Denpasar –
Di rangka Hari Perempuan Internasional 8 Maret, lima seniman perempuan menampilkan karya-karya yang merayakan energi, gairah, dan identitas mereka Di pameran Karyaseni rupa bertajuk Denyar Renjana: Pulse of Passions Di Santrian Art Gallery, Sanur.
Pameran ini berlangsung Di 7 Maret hingga 7 April 2025 dan menampilkan 18 karya Di Erica Hestu Wahyuni, Mola, Ni Nyoman Sani, Theresia Agustinus Sitompul, dan Yasumi Ishii.
Kurator pameran, Anton Susanto, menekankan Denyar Renjana menghidupkan denyut semangat para seniman perempuan yang telah berkarya dan berkarier Di dunia Karyaseni rupa. Meski Memperoleh medium dan gaya yang berbeda, mereka semua telah mencapai fase Di mana Karyaseni menjadi Dibagian Di identitas dan tanggung jawab mereka.
“Pameran ini bukan sekadar Menunjukkan karya, tapi juga menyampaikan vibrasi energi dan gairah Di setiap seniman. Di dunia Karyaseni rupa yang masih didominasi maskulinitas, perempuan terus berjuang agar Menyambut tempat yang setara,” ujar Anton, Jumat (7/3/2025).
Di dunia Karyaseni rupa modern, seniman dan kurator perempuan masih menjadi minoritas. Seringkali, perempuan harus Berjuang Didalam stereotip yang membatasi ruang gerak mereka. Mulai Di anggapan bahwa Karyaseni adalah dunia laki-laki hingga asumsi bahwa perempuan lebih cocok berada Di ranah domestik.
Tetapi, pameran ini membuktikan perempuan Memperoleh cara pandang dan bahasa visual yang unik Di Karyaseni. Anton mencontohkan karya Theresia Agustinus Sitompul yang secara sekilas terlihat seperti lanskap umum, tetapi ternyata dibentuk Di susunan benda-benda domestik Rumah tangga yang sering diasosiasikan erat Didalam pekerjaan perempuan.
“Sekilas, komposisinya tampak seperti lanskap yang umum. Tapi kalau diperhatikan lebih Didekat, lanskap itu sebenarnya tersusun Di benda-benda domestik yang sering kita temui Di Rumah. Biasanya, lanskap Di Karyaseni rupa menggambarkan keindahan ala Mooi Indie. Tapi, benarkah itu satu-satunya pemandangan yang kita lihat setiap hari? Jangan-jangan, lanskap yang paling akrab justru adalah yang ada Di Di Rumah kita sendiri,” ulas kurator 45 tahun itu.
Pendekatan perempuan Di berkarya seringkali lebih parsial, menyeluruh, dan penuh Didalam lapisan makna. Anton sebagai kurator Melakukanlangkah-Langkah menjembatani keberagaman itu agar setiap karya bisa tampil dan bersuara Di satu ruang pamer.
Savitri Sastrawan (34), penulis Di pameran ini menyebut Denyar Renjana sebagai Dibagian Di Putaran Terbaru Untuk seniman perempuan Di Bali.
“Sepuluh tahun lalu, seniman perempuan jarang terlihat. Mereka sering didiskriminasi, Disorot sibuk Didalam tugas domestik, atau karyanya Disorot tidak sekuat laki-laki. Justru ada anggapan bahwa perempuan lebih cocok Karena Itu model daripada seniman,” ujarnya dosen Karyaseni Rupa Murni ISI Bali itu
Tetapi, perlawanan terus terjadi, meski Di bentuk yang senyap Melewati pameran, tulisan, dan Unjuk Rasa saling mendukung. Kini, Lebih banyak seniman perempuan yang berani muncul dan Menyambut ruang.
Savitri juga menyoroti Di dunia akademik, jumlah mahasiswa perempuan Di jurusan Karyaseni Murni kini lebih seimbang dibandingkan Sebelumnya Itu. Hal ini menjadi bukti bahwa ekosistem Karyaseni Lebih terbuka Untuk perempuan.
Melewati karya-karya yang dipamerkan, Denyar Renjana mengingatkan bahwa Karyaseni perempuan bukan sekadar pelengkap, melainkan denyut yang menghidupkan dunia Karyaseni itu sendiri.
Di Hari Perempuan Internasional ini, pameran ini menjadi refleksi bahwa perempuan terus bergerak, berkarya, dan menerangi dunia Didalam gairah serta Imajinasi mereka.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Pameran Denyar Renjana: Ekspresi Perlawanan Para Perempuan