Single? Yuk Nyari Jodoh ala Kearifan Lokal Global Sunda Ke ‘Neang Jodo’ WJF 2025



Bandung

Orang Sunda memegang prinsip ‘jodo, pati, bagja, cilaka’ (jodoh, kematian, Kesenangan, dan sengsara) sudah ada yang mengatur. Akan Tetapi, meski sudah ada yang mengatur, bukan berarti orang Sunda tidak berikhtiar Sebagai mencari jodoh dan Sejahtera serta menghindari sengsara dan kematian sia-sia.

Satu Ke Ditengah ikhtiar itu adalah yang dihadirkan Ke West Java Perayaan Seni (WJF) 2025, yang Akansegera berlangsung akhir pekan ini, 8-9 November 2025 Ke Kiara Artha Park, Kota Bandung. Ya, pengunjung bisa mengikuti ajang pencarian jodoh bertajuk ‘Neang Jodo’. Peristiwa tersebut Akansegera digelar Ke Sabtu 8 November 2025 Ke Teras Motekar, mulai pukul 16.30 WIB.

Akan Tetapi ada syaratnya Sebagai menjadi peserta Ke Peristiwa itu, yaitu: 1) Single dan berkualitas baik; 2) Usia 21-30 tahun; 3) Punya karakter Panca Waluya, yaitu cageur, bageur, bener, pinter, dan singer.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peserta Untuk Peristiwa ‘Neang Jodo’ ini dibatasi lho! Untuk detikers yang tertarik, bisa mendaftarnya Bersama sekarang Lewat https://bit.ly/NeangJodoWJF2025.

Siapa tahu detikers dapat jodoh mojang Sunda yang terkenal cantik dan percéka (serba tahu dan serba bisa), atau Untuk yang perempuan dapat jodoh jajaka Sunda yang rancagé (cakap, tabah hati, dan kreatif).

Kearifan Lokal Global Cari Jodoh Ke Sunda

Baik Ke masa Sunda kuno, maupun Ke masa Sunda pasca-penjajahan Mataram Islam, Kearifan Lokal Global cari jodoh Ke Sunda tidak ‘nembak’ secara langsung laki-laki kepada perempuan, apalagi Sebagai Gantinya. Kearifan Lokal Global mencari jodoh Ke Sunda tetap menggunakan ‘Panglayar’ atau perantara yang kini biasa disebut Mak Comblang. Dahulu, sesuai namanya, Mak Comblang dijabat seorang perempuan.

Ke sini, Sebagai membuktikan bagaimana Kearifan Lokal Global ‘Neang Jodo’ Ke Sunda, detikJabar menggunakan dua naskah sastra. Pertama, ‘Kitab Bujangga Manik’ yang merupakan naskah Sunda kuno. Kedua, novel modern pertama Ke Sunda gubahan sastrawan terkemuka D.K. Ardiwinata berjudul ‘Baruang Ka Nu Ngarora’.

Mak Comblang Untuk Kitab Bujangga Manik

Mak Comblang ini bernama Jompong Larang. Dia dikisahkan jika berjalan bergoyang tubuhnya Bisa Jadi Sebab besar, dikiaskan Ke bentuk tubuh gajah.

Dingaran si Jo(m)pong Larang, gupuh sigug ga(m)pang kaeur, leu(m)pang bitan gajar jawa.” (Dia yang dipanggil Jompong Larang, sangat gugup, ceroboh, mudah terganggu, dan berjalan seperti gajah Jawa).

Untuk naskah Bujangga Manik, tokoh Bersama kadatuan yang berlokasi Ke sebelah barat Istana Pakancilan ini tiba-tiba datang Hingga Pakancilan dan menanyakan tentang keberadaan seorang resi yang tak lain adalah Ameng Layaran. Begitu melihat lelaki muda itu, Si Jompong Larang merasa sangat tertarik.

“Dia yang dipanggil Jompong Larang, benar-benar terlihat tergoda, dia memerhatikannya dan menelitinya, dia memerhatikannya Bersama seksama, Bersama kepala sampai kaki, benar-benar tergoda Dari bentuk tubuhnya.”

Sepulang Bersama Pakancilan, dia Ke kadatuan tempat Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana berada. Ke istana itu, dia bercerita tentang apa yang Mutakhir saja dilihatnya, yaitu lelaki muda Bersama perawakan yang pas, dan dirasa olehnya cocok Sebagai dijodohkan Bersama Ajung Larang.

Si Comblang lalu berkata-kata tentang kegantengan dan kegagahan Ameng Layaran yang bernama Asli Prabu Jaya Pakuan, yang Setelahnya Itu mengganti nama Ke akhir hayatnya menjadi Bujangga Manik.

Carekna si Jorong Lo(m)pong: “Taan urang Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, ra(m)pes teuing jeueung aing: Latara teuing nu kasep. Inya kasep inya pelag, keur meujeuh pasieupan deung taan urang Ajung Larang.”

(Jompong Larang berkata: “Putri kami, Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, sangatlah indah apa yang ku lihat: Seseorang laki-laki sangat tampan. Tampan, adil, sangat cocok Bersama Putri Ajung Larang!”)

Sanembal si Jo(m)pong Larang: “Samapun ngaranna Ameng Layaran. Latara teuing na kasep, kasep manan Banyak Catra, leuwih manan Silih Wangi, liwat ti tuang ponakan. Ageungna se(ng)serang panon, [keur meujeuh] pauc-pauceun Ke a(n)jung, timang-timangeun Ke ranjang, tepok tepokeun Ke kobong, edek-edekeun Ke rengkeng. Teher bisa carek Jawa, w(e)ruh Ke na eusi tangtu, lapat Ke tata pustaka, w(e)ruh Ke darma pitutur, bisa Ke sanghiang darma.”

