Bandung –
Benjang gulat atau benjang gelut adalah Seni Kekayaan Budaya tradisional dan bela diri yang cukup dikenal Ke Area Bandung Timur, khususnya Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Seni Kekayaan Budaya benjang ini sudah berumur lebih Di 100 tahun dan kerap digelar Ke pesta khitanan.
Selain benjang gelut, ada juga benjang jenis lain, yakni helaran dan benjang topeng. Tiga jenis benjang ini kerap digelar Untuk satu Peristiwa khitanan warga sebagai bentuk rasa syukur dan mempererat tali silaturahmi antar warga.
Seni Kekayaan Budaya benjang ini sudah mendarah daging, Malahan Untuk warga Ujungberung. Tak lengkap rasanya jika menyunat anaknya tanpa Melakukan benjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikJabar berkesempatan berkunjung Hingga kediaman Pimpinan Seni Kekayaan Budaya Benjang Pusaka Gelar Putra Asep Dede Mulyana yang berada Ke Cijengkol, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung.
Sebelumnya berbincang soal sejarah benjang Ke Bandung Timur, Asep mengatakan, jika Seni Kekayaan Budaya benjang kini sudah Memperoleh legal formal dan organisasi resmi, yakni Persatuan Benjang Indonesia Jawa Barat dan anggotanya sudah tersebar Ke Area Bandung Raya meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Kota Bandung dan Cimahi. Masih Ke Bandung Raya.
Menurut Asep, benjang sudah ada Dari akhir abad 19. Meski demikian, tidak ada bukti sejarah konkret Untuk Seni Kekayaan Budaya satu ini.
“Kalau bukti sejarah berupa prasasti atau dokumentasi kita tidak ada, kalau Di cerita dan riwayat Ke akhir abad 19. Tokohnya juga tidak disebutkan secara rinci Lantaran ada beberapa versi ada H Hayat Di Cibiru, lalu Abah Alwasim Di Ciwaru, dan banyak lagi. Mungkin Saja orang-orang tersebut berbarengan ciptakan benjang Ke masa itu, tapi kalau disebut tokoh sentralnya, bisa dikatakan tidak ada,” kata Asep kepada detikJabar.
Asep mengungkapkan, Sebelumnya mejadi Seni Kekayaan Budaya benjang, dulu benjang berasal Di permainan hingga berasimilasi menjadi sesuatu bela diri tercipta Ke akhir abad 19 dan dikenal benjang gelut.
“Benjang gelut ini berasal Di tiga permainan, yakni dogongan, seredan dan mumundingan. Di permainan itu berkembang menjadi gelut benjang, benjang itu akronim Di sasamben budak bujang, sasamben itu pekarangan Rumah, budak bujang Lantaran dia mainkannya anak yang beranjak dewasa,” ungkapnya.
Di permainan tersebut menurut Asep berkembang menjadi benjang gelut, benjang gelut Memperoleh banyak Metode gerakan yang diadaptasi Di permainan dogongan, seredan dan mumundingan,
“Benjang gelut berasal Di dogongan, dogongan yaitu saling Mendorong, menggunakan halu atau pikulan alias rancatan, ada dua orang saling dorong Untuk uji kekuatan sambil bermain. Lalu seredan, kalau seredan saling dorong menggunakan pundak, Karena Itu pundak dan pundak bertemu, Di situ berkembang Karena Itu mumundingan, saling dorong tapi menggunakan kepala, Di permainan itu berasimilasi Di adanya Aktivitasfisik pencak silat atau usik yang ada Ke Ujungberung dan terciptalah bela diri atau Ke sini disebut benjang gelut,” jelasnya.
Mengenal 3 Jenis Benjang
Jika ada benjang gelut, pasti ada benjang helaran dan benjang topeng. Benjang gelut ini digelar Ke malam hari, Untuk memberitahu warga atau menginformasikan kepada warga Yang Berhubungan Di gelaran Seni Kekayaan Budaya ini. Maka digelarlah benjang helaran Ke siang hingga sore hari.
“Benjang gelut ini digelar Ke malam hari dan siang hari Untuk memberitahu malamnya ada benjang gelut, ditabuh lah tabuhan benjang helaran keliling kampung. Tabuhan Alunan benjang ini diiringi Di alat Alunan terbangan dan rudat,” ujarnya.
Ke benjang helaran, lingkung Seni Kekayaan Budaya yang mengisi Peristiwa Ke [esta khitanan warga Berencana berkeliling mengitari jalan kampung. Rombongan ini Berencana berkeliling Di satu kampung Hingga kampung lainnya. Bila tamu yang datang Ke Peristiwa benjang gelut, maka yang punya pesta Berencana lebih senang.
