Badung –
Ratusan pria Hingga Desa Adat Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung, parade mengelilingi desa diiringi gamelan baleganjur, Minggu (30/11/2025) sore menjelang malam. Mereka berkeliling desa Didalam membawa tombak bambu disertai bersorak-sorai alias mesuryak.
Parade ini terlihat Untuk ritual sakral Ngerebeg Matiti Suara Hingga Desa Adat Blahkiuh. Ini adalah ritual yang melambangkan kekuatan spiritual pasukan kuno sebagai upaya menetralisasi energi negatif dan menolak bala (bencana).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebiasaan Ngerebeg Matiti Suara adalah sebuah warisan leluhur yang disebut sebagai bhisama dan wajib dilaksanakan secara berkala, mengingatkan desa ini dahulu dikenal sebagai Desa Singasari, sebuah Daerah bawahan Kerajaan Mengwi.
“Kebiasaan ngerebeg ini adalah simbol Menang warga Blahkiuh Untuk suatu Arena yang diwariskan secara turun-temurun Didalam zaman Kerajaan Singasari Sebelumnya namanya sekarang menjadi Desa Adat Blahkiuh,” tutur Bendesa Adat Blahkiuh, I Gusti Ngurah Made Oka.
Rangkaian upacara, jelas Oka, dibuka Didalam Tari Baris Gede dan diikuti Dari kemunculan sosok patih Didalam utama mandala pura yang memohon pajenengan (manifestasi dewa) Sebagai Menyediakan berkah. Prosesi ini sekaligus menjadi ajang unjuk kekuatan spiritual, Hingga mana panji, senjata Pertempuran, dan senjata bambu yang dibawa warga harus melewati ritual pasupati Hingga Pura Luhur Giri Kusuma.
“Prosesi ngerebeg didahului Didalam memohon pasupati Hingga Pura Luhur Giri Kusuma Sebagai menambah energi spiritual senjata pasukan kerajaan dan Kelompok, dilanjutkan Didalam matiti suara dan diakhiri Didalam bergerak keliling palak pura (lokasi pura) sebanyak tiga kali,” terang Oka.
Inti Didalam perayaan ini, lanjut Oka, adalah matiti suara, yaitu pembacaan pangeling-eling atau pengingat dan pengucapan sumpah atau komitmen Yang Terkait Didalam keberadaan Pura Luhur Giri Kusuma yang juga stana Sang Hyang Lingga Bhuana. Matiti suara, secara bahasa, terdiri Didalam titi (penghubung) dan ‘suara’ (petunjuk/pesan) yang harus disampaikan kepada seluruh Kelompok.
“Ngerebeg ini dikemas Didalam matiti suara yang pesannya harus disampaikan kepada Kelompok agar selalu ingat dan bhakti Di sesuhunan, ida bhatara-bhatari yang berstana Hingga Pura Luhur Giri Kusuma ini,” terang Oka.
Defile atau arak-arakan Setelahnya Itu dimulai, dipimpin Dari beberapa penari Tari Nawa Sanga, yang diikuti warga banjar pelaksana sebagai pembawa senjata bambu, dan warga lain. Barisan bergerak mengelilingi palak pura (Daerah suci pura) sebanyak tiga kali Didalam mengikuti arah purwa daksina atau searah jarum jam.
“Di arak-arakan layaknya Lagi merayakan Menang, defile ini mesuryak Hingga beberapa titik Setelahnya pergantian arah,” papar Oka.
Setelahnya iring-iringan selesai, peserta mengangkat tinggi ujung tombak. Mereka lalu mengadu tombak bambu satu sama lain Sebelumnya kembali masuk area pura. Hal serupa juga diterapkan kepada senjata Nawa Sanga Hingga perempatan desa Didepan pura.
Oka menegaskan ngerebeg ini diketahui telah berlangsung Sebelum abad Hingga-17 dan diyakini Dari Kelompok sebagai sumber Kesejaganan. Pelaksanaannya dilakukan secara bergilir Dari tujuh banjar Hingga Desa Adat Blahkiuh setiap enam bulan, tepatnya Di Umanis Kuningan.
“Apabila Kelompok tidak melaksanakan ngerebeg serta lupa Akansegera Pura Luhur Giri Kusuma, diyakini Akansegera Menyambut kesusahan. Agar, ini diyakini sebagai penolak bala,” terang Oka.
(iws/iws)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Ratusan Pria Bertombak Keliling Desa Ikuti Ngerebeg Matiti Suara Hingga Blahkiuh