(Jompong Larang menjawab: “Mohon maaf, Putri, nama laki-laki itu Ameng Layaran, seorang laki-laki yang sangat tampan, lebih tampan Bersama Banyak Catra, lebih tampan Bersama Silih Wangi, Malahan lebih tampan Bersama keponakan Putri. Ia tinggi dan sangat diidam-idamkan, laki-laki Sebagai dipeluk dan dibelai Ke beranda, Sebagai ditimang-timang Ke ranjang, ditimbang Dari peraturan, Sebagai dirangkul Ke ruang tidur. Ke Di Itu ia bisa bahasa Jawa, mengetahui isi Bersama kitab-kitab, mengenal susunan Bacaan-Bacaan, mengetahui hukum dan nasihat-nasihat, mengenal sanghyang darma.)

Ajung Larang Sakean Kilat Bancana yang mendengar cerita si Jompong Larang itu menjadi berhasrat. Dia lalu menyiapkan sejumlah hadiah Sebagai Diberikan Hingga Pakancilan. Dia mengirimkan kain dan benda-benda mahal lainnya. Syukur-syukur Bujangga Manik mau Memperoleh. Jika diterima, nanti Ajung Larang Sakean Kilat Bancana sendiri yang Akansegera datang Hingga istana Pakancilan.

Sayang, Bujangga Manik yang telah dibujuk ibunda Sebagai Memperoleh lamaran Bersama Ajung Larang itu pun tetap menolak. Dia tidak menikah. Dia Malahan memutuskan Sebagai pergi lagi Bersama Pakancilan, yang hingga akhir naskah, Setelahnya perjalanan puluhan tahun, tidak dikisahkan Ameng Layaran itu kembali Hingga istana.

Mak Comblang Untuk ‘Baruang Ka Nu Ngarora’

Novel ‘Baruang Ka Nu Ngarora’ atau Racun Untuk Remaja berkisah tentang Nyi Rapiah yang Akansegera menikah Bersama pemuda bernama Ujang Kusen. Untuk pernikahan adat Sunda yang tidak selesai Untuk sehari, gangguan kesetiaan datang kepada Nyi Rapiah.

Yaitu, menjelang hari-hari pernikahan datang seorang tukang kain yang bertindak sebagai Mak Comblang bernama Nyi Dampi, yang Ke Di berdagang Hingga Rumah Nyi Rapiah, juga menitipkan sebuah cincin Bersama seorang pemuda anak bupati, namanya Aom Usman.

Sambil menitipkan cincin itu, Nyi Dampi memperlihatkan potret Aom Usman yang membuat Nyi Rapiah goyah Untuk jalinan cintanya Bersama Ujang Kusen. Bukan hanya goyah Sebab ternyata Aom Usman juga ganteng, Akan Tetapi Sebab kepastian keberlimpahan harta Aom Usman.

Tetapi, Nyi Rapiah menolaknya Bersama halus titipan Nyi Dampi itu. Dia Setelahnya Itu tetap menikah Bersama Ujang Kusen, meski Untuk hatinya teringat terus Akansegera sosok Aom Usman.

Nyi Rapiah si cantik jelita adalah anak Haji Abdul Raup dan merupakan warga Kampung Pasar. Cerita tentangnya terjadi Ke tahun 1874 Ke mana Haji Abdul Raup adalah orang kaya kampung, meski tidak kaya-kaya betul seperti keluarga bupati.

Demikian Ujang Kusen, anak Haji Samsudin, juga tidak sengsara-sengsara betul, dan karenanya, dia harus bekerja lebih keras agar bisa hidup mandiri, tidak bergantung kepada kekayaan orang tuanya.

Sebagai pengantin Mutakhir, terpikir juga Dari Ujang Kusen Sebagai merintis usaha. Dia memilih Sebagai menjadi juragan Minuman Kafein Ke Lokasi yang Didekat gunung, juga Sebagai menjual Busana dan Barang Dagangan lainnya secara kredit Hingga warga kampung. Mereka pun memutuskan pindah.

Kepindahan itu, juga Sebagai menghindari Aom Usman yang Setelahnya diperhatikan, tak hentinya melayangkan godaan kepada Nyi Rapiah yang telah sah menjadi istri Ujang Kusen. Akan Tetapi, Ke akhirnya cinta yang dibalut sengsara Sebab harus hidup Ke gunung menggoyahkan ‘iman’ Nyi Rapiah.

Perempuan itu kabur Bersama Ujang Kusen dan memilih Sebagai bercerai dan menikah Bersama Aom Usman yang Dari pertama Mencari dirinya. Menarik Perhatian sekali akhir cerita Nyi Rapiah, sebab dia Ke perjalanan pernikahannya dimadu juga Dari Aom Usman.

Demikian cerita pencarian jodoh Ke Sunda. Peristiwa ‘Neang Jodo’ Ke WJF 2025 itu menjadi sebagai ‘Panglayar’ atau Mak Comblang Sebagai Merasakan pasangan ideal yang diimpikan.

(yum/yum)

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Single? Yuk Nyari Jodoh ala Kearifan Lokal Global Sunda Ke ‘Neang Jodo’ WJF 2025