“Siang itu keliling, kalau nanti malam Berencana diadakan benjang gelut. Awal publikasi atau wawasan membunyikan alat terbangan dan dilengkapi Di properti. Ada kuda lumping, babarongan, jempana dan lainnya. Jempana itu diduduki anak yang besoknya Berencana disunat,” tuturnya.
Sore harinya, rombongan kembali Hingga Rumah yang Melakukan pesta khitanan, Ke benjang helaran itu juga digelar banyak atraksi yang menghibur warga. Lantaran benjang gelut digelar Ke malam hari, Untuk mengisi waktu maka benjang topeng pun turut digelar. Hal itu dilakukan agar para tamu yang datang tidak pulang dan tetap meramaikan pesta khitanan warga ini.
“Lantaran Di benjang helaran dan benjang gelut ada jarak waktu disitu ada Imajinasi seniman. Diciptakan suatu tampilan Mutakhir yang berbentuk topeng benjang, disebut menyadur tidak, tapi itu Imajinasi seniman Ujungberung Ke masa itu luar bisa, sekarang kita tahu tari topeng Di Cirebon, Ke kita juga ada tari topeng benjang, memang sama ada empat karakter, bedanya Cirebon satu orang satu karakter, Ke kita Olahragawan topeng memainkan empat karakter, dia itu menggunakan empat kostum sekaligus, pertama dia memerankan putri, Setelahnya itu emban, Setelahnya itu tumenggung lalu rahwana, itu diperankan satu orang,” terangnya.
Benjang topeng itu diperankan Dari penari pria, jika waktunya sudah tiba pertunjukan benjang topeng diakhiri dan dilanjutkan benjang gelut. Benjang gelut menjadi Peristiwa puncak yang ditunggu-tunggu para penonton yang datang.
Aturan Benjang Gelut
Asep menyebut, Seni Kekayaan Budaya benjang ini Memperoleh filosofi habluminallah dan habluminannas. Habluminallah ada Ke benjang helaran dan benjang topeng Lantaran berhubungan filosofi manusia Di tuhannya. Kalau benjang gulat itu habluminannas, hubungan manusia Di manusia yaitu silaturahmi.
Benjang gelut, bukan bela diri gaya bebas. Aturannya hampir sama Di gulat, Tetapi benjang gelut lebih ketat.
“Peristiwa ini digelar sebagai kegiatan silaturahmi antar kampung Kendati Di cara Aktivitasfisik full body contek,” ujarnya.
Peserta benjang gelut ini datang Di penonton yang datang. Sebelumnya para penonton melakukan Aksi Massa bela diri, mereka Berencana saling tantang menantang Ke tempat yang digunakan menjadi arena benjang gelut ini.
“Karena Itu Kelompok zaman dulu tahu, jika ada benjang mereka Berencana datang, siapa yang main? ya yang nonton, pertama Berencana ada seorang penonton yang ngibing (menari) Hingga Di arena, orang yang ngibing ini secara tidak langsung siapa yang berani Hingga saya istilahnya menantang siapa yang berani dan yang nonton Berencana naksir, naksir Ke sini yakni ditimbang postur tubuh lawannya, kalau ada yang berani seorang masuk menari Hingga Di lapang, kalau keduanya buka baju berarti saling berani, kalau salah satu tidak berani, Berencana kembali tanpa membuka baju, Sambil yang sudah buka Genangan Air dia mencari lawan tanding lainnya. Buka baju itu istilah Ke benjang disebut Ke pesek, Setelahnya ada yang berani masuk dan buka baju lalu bertarung,” tuturnya.
Lalu bagaimana menentukan peserta yang Mendominasi dan kalah? Asep mengatakan, Mendominasi kalah Untuk permainan ini bisa dilihat pertama apabila punggung seorang Olahragawan benjang atau patandang benjang menyentuh tanah, Karena Itu gimana caranya agar punggung si patandang ini mengenai tanah, jika ada yang menyentuh maka dinyatakan kalah.
“Tapi tidak boleh mukul, tidak boleh mengenai tanah dan tidak boleh menyakiti, yang boleh dipegang Di pinggang Hingga atas, pinggang Hingga bawah tidak boleh dipegang. Pukulan tidak boleh Lantaran itu Kartu Kuning sangat fatal,” pungkasnya.
(wip/mso)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Seni Kekayaan Budaya Benjang yang Populer Ke Bandung Timur