Kudus –
Masjid Al-Aqsha peninggalan Sunan Kudus menjadi bukti sejarah penyebaran agama Di Jawa. Lalu kapan sejarah berdirinya masjid peninggalan salah satu walisanga itu?
Masjid Al-Aqsha atau dikenal Di Masjid Menara Kudus berada Di Desa Kauman Kecamatan Kota. Masjid ini ramai dikunjungi warga baik Sebagai beribadah hingga berwisata.
Di Didepan Di masjid terdapat bangunan menara. Menara ini sekilas mirip Di bangunan candi. Tetapi Di atas menara Untuk batu merah ini terdapat beduk yang sebagai simbol tanda Akansegera azan dan salat.
Humas Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Denny Nur Hakim, mengatakan bahwa Ke awalnya bangunan Masjid Al-Aqsha tidak seluas sekarang ini. Menurutnya bangunan yang dirikan Di Sunan Kudus ini cukup kecil dan sederhana.
“Tapi sangat kecil. Di Sebab Itu batas Masjid itu Untuk gapura Di Untuk masjid sampai Di mihrab pengimaman,” kata Denny kepada detikJateng Di lokasi, Sabtu (1/3/2025).
Denny mengatakan ada tiga kali renovasi perluasan Ke bangunan masjid ini. Pertama tahun 1918-1919. Perluasan kedua dilakukan Ke tahun 1927. Serta perluasan ketiga terakhir itu Ke tahun 1933.
“Nah Disekitar tahun 1953 itu pernah dilakukan renovasi Ke puncak atap masjid. Perbaikan Untuk saka sampai mustaka masjid,” jelasnya.
Lebih Jelas, Denny menjelaskan Yang Berhubungan Di Di tahun berdirinya masjid. Menurutnya, sejarah masjid itu bisa dibaca Untuk sumber batu prasasti terletak Di atas mihrab pengimanan. Prasasti itu bertuliskan huruf Arab yang mempunyai empat Nilai penting.
Nilai pertama adalah pemberian nama masjid yang didirikan Di Sunan Kudus, yakni masjid Al-Aqsha. Nilai kedua pemberian nama tempat atau Daerah masjid itu didirikan yakni Al-Quds yang sekarang lebih dikenal Di Kudus.
Lanjutnya Ke Nilai ketiga tentang tanggal pendirian Masjid yakni 19 Rajab tahun 1956 hijiriyah tanggal tersebut bertepatan Di tanggal 23 Agustus 1549 Masehi.
“Nilai keempat adalah nama pendirinya yakni Jafar Shadiq atau dikenal Sunan Kudus,” ungkap dia.
Tetapi, tak ada informasi pasti mana yang lebih dulu didirikan Antara masjid dan menara itu. Akansegera tetapi bangunan menara dan masjid ini Memiliki fungsi yang saling berkaitan.
“Fungsi Untuk bangunan masjid sebagai tempat ibadah salat Sambil bangunan menara itu sebagai tempat Sebagai mengumandangkan azan. Secara fungsi Antara bangunan menara dan masjid saling berhubungan. Supaya bisa Di Sebab Itu pendirian masjid Di menara bisa berbarengan Untuk satu massa,” ungkap Denny.
Ke Bulan Ramadan ini, ada berbagai Kegiatan Di Masjid dan Menara Kudus. Terutama kegiatan dakwah yang ditingkatkan. Biasanya hanya seminggu sekali, ini rutin setiap hari Di Bulan Ramadan.
Sesudah salat subuh itu dilakukan pengajian tafsir Al-Quran. Lanjutnya, Sesudah salat asar sampai menjelang berbuka puasa ada pengajian bersama Di pendopo tajug yaitu pengajian kitab Riyadlus Shalihin.
“Sesudah salat tarawih darusan umum itu dilakukan Di Menara. Di situ kegiatan setiap hari para pengisi atau Kiai setiap malam berganti tidak monoton Di jemaah tidak hanya Komunitas Malahan Untuk kota ada Di Disekitar Kudus,” ujarnya.
Strategi Sunan Kudus Siar Agama Islam Di Jawa
Denny Nur Hakim juga bercerita mengenai strategi dakwah Sunan Kudus. Dia mengatakan Sunan Kudus menjadi salah satu walisanga Memiliki strategi Sebagai menyiarkan agama Islam Di Jawa. Menurutnya Sunan Kudus Memiliki pendekatan Kebiasaan Global.
“Di Sebab Itu beliau mengetahui mayoritas penduduk lokal Sebelumnya kedatangan Sunan Kudus kan Komunitas lokal masih menganut kepercayaan atau keyakinan Budda dan Hindu. Walaupun Budda tidak berdominan tapi yang berdominan adalah Komunitas Hindu,” kata Denny.
Hal ini kata dia bisa dilihat Untuk bangunan Menara dan Masjid Kudus. Menurutnya paling menonjol adalah bangunan Menara yang menyerupai candi.
“Nah cuman perbedaan kalau candi didirikan Komunitas Hindu digunakan sebagai tempat ibadah atau pemujaan. Kalau Di bangunan Menara lebih banyak digunakan Sebagai mengumandangkan azan,” kata dia.
Tak hanya itu, Sunan Kudus juga menggunakan media wayang Sebagai menyebarkan agama Islam kepada Komunitas Di Jawa Pada itu. Media wayang yang digunakan Di Sunan Kudus adalah klitik.
“Wayang klitik itu adalah wayang terbuat Untuk kayu, Di Sebab Itu kenapa wayang klitik itu setiap digerakan berbunyi klitik-klitik Sebab bersentuhan Untuk anggota badan dan tubuh,” ujarnya.
Selain media wayang juga Sunan Kudus dikenal menciptakan dua buah tembang yakni Maskumambang dan Mijil. “Di Sebab Itu Kebiasaan Global strategi pendekatan utama Sunan Kudus Untuk menyebarkan agama Islam,” lanjut dia.
Lebih Jelas, Sunan Kudus Pada itu juga tidak menyembelih sapi Sebagai menghormati umat Hindu. Sebab Sunan Kudus mengetahui bahwa sapi itu yang dimuliakan Komunitas Hindu. Untuk ajaran Hindu sapi itu tunggangannya dewa. Supaya mereka memuja sapi tersebut.
“Hal tersebut digunakan Sunan Kudus, beliau tidak menyembelih sapi hingga sampai Pada ini Komunitas Kudus tidak ada yang menyembelih sapi,” pungkas dia.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Menilik Sejarah Berdirinya Masjid Menara Kudus Berdasarkan Batu Prasasti