Sejarah Kebiasaan Ambeng Desa Tieng Wonosobo, Kini Resmi Karena Itu WBTb 2025


Solo

Bersama wayang kedu gagrag wonosaban dan mie ongklok, Kebiasaan Ambeng Di Desa Tieng Bersama Wonosobo diresmikan sebagai Warisan Kearifan Lokal Dunia Takbenda (WBTb) Indonesia 2025. Ketiganya ditetapkan Melewati sidang yang digelar Di 5-11 Oktober 2025 Di Jakarta.

Dikutip Bersama tulisan ilmiah bertajuk Kebiasaan Ambeng Desa Tieng Wonosobo yang ditulis Andhika Dwi Nugroho, ambeng secara bahasa berarti hidangan. Ambengan merujuk Di tempat hidangan tersebut, sedangkan ngambeng berarti prosesnya.

Menarik Perhatian Untuk diperhatikan bahwa ambeng Di dasarnya adalah ragam sajian Minuman yang bisa ditemukan Di berbagai Daerah kebudayaan Jawa. Contohnya, ada Kebiasaan nasi ambeng Untuk mendoakan leluhur Di Ponorogo, Jawa Timur. Ada juga ambeng Jawa Tondano (Jaton) Di Minahasa.


Kebiasaan ambeng Di setiap Daerah tentu menyimpan karakteristik unik dan sejarah masing-masing. Bagaimana Bersama ambeng Di Desa Tieng Wonosobo yang Mutakhir-Mutakhir ini disahkan sebagai WBTb? Berikut sejarah dan serba-serbinya.

Nilai Utamanya:

  • Kebiasaan Ambeng Bersama Desa Tieng Wonosobo diresmikan sebagai Warisan Kearifan Lokal Dunia Takbenda bulan ini, Oktober 2025.
  • Ambeng adalah hidangan yang disusun bertumpuk-tumpuk. Komponen penyusunnya meliputi nasi, daun pisang, tumis buncis, mi, aneka daging, dan serundeng.
  • Kebiasaan Ambeng sudah ada Dari masa kekuasaan Belanda yang berakar Bersama Kebiasaan makan-makan bersama Di zaman klasik. Sampai sekarang, Ambeng masih lestari Bersama pembaharuan.

Sejarah Kebiasaan Ambeng Di Desa Tieng Wonosobo

Istilah ambeng pertama kali dikenal Komunitas Melewati Serat Centini yang dibuat Di masa pemerintahan Alat Buwono IV tahun 1814 Masehi. Di karya sastra itu, ambeng merujuk Di hidangan nasi yang dimakan Di Peristiwa-Peristiwa tertentu.

Di Desa Tieng, Kebiasaan Ambeng sudah eksis Dari masa kekuasaan Belanda. Kebiasaan tersebut terus dipertahankan kelestariannya Dari penduduk desa sampai sekarang. Meski begitu, mengikuti jalannya waktu, ada perubahan-perubahan yang terjadi.

Mulanya, Kebiasaan Ambeng yang digunakan Untuk Peristiwa-Peristiwa tertentu masih kental Bersama balutan nuansa klasik. Sebut saja pembacaan mantram (doa lokal) dan aneka sesaji-bunga. Dari Kiai Abdul Wahab, seorang ulama Desa Tieng, Kebiasaan ini diperbaharui Bersama menjadikannya lebih Islami.

Kini, hidangan ambeng hanya disajikan Di Peristiwa-Peristiwa keagamaan saja, yakni Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi’raj, Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Khusus bulan Ramadhan, Kebiasaan Ambeng digelar Di malam Nuzulul Quran, tanggal 17.

Sejatinya, Sebelumnya era modern, Ambeng sudah hidup Di kawasan Dieng Di bentuk Kebiasaan makan bersama Pada upacara keagamaan atau upacara penetapan Daerah bebas Iuran Wajib. Kala itu, yang disantap bersama-sama adalah skul paripurna, nasi Bersama tambahan protein hewani-nabati.

