Melayang Bersama Doa: Harmoni Paralayang dan Kesucian Di Langit Kutuh

BADUNG – Kegiatan paralayang Di Daerah Desa Kutuh, ternyata bukan hal Terbaru. Kegiatan paragliding ini sudah lahir Dari tahun 1994. I Ketut Manda, adalah salah seorang warga asli Kutuh yang bisa disebut sebagai pioner. Dia mulai belajar Ke tahun 1995, dan masih eksis sebagai pilot paralayang hingga Pada ini.

Di Kutuh, awalnya paralayang dilakoni hanya sebagai kegiatan Aktivitasfisik kedirgantaraan. Tetapi seiring perkembangan, Kegiatan itu kini menjadi sebuah atraksi wisata.

Sebagai atraksi wisata, paralayang Di Desa Adat Kutuh awalnya dikelola secara perseorangan. Tetapi Di tahun 2015, Desa Adat Kutuh Lewat Baga Utsaha Manunggal Desa Adat (BUMDA) membangun sebuah Unit Gunung Payung Paragliding. “Karena Itu Di tahun 2015 kami bergabung Di BUMDA, sekaligus sebagai kontribusi kami sebagai warga asli Kutuh kepada desa,” ungkap Manda.

Lewat Unit Gunung Payung Paragliding, sambung Manda, sekaligus membuka Potensi kerja Terbaru Untuk warga setempat. Ke unit usaha BUMDA Kutuh itu, setidaknya ada 6 orang lokal yang dipekerjakan sebagai staf dan 10 orang porter. “Didalam perkembangan Wisata Internasional dan minat wisatawan, astungkara hingga Pada ini kami masih bisa eksis,” sebutnya.

Safety atau keselamatan, adalah salah satu hal utama yang ditegaskan Di melakukan Kegiatan paralayang. Berbagai kelengkapan wajib Untuk dikenakan, ketika menerbangkan paralayang. Bukan hanya Didalam pilot, melainkan juga Didalam penumpang. “Pilot kami Di sini semua sudah bersertifikasi dan berlisensi tandem master yang dikeluarkan Didalam PLGI (Persatuan Layang Gantung Indonesia),” ungkapnya.

Di Samping itu, juga ditekankan mengenai area suci. Mengingat Di Disekitar lokasi, ada sejumlah tempat suci umat Hindu, seperti Pura Dang Kahyangan Gunung Payung. Rambu larangan bertuliskan ‘Never Fly Above The Temple’ dipastikan telah dipasang Ke sejumlah pura. Rambu berupa bendera merah itu diharapkan bisa sebagai penanda agar para pilot paralayang tidak terbang melintas Di atas pura.

Di Pura Gunung Payung sendiri, Pada ini sudah terpasang satu bendera dimaksud. Tetapi Di Didepan, rencananya Berencana dilakukan penambahan bendera serupa Di sudut lainnya sebagai penekanan kepada setiap pilot.

“Saya jamin 100 persen, tidak ada Di kami yang berani melintas Di atas Pura Gunung Payung. Lantaran kami juga orang Hindu yang paham mengenai aturan, etika, sopan santun, dan adat istiadat kami. Tidak Bisa Jadi kami mencemari kesucian pura,” ungkapnya Didalam mata berkaca-kaca mengucap syukur atas restu Ida Bhatara yang berstana Di Pura Gunung Payung. Lantaran diyakini, tanpa restu Beliau, usaha tersebut tidak Berencana berlangsung hingga kini.

Selain berkenaan Didalam kesucian pura, secara keselamatan, terbang Di atas Pura Gunung Payung juga dipastikan sangat berisiko. Mengingat ruang udara Di atas atau Dibelakang Pura, merupakan area rotor turbulence. “Karena Itu itu sangat berbahaya. Dan itu sudah selalu kami sampaikan setiap hari Lewat briefing,” ungkapnya.

Dijelaskannya pula, menikmati atraksi wisata paralayang sangatlah bergantung Didalam arah angin. Di Gunung Payung Paragliding sendiri, jika arah dan Kelajuan angin memungkinkan, Kegiatan paralayang bisa dilakukan hingga area Pantai Tanah Barak.

Di sekali terbang, wisata paralayang rata-rata dilakukan Di durasi 15 menit Didalam tarif Rp 850 ribu per orang. Satu pilot, bisa melakukan penerbangan Disekitar 5 hingga 6 kali Di sehari. “Untuk jumlah kunjungan Di sini bisa Disekitar 50 – 100 orang wisatawan. Dominasinya Pada ini Di Cina. Persentasenya 75-80 persen,” ungkapnya mengenai wisata terbang yang dapat dinikmati Didalam wisatawan Didalam berat badan minimal 25 kg dan maksimal 115 kg tersebut.

Melihat tingginya animo wisatawan itu, Manda berharap agar Di Didepan pemerintah bisa lebih memperhatikan Kegiatan paralayang. Terutama Di hal fasilitas yang tersedia. Apalagi area paralayang bukan hanya Untuk wisata, melainkan juga berkenaan Didalam penjaringan bibit-bibit Olahragawan. (adi)

Artikel ini disadur –>Wartabalionline.com Indonesia: Melayang Bersama Doa: Harmoni Paralayang dan Kesucian Di Langit Kutuh