Klungkung –
Kelompok Ke Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Memperoleh Kebiasaan unik yang disebut Aci Sanghyang Grodog. Kebiasaan ini melibatkan pementasan Sanghyang yang berlangsung Pada 11 hari dan ditutup Bersama ritual ‘ngeluarang’ Ke hari Di-12.
Aci Sanghyang Grodog dilaksanakan setiap dua tahun sekali Ke Sasih Karo, bertepatan Ke Agustus Untuk kalender Masehi. Puncak upacara dilaksanakan Ke Purnama Karo, yang merupakan purnama terbesar dan paling sempurna Bersama 12 purnama Untuk setahun.
Bendesa Adat Desa Lembongan, I Komang Erawan, menjelaskan tari Sanghyang Ke Lembongan berbeda Bersama Ke Pulau Bali. Tari Sanghyang Ke Nusa Lembongan diwakili Bersama simbol-simbol yang diciptakan khusus Untuk ritual, bukan Bersama manusia. “Ada 23 Sanghyang sebagai representasi kehidupan Kelompok Ke Pulau Lembongan, yang dulunya sebagian besar adalah nelayan dan petani,” ungkap Erawan, Minggu (25/8/2024).
Nama ‘grodog’ diwarisi Bersama zaman dahulu, yang diambil Bersama suara perahu yang didorong menimbulkan bunyi ‘gradag-grodog’ Pada pementasan berlangsung. Pada 11 hari, 23 Sanghyang ini dipentaskan satu per satu secara berkesinambungan.
23 Sang Hyang itu adalah Sang Hyang Sampat, Sang Hyang Lingga-Sang Hyang Bumbung, Sang Hyang Penyalin, Sang Hyang Joged, Sang Hyang Dukuh Ngabe Cicing, Sang Hyang Jaran, Sang Hyang Hyang Dukuh Ngabe Bubu, Sang Hyang Sampi, Sang Hyang Bangu-Bangu, Sang Hyang Kebo, Sang Hyang Tiling-Tiling, Sang Hyang Enjo-enjo, Sang Hyang Tiling-tiling, Sang Hyang Menjangan, Sang Hyang Tutut, Sang Hyang Jangolan Ngabe Penyu, Sang Hyang Barong, Sang Hyang Kelor, Sang Hyang Capah, Sang Hyang Perahu, Sang Hyang Sumbul, Sang Hyang Payung, Sang Hyang Bunga, dan Sang Hyang Sumbul.
Setiap Sanghyang Memperoleh makna yang berbeda-beda, mulai Bersama Sang Hyang Sampat yang menandai dimulainya ritual hingga Sang Hyang Bunga yang melambangkan keindahan dunia Kahyangan.
Sang Hyang Jangolan Ngabe Penyu, misalnya, melambangkan pelestarian. Penyu yang dibawa Bersama nelayan bukan Untuk dikonsumsi, melainkan sebagai sarana upacara. Penyu tersebut dihiasi Bersama tapak dara sebagai simbol perlindungan.
Ritual Sanghyang Grodog bukan hanya wujud persembahan, tetapi juga sebagai upaya menolak bala, mengusir hal-hal negatif, dan memulihkan keharmonisan. Kebiasaan ini juga menjadi ungkapan syukur Kelompok setempat yang setia melaksanakan yadnya Setelahnya Memperoleh berkah berupa kelimpahan rezeki.
Ketua Panitia Upacara, I Wayan Wira Candra, mengungkapkan pelaksanaan ritual tahun 2024 ini menghabiskan Biaya sebesar Rp 235 juta. Dana ini berasal Bersama urunan wajib warga adat sebesar Rp 50 juta serta Dukungan punia (sumbangan) Bersama Kelompok Lembongan yang kini Memperoleh Usaha Wisata Internasional, Bersama total sumbangan mencapai Rp 240 juta. “Umat, selain ngayah Pada prosesi upacara berlangsung, juga menyisihkan sebagian penghasilan berupa punia Untuk memperlancar prosesi upacara sakral ini,” jelasnya.
Penjabat (Pj) Bupati Klungkung, I Nyoman Jendrika, yang hadir Ke Pada upacara berlangsung, mengapresiasi pelaksanaan Upacara Aci Sanghyang Grodog. Upacara ini tidak hanya bertujuan Untuk menolak bahaya dan Memberi Keadaan Untuk Kelompok pesisir, tetapi juga menjadi daya tarik Kekayaan Budaya Dunia Ke Desa Lembongan.
Sanghyang Grodog telah tercatat sebagai inventarisasi kekayaan intelektual komunal ekspresi Kekayaan Budaya Dunia tradisional Bersama Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham). “Bersama terselenggaranya upacara ini yang Menarik Perhatian perhatian wisatawan, Kelompok Lembongan harus saling mendukung dan menjaga keharmonisan tanpa Memangkas makna penyelenggaraan upacara ini,” harap Jendrika.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Kebiasaan Unik Tiap Dua Tahun Sekali Ke Nusa Lembongan