu. Setiap jenjang Memperoleh tugas dan kewajiban serta berbagai hal yang dapat diprioritaskan manusia. Tetapi, bila sudah Ke masanya, manusia yang sampai Ke tahap bhiksuka harus memfokuskan diri Sebagai menempuh ajaran suci dan melepaskan diri sepenuhnya Di keterikatan duniawi.

Semoga informasi ini dapat berguna Untuk detikers dan menambah wawasan mengenai Konsep-Konsep kehidupan Di ajaran agama Hindu.

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Jenjang Kehidupan Di Kepercayaan Hindu Bali