Bangli –
Kabut bertabur hujan menyelimuti jalannya prosesi pelebon atau ngaben (kremasi) Di Puri Batur Kawanan Untuk almarhum Palinggih Dane Jero Gede Kawanan/Alitan Batur, Jumat (24/1/2025) siang. Ribuan krama (warga) adat Batur turut mengantarkan jenazah mendiang Ke tunon atau setra (kuburan) Desa Adat Batur Untuk Menyediakan penghormatan terakhir.
Prosesi palebon Untuk tokoh sentral Di Desa Adat Batur sangat jarang digelar. Terakhir palebon Untuk Jero Gede Kawanan (Alitan) Batur Sebelumnya pernah digelar Di 1958 atau 66 tahun silam.
“Jero Gede Kawanan/Alitan Batur lebar (berpulang) Pada itu Di tahun 1958. Supaya Sebelum Pada itu Palinggih Dane Jero Gede Batur Alitan yang berpulang sekarang mulai bertugas Sebelum 1958 Di usia 22 tahun,” tutur Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Penyarikan Duuran Batur Di sela-sela upacara.
Sambil Itu, prosesi palebon Untuk Palinggih Dane Jero Gede Kanginan/Duhuran terakhir digelar Di 1967. Di rentang waktu yang amat lama itu, para tokoh Di Desa Batur kekurangan referensi Untuk pelaksanaan palebon khusus Untuk tokoh yang dihormati Di Batur.
“Syukurnya kami Memperoleh catatan penting Yang Berhubungan Di bade dan yang lainnya yang tertulis jelas Di Raja Purana. Palinggih Dane Jero Gede Alitan Batur juga membuat wasiat Di tahun 2014, ketika tiba waktunya berpulang beliau berpesan. Kami juga melakukan koordinasi Ke sejumlah gria, termasuk Ke Puri Ubud,” jelas Jero Penyarikan Duuran Batur.
Dia menjelaskan Jero Gede Batur mekalihan atau keduanya, baik Jero Gede Batur Kawanan (Alitan) dan Jero Gede Batur Kanginan (Duuran) adalah representasi dalem yang secara gelar disebut sebagai dalem sesangglingan. Posisinya merupakan wakil dalem Di kawasan pegunungan.
Itulah sebabnya, Jero Penyarikan melanjutkan, kajang (semacam kain) yang digunakan Di upacara palebon Jero Gede Alitan adalah Kajang Dalem. Sarana itu sangat spesial Sebab dianugerahkan langsung Dari Dalem Klungkung.
“Jero Gede Batur Di susastra kami sesungguhnya adalah seorang raja rsi yang posisinya sangat sentral Untuk Komunitas agraris subak dan Komunitas Bali pegunungan. Ini dapat kita lihat pula Di lontar Catur Dharma Kalawasan dan sejumlah Kearifan Lokal Di sejumlah Desa Batun Sendi Batur,” kata dia.
Perihal penggunaan Patulangan Kaang dan Bade Tumpang Sembilan yang digunakan ketika Palinggih Dane Jero Gede Alitan Batur Alitan lebar atau wafat juga tercatat. Di Di lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana juga tersurat, salah satu Dibagian Di lontar Rajapurana Pura Ulun Danu Batur.
“Di lembar 19 lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana dijelaskan bahwa Jero Gede Batur yang merupakan panyunggi Ida Bhatara Sakti Batur merupakan seorang danghyang (orang suci) Supaya ketika wafat dibenarkan menggunakan Bade Tumpang Sia dan Patulangan Kaang Untuk Jero Gede Alitan dan Tumpang Solas (Sebelas) dan Lembu Untuk Jero Gede Duhuran. Samping Itu dibenarkan menggunakan bandusa tumpang salu serta mamanah toya Di Pura Jati,” jelas Jero Penyarikan.
Sambil Itu, sebanyak 1.150 orang bahu-membahu menggotong bade bertingkat sembilan atau tumpang sia yang digunakan mengusung layon atau jenazah Palinggih Dane Jero Gede Kawanan Ke setra tunon Di pukul 13.20 Wita.
Ribuan warga itu berasal Di 10 desa aliansi Di Desa Batur yang dinamakan Desa Batun Sendi. Krama menempuh jarak 670 meter Di Puri Kawan Batur Ke setra yang berlokasi Di arah selatan Desa Batur.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Palebon Jero Gede Alitan Batur Terakhir Digelar 66 Tahun Silam