Tumpek Wariga sering dikaitkan sebagai Hari Lingkungan Hidup versi kearifan lokal Ke Bali. Tumpek Wariga jatuh setiap Sabtu (Saniscara) Kliwon Wuku Wariga atau 25 hari Sebelumnya Hari Raya Galungan.
Terdekat, umat Hindu Ke Bali kembali merayakan rahina Tumpek Wariga Ke Sabtu, 25 Oktober 2025. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sendiri Berencana Melakukan kegiatan penanaman pohon dan bersih-bersih sungai Di perayaan Tumpek Wariga 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan kegiatan ini digelar bertepatan Di Tumpek Wariga Sebab hari tersebut merupakan peringatan memuliakan alam dan tumbuh-tumbuhan. Ke tingkat provinsi, kegiatan dilakukan Di pembersihan Lokasi aliran sungai (DAS) Ke tiga sungai besar, yakni Sungai Badung, Sungai Ayung, dan Sungai Mati.
Selain bersih-bersih sungai, Pemprov Bali juga mengajak pemerintah kabupaten/kota, Forkopimda se-Bali, desa dinas, desa adat, hingga komunitas lingkungan Sebagai menanam lebih Di 30 ribu bibit pohon. Penanaman pohon ini juga menjadi upaya menambah tutupan lahan hijau Ke Bali.
“Kegiatan dilaksanakan secara serentak Ke 9 kota/kabupaten, sampai tingkat desa/kelurahan dan desa adat,” kata Koster Di jumpa pers Ke Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Denpasar, Rabu (22/10/2025).
Simak makna hingga tujuan pelaksanaan Tumpek Wariga menurut Kearifan Lokal Hindu Ke Bali seperti dirangkum detikBali Di berbagai sumber berikut ini:
Makna Tumpek Wariga
Tumpek Wariga menjadi momen Sebagai memuliakan tumbuh-tumbuhan. Perayaan Tumpek Wariga juga merupakan penjabaran Di salah satu inti Prototipe Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis Di manusia Di alam sebagai sumber kehidupan.
Ni Made Sri Arwati (1992) Di Bacaan Hari Raya Galungan menjelaskan Tumpek Wariga sering disebut Di nama Tumpek Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Uduh, atau Tumpek Bubuh.
Hari ini dipergunakan Sebagai memberi semacam arahan atau berkomunikasi Di tumbuh-tumbuhan agar berbuah yang banyak dan hasilnya dapat dipersembahkan Di Hari Raya Galungan.
Pelaksanaan Tumpek Wariga
Prosesi Di Tumpek Wariga umumnya dilakukan Ke kebun atau tegalan milik warga. Umat Hindu Ke Bali menghaturkan sesaji berupa canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, dan bubur Di tepung beras.
Berbagai sarana persembahan itu ditujukan Sebagai Dewa Sangkara, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tumbuh-tumbuhan. Setelahnya Itu, bubur atau bubuh yang telah dipersiapkan tersebut Berikutnya ditempelkan Ke pohon Setelahnya ditoreh sedikit sembari mengucapkan sesapa:
“Kaki kaki, Nini nini, Sarwa tumuwuh. Niki tiyang ngaturin bubuh mangda ledang tumbuh subur, malih selae lemeng Galungan. Mabuah apang nged, nged, nged…”
Biasanya, Di mengucapkan nged, diikuti pula Di mengetok batang pohon sebanyak tiga kali. Hal itu dimaksudkan agar pohon berbuah banyak Supaya bisa menjadi bekal Di Galungan nanti.
Ke Samping Itu, semua pohon penghasil buah Berencana disirami tirta wangsuhpada atau air suci yang dimohonkan Ke pura/merajan. Di Tumpek Wariga, ada pula pantangan menebang dan memetik hasil Di tumbuh-tumbuhan.
Halaman 2 Di 3
Simak Video “Suasana Perayaan Galungan Ke Tabanan, Bali“
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Makna dan Tujuan Pelaksanaan Tumpek Wariga, 25 Hari Jelang Galungan