Banyuwangi –
Banyuwangi, menyimpan berbagai ritual adat yang masih digenggam erat masyarakatnya. Ritual Puter kayun adalah salah satu ritual yang masih tetap dijalankan Di Di degradasi Kearifan Lokal Global dan modernisasi, menolak punah.
Warga Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi tetap menjaga ritual kuno yang selalu dijalankan setiap tanggal 10 Syawal. Tampak seekor kuda Memikat andong Didalam hiasan dua ekor ular naga berkepala gatut kaca yang menjadi simbol kewibawaan dan kedigdayaan.
Seorang tokoh Kelompok didampingi seorang putri cantik duduk Didalam anggun Di pelana. Ritual ini dijalankan Didalam Kelompok adat Boyolangu Untuk menepati janji warga kepada para leluhur yang telah berjasa membuka jalan Di kawasan utara Banyuwangi.
Di ritual ini, puluhan warga napak tilas Didalam menempuh perjalanan Didalam Dusun Boyolangu hingga Watu Dodol sejauh 17,8 Km. Andong atau dokar menjadi simbol ritual adat yang wajib ada, Di tahun-tahun Sebelumnya Itu andong bisa mencapai belasan. Akan Tetapi, tahun ini hanya dua buah andong yang digunakan.
Ketua Adat Boyolangu Slamet Darmadi mengatakan, meski jumlah dokar terus berkurang hal itu tidak menganggu kekhidmatan prosesi ritual. Dokar hanyalah simbol sebab dulunya Kelompok Boyolangu banyak bekerja sebagai kusir.
“Di Boyolangu dokarnya hanya tinggal 2 saja. Menurunnya jumlah dokar ini dikarenakan hampir punahnya profesi kusir Di sini,” terang Slamet, Rabu (9/4/2025).
Selain faktor minimnya jumlah dokar, minimnya biaya juga menjadi penyebab keberadaan dokar yang kian menyusut Di ritual sakral tersebut.
“Di tahun 2023 itu sampai 17 dokar. Sebab anggarannya minim Didalam Sebab Itu Di ini seadanya. Satu dokar itu harga sewanya Rp 750 ribu. Penyelenggaraan tahun ini anggarannya minim Agar diputuskan tidak menyewa Didalam luar. Kita maksimalkan yang ada,” tegasnya.
Tak Mengurangi kekhidmatan ritual, ratusan warga berbondong-bondong mengiringi perjalanan dokar Didalam mengendarai Kendaraan Bermotor Roda Dua dan Kendaraan Pribadi.
“Meski begitu Kelompok tetap antusias dan khidmat menjalani ritual ini. Sebab esensinya bukan berada Di dokar tapi napak tilasnya,” terang Slamet.
Slamet menjelaskan ritual puter kayun merupakan Kearifan Lokal napak tilas Kelompok Boyolangu Didalam cara beramai- ramai Didalam Kelurahan Boyolangu Di Watudodol Untuk Mengadakan selamatan.
Kearifan Lokal ini digelar setahun sekali tepatnya hari Di-10 bulan Syawal. Akan Tetapi Sebelum 4 hari Sebelumnya Itu digelar rangkaian Kegiatan seperti khotmil Quran, selamatan kampung, ziarah makam leluhur, pawai Kearifan Lokal Global dan diakhiri Didalam napak tilas atau Puter Kayun.
Napak tilas ini, kata Slamet, bertujuan Untuk mengenang leluhur setempat yakni Buyut Jakso atau yang dikenal Ki Martojoyo yang disebut berjasa Di membuka akses jalan Banyuwangi Utara.
“Puter Kayun ini merupakan puncak Didalam rangkain Kearifan Lokal itu. Ini merupakan sebagai wujud rasa syukur Kelompok Boyolangu kepada Allah SWT atas rizki dan Kesejaganan yang diberikan Pada ini serta mengenang jasa para leluhur,” tegasnya.
Untuk Slamet, hal utama adalah menjaga kisah turun temurun Agar generasi Lanjutnya tidak melupakan jasa leluhur yang telah berikhtiar membuka jalan utara Agar Di ini Banyuwangi Memperoleh akses jalan Didalam arah Situbondo dan Sebagai Alternatif. Hal itu pula yang turut memberi jalan ekonomi Untuk Kelompok Banyuwangi hingga hari ini.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Puter Kayun, Ritual Kuno Banyuwangi Menolak Punah