Bandung –
Ajag sudah lama dikenal Ke Sunda. Kebiasaan hewan itu melolong Ke Di malam Malahan telah menyerap Hingga Di karya-karya sastra Sunda yang memberi kesan ngeri Ke suasana yang dibangun Di sebuah cerita.
Misalnya Di Fiksimini karangan Aris Kumetir berjudul ‘Pasir Suni’ yang dipublikasi situs Sundadigi, ada kalimat ‘Ajag babaung mapag purnama’ (Ajag melolong menyambut purnama).
Babaung atau melolongnya ajag menjadi pembangun suasana Di cerita sebagai suasana yang sunyi, sendiri, dan bahaya yang mengancam Ke hadapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pula Ke Di ‘Kalangkang Panonpoé’ karya Nana Sukmana kalimat yang serupa: ‘Selengseng seungit kembang. Cungungung sada ajag babaung’ (semerbak bau kembang, lamat-lamat terdengar ajag melolong).
Tetapi, apa sejatinya makna ‘Babaung’ yang dilekatkan Ke hewan Ajag yang merupakan kerabat serigala, rubah, koyote, dan jenis-jenis anjing hutan lainnya ini? Bukankah ‘Babaung’ artinya menangis?
Mengenal Ajag yang Sering ‘Babaung’
Seperti keluarga Canidae (anjing) lainnya, Ajag punya kebiasan melolong (babaung). Setiap anggota family Canidae punya kekhasan cara dan panjang lolongan masing-masing. Bulan purnama yang terang sering dikaitkan Bersama lolongan ajag dan sesungguhnya lolongan ini punya beragam fungsi.
Tetapi, Sebelumnya Menyoroti ‘Babaung’ ajag, elok Untuk mengenal apa itu ajag terlebih dahulu. Apa itu Ajag?
Dikutip Di detikEdu, hewan ini punya nama ilmiah Cuon alpinus. Hewan ini tersebar Ke Asia, termasuk Indonesia. Ke Indonesia, ada dua tempat yang menjadi habitat ajag. Yaitu, pulau Jawa dan Sumatera.
Ajag yang hidup Ke Jawa bernama ilmiah Cuon alpinus javanicus. Satwa ini ditemukan Ke antaranya Ke Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Gunung Halimun Salak, Ujung Kulon, dan Baluran.
Sambil yang hidup Ke Sumatera bernama ilmiah Cuon alpinus sumatrensis. Ke sini, Ajag mendiami kawasan pegunungan dan hutan Ke antaranya dapat dijumpai Ke kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (NAD-Sumatra Utara), Sumatra Barat.
Ajag adalah predator, yaitu hidup Bersama memakan hewan lainnya. Penduduk Dunia hewan buruan ajag yang Mungkin Saja makin berkurang membuat kawanan anjing hutan ini ‘nekat’ berburu ternak. Konflik Di ajag dan pemilik ternak kerap terjadi.
Konflik ini riskan Untuk keselamatan ajag. Tak sedikit, reaksi manusia yang resah Berencana kematian ternak mereka menyebabkan Penduduk Dunia ajag berkurang.
Padahal berdasarkan Peraturan Pembantu Presiden Tim Menteri LHK No. P20 Tahun 2018 tentang Jenis Satwa dan Tumbuhan Dilindungi, ajag termasuk satwa yang dilindungi Ke Indonesia.
Ke dunia internasional, status perlindungan ajag berdasarkan International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Redlist 2013, ajag merupakan kategori satwa liar yang terancam punah. Penduduk Dunia ajag dewasa Ke seluruh dunia tidak lebih Di 2.500 ekor.
Selain Ke Indonesia, spesies Cuon alpinus dapat ditemukan Ke antaranya Ke India, Thailand, Myanmar, Bhutan, Kamboja, China, Laos, Malaysia, Nepal, Bangladesh, Pakistan, Vietnam.
Ciri Fisik Ajag yang Mirip Serigala
Ke Di jenis anjing lainnya Di family Canidae, Ajag punya kemiripan fisik Bersama serigala, koyote, rubah, dan likaon.
detikEdu mengutip Literatur Kamus Nomenklatur Flora dan Fauna Dari Tomi Zapino, hewan ajag mempunyai perawakan Di Bersama panjang tubuh 90 cm, tinggi badan 50 cm, berat badan 12-20 kg, dan panjang ekor 40-50 cm.
Hewan ini Didekat Bersama ciri fisik serigala. Tetapi, kecenderungan warna bulunya dominan coklat kemerahan, Pada leher dan perut agak putih dan ekor berwarna kehitaman.
Biasanya mereka hidup bergerombol Di 5-12 ekor, tergantung bagaimana Situasi lingkungan tempat mereka tinggal. Tetapi ada kalanya mereka dapat hidup menyendiri.
Satwa ini merupakan salah satu predator yang Memperoleh peran penting Di ekosistem. Ajag mempunyai peranan sebagai pengendali Penduduk Dunia mangsa. Pada hewan ajag berburu secara bergerombol target mangsa yang diincar berupa hewan besar seperti babi hutan, rusa, kijang.
Arti Kata ‘Babaung’
Babaung adalah bahasa Sunda yang merupakan onomatope Di sebuah suara yang terdengar seperti ‘aung’. Babaung berarti ‘bersuara aung’.
Kamus Bahasa Sunda, Sundadigi menyebutkan bahwa ‘Babaung’ melekat Ke suara anjing andar (liar) yaitu ajag yang ‘ngalanglaung jiga nu sedih’ (melolong seperti yang sedih).
Menurut kamus itu pula, kata Babaung bisa diterapkan kepada manusia, yaitu Untuk menjelaskan bahwa seseorang Di menangis Sebab sedih. Sedih yang teramat membuat suara tangisan yang tidak putus-putus dan terdengar seperti lolongan ajag.
Digunakan Untuk Orang Yang Bicara Tanpa Kontrol
Meski menurut kamus Babaung berarti suara ‘aung’ yang panjang seperti tangisan, tapi Ke praktik berbahasa sehari-hari, makna Babaung bisa berubah. Babaung terkadang bukan mengandung kesedihan, melainkan diterapkan kepada orang yang bicara asal bunyi, Malahan bicara disertai emosi meletup.
Ke media sosial, banyak Kelompok Sunda yang melekatkan ‘Ajag Babaung’ Ke omongan (tulisan) yang tidak jelas maksudnya.
Misalnya ada unggahan seperti ini Ke Facebook: “Doang ajag we, babaung kaditu kdiyeu. Nyungur nu jelas! (Seperti ajag saja, melolong kesana-kemari, ngomong yang jelas!)
Ke grup Facebook Tempattinggal Bersama Urang Cianjur, ada unggahan serupa:: “Tadi isuk mah aya nu nyatus beledag beledug.. ngagogog siga ajag nuju babaung..padahal mah kira2 teu gaduh roko sareng Minuman Kafein mah..tong nyoo hp atuh nya. (Tadi pagi ada yang buat status meledak-ledak, menggonggong, seperti ajag Di melolong. Padahal mah kalau kira-kira tak punya rokok dan Minuman Kafein, ya jangan main hape).
Demikianlah perihal ungkapan ‘Ajag Babaung’ Di sastra Sunda dan realitas penggunaan bahasa Ke Kelompok Sunda. Semoga artikel ini berguna.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Makna Ungkapan ‘Ajag Babaung’ Ke Sunda