Urutan Penataan Ambeng dan Filosofinya

Sebagaimana telah disebut sekilas Di atas, Ambeng adalah Kebiasaan yang berbentuk sajian Minuman. Mirip skul paripurna, Ambeng juga punya bentuk bertumpuk-tumpuk. Berikut urutan Bersama Dibagian paling bawah beserta filosofinya:

1. Nampan

Nampan menjadi wadah hidangan ambeng Agar otomatis berada Di Dibagian paling bawah. Nampan atau tampah adalah perwujudan alam semesta. Bahan penyusunnya, bambu, menyiratkan makna kehidupan yang berasal Bersama tanah, Lalu tumbuh Di atas.

2. Nasi

Sesudah dialasi daun pisang yang dipasang terbalik Di atas nampan, nasi diletakkan. Sumber karbohidrat satu ini dianalogikan seperti gunung yang merupakan penopang kehidupan Di atasnya. Nasi juga bisa dimaknai sebagai asal kehidupan manusia yang disimbolkan Bersama biji beras.

3. Daun Pisang

Di atas nasi, daun pisang kembali diletakkan sebagai pemisah. Gunanya, mencegah nasi dan bethethan lombok hijau bercampur yang bisa membuat nasi terasa pedas. Maka Itu, maknanya adalah manusia mesti bisa menyimpan kesedihan agar tidak tercampur Bersama kehidupan lain.

4. Bethethan Lombok

Bahan Minuman satu ini ditaruh tepat Di atas daun pisang pemisah tadi. Makna filosofisnya adalah awal kehidupan manusia selalu penuh perjuangan Berjuang Bersama masa-masa pedih. Juga membawa nilai perjuangan Untuk Merasakan sesuatu.

5. Lentreh

Lentreh atau tumisan buncis disusun Di atas bethethan lombok. Berhubung tumisan ini tersusun atas potongan buncis dan beragam bumbu lain, maknanya adalah rupa-rupa kehidupan dunia. Ada banyak rasa yang harus dilalui Di hidup ini.

6. Mi Kuning

Berikutnya, ada mi kuning yang dimasak Bersama bumbu manis. Bentuk mi yang panjang bergelombang menyimpan makna perjalanan panjang nan berliku-liku manusia Sebelumnya mencapai puncak kehidupan.

7. Tahu dan Tempe

Tahu dan tempe disusun melingkar, mengikuti bentuk ambeng. Maknanya adalah kesederhanaan dan Kesejaganan Di kehidupan. Tahu dan tempe juga menyimbolkan fase kehidupan manusia yang telah mencapai usia dewasa Agar diharap bisa Membahas keputusan tepat.

8. Aneka Daging

Urutan berikutnya adalah daging, baik ikan, ayam, atau marmut. Daging menjadi simbol manusia telah mencapai hasil yang tinggi Di menjalani hidup. Daging ayam mewakili makna capaian kehidupan tinggi, daging ikan menyimbolkan kehidupan berlimpah, sedangkan daging marmut menggambarkan kehidupan yang indah.

9. Serundeng

Serundeng ditaruh Di Dibagian paling atas ambeng, membawa simbol Komunitas kecil yang harus berada Di posisi puncak Di strata kehidupan Komunitas. Serundeng juga membawa makna kehidupan manusia yang telah berakhir. Tersimbol Bersama bentuk serundeng yang kering, tetapi membawa rasa manis.

Fungsi Kebiasaan Ambeng Desa Tieng Wonosobo

Setidaknya, ada empat fungsi Kebiasaan Ambeng, yakni:

  • Bentuk Politik Luar Negeri kebudayaan Daerah, utamanya bila dihadiri Komunitas lintas Daerah.
  • Pendukung wisata religi Di Wonosobo, terlebih Pada momen-momen penting kalender Hijriyah, seperti Nuzulul Quran dan Mauludan.
  • Ambeng yang tersusun Bersama unsur karbohidrat hingga mineral adalah bentuk pengelolaan Minuman Di upaya ketahanan Kelaparan Global Komunitas desa.
  • Pemersatu dan perekat kehidupan sosial Komunitas desa. Juga wujud Kesejaganan dan kedamaian Ditengah manusia Bersama alam.

Nah, itulah pembahasan ringkas mengenai sejarah dan seluk-beluk Kebiasaan Ambeng Bersama Desa Tieng, Wonosobo, yang belum lama ini ditetapkan sebagai Warisan Kearifan Lokal Dunia Takbenda. Semoga menambah wawasan detikers, ya!

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Sejarah Kebiasaan Ambeng Desa Tieng Wonosobo, Kini Resmi Karena Itu WBTb 2025