Semarang –
Kearifan Lokal Dugderan kembali digelar Hingga Semarang sebagai tanda menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Peristiwa tahunan ini menjadi bentuk pelestarian Kearifan Lokal Global yang telah lahir Sebelum 1881.
Kirab Kearifan Lokal Global Dugder digelar Hingga Kota Semarang hari ini. Proses dimulai Untuk Balai Kota Semarang. Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti yang tampil mengenakan Busana Semarang tampak menunggangi kereta kuda dan berperan sebagai Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbodiningrum.
Ia Lalu diikuti rombongan kirab yang merupakan jajaran Organisasi Alat Daerah (OPD) Hingga Kota Semarang, perwakilan masing-masing kecamatan, perwakilan berbagai komunitas lintas etnis, organisasi Komunitas (ormas) hingga siswa-siswi sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rombongan itu diawali prajurit Patang Puluhan, termasuk prajurit berkuda yang melintas Didalam gagah. Mereka kompak berjalan Untuk Balai Kota Semarang Di Masjid Agung Semarang, Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang.
Setibanya Hingga Masjid Agung Semarang, prosesi pembacaan Suhuf Halaqah dilakukan Hingga Aloon-aloon Semarang Didepan Masjid Agung Semarang. Agustina membacakan lembaran suhuf halaqah tersebut dan membunyikan bedug yang langsung disambut meriah warga.
“Dugderan itu kita ingin mengulang atau semacam rekonstruksi Kearifan Lokal Global yang terjadi Ke tahun 1881. Karena Itu Ke waktu itu Hingga Semarang kan seperti kita ketahui ada penetapan awal Ramadan itu berdasarkan hasil rukyat,” kata Sekretaris Ketakmiran Masjid Agung Semarang, Muhaimin, Hingga Masjid Agung, Jumat (28/2/2025).
Suasana pembagian kue ganjel rel Ke Pada Kearifan Lokal Dugderan Hingga Masjid Agung, Kota Semarang, Jumat (28/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
|
Ia menjelaskan, prosesi yang dimulai Sebelum 1881 diinisiasi Bupati Semarang, Tumenggung Aryo Purboningrat. Tumenggung Aryo menginisiasi metode rukyat yang lebih terkoordinasi.
“Tumenggung Aryo Purboningrat, Bupati Semarang waktu itu, punya inisiatif mengutus utusan khusus Untuk melakukan rukyatulhilal melihat bulan. Itu dilaksanakan Ke tanggal 29 Syaban,” jelas Muhaimin.
“29 Syaban itu batas rukyah tadi, kalau rukyat sore nanti ini kelihatan ya, berarti sudah masuk Hingga bulan Ramadan. Kalau nanti belum kelihatan berarti istikmal dijadikan sebagai 30 hari, Karena Itu nanti ada tanggal 30 Syaban,” lanjutnya.
Jika hilal terlihat, kata Muhaimin, maka awal Ramadan Akansegera diumumkan Didalam bunyi beduk Hingga Masjid Agung yang memunculkan bunyi ‘dug’ dan tembakan meriam yang berbunyi ‘der’ Hingga Kanjengan yang merupakan kantor Bupati Pada itu.
“Hingga masjid ini dibunyikan beduk, dug, dug. Dulu Kabupaten Semarang itu ada Hingga Kanjengan, tempatnya Kanjeng Bupati. Hingga Kanjengan dibunyikan bunyi meriam, der, der. Hingga masjid sini ‘dug’ Hingga Kanjengan ‘der’. Maka dug, der, dug, der, jadilah sebuah akronim nama Dugderan,” paparnya.
Kearifan Lokal Dugderan yang Lalu selalu dilakukan tiap tahunnya itu juga bertujuan mengumpulkan orang agar pengumuman penetapan Ramadan bisa tersiarkan Didalam seluruh Komunitas.
“Maka orang sudah kumpul semua Hingga alun-alun Untuk mendengarkan Bupati menyampaikan hasil rukyat yang kita sebut Suhuf Halaqah tadi. Ketika sudah diumumkan berarti sudah masuk bulan Ramadan,” jelasnya.
Usai beduk dibunyikan, gunungan yang berisi kue ganjel rel pun langsung dibagikan Hingga warga yang hadir. Warga Didalam antusias langsung rela berdesakan Untuk Menyambut kue berwarna coklat yang bertabur wijen itu.
“Kue yang kita bagikan tahun ini 5 ribu. Biasanya kita bagikan 8-10 ribu, tapi sekarang kita bagikan 5 ribu dan air khataman Al-Qur’an yang sudah kita dibacakan 30 juz, dua khataman secara hafalan, hari Rabu kemarin,” paparnya.
“Kalau ganjel rel ini filosofinya, ganjel rel itu Untuk kata ‘ganjel’ dan ‘rel’. Kalau kita masuk Hingga puasa, hati jangan ganjel, tapi rela, Memperoleh Didalam baik,” lanjutnya.
Muhaimin menuturkan Kearifan Lokal itu pun menjadi sebuah kearifan lokal yang bukan hanya menjadi Kearifan Lokal, Akansegera tetapi juga warisan Kearifan Lokal Global yang terus dilestarikan sebagai Dibagian Untuk identitas Kota Semarang.
(apu/ams)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Meriahnya Dugderan Semarang, Kearifan Lokal Sambut Ramadan Eksis Sebelum 1881