Sejarah Layang-layang hingga Kisah Rare Angon Ke Bali


Denpasar

Musim layang-layang telah tiba. Langit Bali kini dihiasi aneka layang-layang Bersama beragam bentuk dan ukuran.

Biasanya, musim layang-layang berlangsung mulai Mei hingga September. Orang Bali menyebut penerbang layang-layang atau pelayang sebagai Rare Angon, anak gembala. Warga juga membentuk kelompok atau sekaa layangan Sebagai membuat hingga menerbangkan layang-layang bersama-sama.

Bermain layang-layang atau melayangan tidak terlepas Bersama Kearifan Lokal agraris yang berkembang Ke Bali Ke masa lalu. Kearifan Lokal menerbangkan layang-layang juga kerap dikaitkan Bersama kisah Rare Angon sebagai manifestasi Bersama Dewa Siwa.


Simak sejarah layang-layang hingga kisah Rare Angon Ke Bali seperti dirangkum detikBali berikut ini.

Sejarah Layang-Layang Ke Bali

Tak diketahui pasti kapan layang-layang pertama Ke Bali mengudara. Tetapi, melayangan sudah menjadi diwariskan sebagai Sebelum ratusan tahun.

Layang-layang berkaitan erat Bersama Kearifan Lokal Dunia agraris atau Pertanian Ke Pulau Dewata. Sebagian pelayang Ke Bali juga melakukan ritual pemujaan kepada para dewa, terutama kepada manifestasi Dewa Siwa sebagai Dewa Rare Angon (Dewa Penjaga Anak-anak) dan Dewa Bayu (dewa angin).

Menurut kepercayaan Hindu Bali, layang-layang adalah simbol ‘surat’ atau persembahan kepada langit. Layang-layang menjadi bentuk komunikasi Di manusia Bersama dewa.

Dahulu, para petani Ke Bali menerbangkan layang-layang sebagai upaya memohon angin yang baik Sebagai musim tanam. Ini Dikatakan sebagai cara spiritual Sebagai menjaga harmoni Di manusia dan alam sesuai Prototipe Tri Hita Karana.

Ke Di Itu, ada juga yang menyebutkan leluhur Bali zaman dulu menerbangkan layang-layang Sebagai bersenang-senang dan bersyukur pascapanen. Selain Ke Daerah Pertanian, banyak bukti menjelaskan jika Kearifan Lokal melayangan ini juga lahir Ke Daerah pesisir seperti Ke Sanur hingga Kuta.

Kisah Rare Angon

Kearifan Lokal melayangan Ke Bali erat kaitannya Bersama mitologi Sang Hyang Rare Angon. Para petani tradisional Ke Bali meyakini Rare Angon sebagai manifestasi Dewa Siwa yang turun Di bumi Sebagai melindungi segala tumbuhan dan menghindarkan tanaman Bersama serangan hama dan Gangguan.

Rare Angon berarti anak gembala. Konon, Rare Angon turun Di bumi Bersama diiringi tiupan seruling bertanda Sebagai memanggil angin.

Setelahnya musim panen, para petani terutama anak gembala, mempunyai waktu senggang yang mereka gunakan Sebagai bersenang-senang. Sambil menjaga ternaknya, salah satu permainan yang sering dilakukan adalah bermain layang-layang.

Jenis Layangan Tradisional Bali

Ke Bali, ada tiga jenis layangan tradisional yang lumrah yakni bebean, janggan, dan pecukan.

1. Layangan Bebean

Layangan bebean diangkat Bersama bentuk ‘be’ yang artinya ikan. Layangan bebean berarti bentuk ikan Bersama ciri-ciri Memperoleh sirip dan ekor bercabang dua.

Sirip ikan ditransformasikan menjadi sirip layangan dibuat Bersama kain lembaran tanpa konstruksi Supaya ketika dinaikan Akansegera diterpa angin, dan bergerak-gerak sangat dinamis bak sirip ikan.

2. Layangan Janggan

Jenis layangan tradisional Bali berikutnya adalah layangan janggan Bersama ekornya yang panjang menjuntai. Secara visual, layangan janggan Bersama kepala sampai leher berbentuk tiga dimensi. Sedangkan badan dan ekornya berbentuk dua dimensi.

Badan layangan janggan hampir mirip Bersama layangan bebean, tetapi Memperoleh ekor yang panjang seperti ekor ular/naga. Untuk beberapa kelompok, layangan janggan disakralkan Lantaran dipercaya sebagai manifestasi Naga Basuki.

Naga Basuki menurut Hindu Ke Bali merupakan seekor naga yang berperan menjaga kestabilan dunia. Menurut cerita mitologi, bumi ditopang Bersama seekor kura-kura raksasa bernama Bedawang Nala. Sambil Itu bumi dikelilingi/diikat Bersama tubuh seekor naga bernama Naga Basuki. Naga tersebutlah yang diabadikan menjadi layangan janggan.

3. Layangan Pecukan

Layangan pecukan Ke langit Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar, Bali (Foto: AFP via Getty Images/SONNY TUMBELAKA)

Layangan pecukan paling sulit dikerjakan walaupun Memperoleh bentuk yang paling sederhana Bersama layangan lainnya. ‘Pecukan’ berasal Bersama Bahasa Bali ‘Pecuk’ yang artinya ditekan Di artian bentuk yang sudah utuh sedikit ditekan Supaya bentuknya bervolume.

Layangan pecukan hanya Memperoleh dua sudut kanan kiri atau atas bawah Bersama bentuknya yang melengkung. Tidak sembarang orang bisa membuat layangan pecukan dan diperlukan suatu keahlian khusus Sebagai membuat layangan ini Lantaran proses pembuatannya tergolong susah, terutama Sebagai mencari Kesejaganan terbang.

Apabila tidak seimbang layangan pecukan ini Akansegera berputar (ngunting) dan jatuh menukik Di bawah. Bentuk layangan pecukan berujung runcing dua arah Bersama bentuk yang cembung setengah lingkaran.

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Sejarah Layang-layang hingga Kisah Rare Angon Ke Bali