Denpasar –
Umat Hindu kembali merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Tahun ini, Galungan kembali dirayakan Di Rabu, 23 April 2025. Sedangkan, Kuningan jatuh Di Sabtu, 3 Mei 2025.
Perayaan Galungan selalu jatuh setiap hari Rabu, Dan Begitu Juga Kuningan yang selalu jatuh setiap hari Sabtu. Bagaimana penjelasannya?
Perayaan Galungan dan Kuningan dihitung menggunakan siklus 210 hari (enam bulan) sekali. Jarak Antara Galungan dan Kuningan adalah 10 hari. Perhitungan perayaan kedua hari raya itu mengacu Di penanggalan kalender Bali, bukan kalender Masehi.
Galungan jatuh setiap hari Rabu Di wuku Dungulan (Budha Kliwon Dungulan). Sedangkan Kuningan jatuh setiap hari Sabtu Di wuku Kuningan (Saniscara Kliwon Wuku Kuningan).
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan Di Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar itu menyebutkan: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.”
Artinya: “Perayaan Galungan pertama digelar Di hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.”
Galungan kerap dimaknai sebagai Kemenangannya dharma (kebaikan) atas adharma (kebatilan. Secara filosofis, Galungan menjadi momentum Untuk umat Hindu Sebagai Meningkatkan kesadaran spiritual agar selalu melawan adharma dan menegakkan dharma. Adapun, pikiran yang terang merupakan wujud dharma Di diri manusia.
Makna Penjor Galungan
Salah satu yang menjadi ciri khas menjelang Galungan adalah pemasangan penjor Hingga Didepan Rumah-Rumah warga Bali. Lantas, apa makna penjor Di Hari Raya Galungan?
Seperti diketahui, rangkaian Galungan sudah dimulai Sebelum Tumpek Wariga, Lalu Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Samping Itu, ada pula Hari Penyekeban (Redite Pahing Dunggulan), Penyajaan Galungan (Soma Pon Dunggulan), hingga Penampahan Galungan (Anggara Wage Dunggulan).
Penjor merupakan wujud rasa syukur atas kemakmuran dan Keadaan yang telah diberikan Di Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penjor terbuat Di bambu melengkung yang telah dihiasi Di rangkaian janur dan ornamen-ornamen yang bersumber Di alam.
Dra Ni Made Sri Arwati (1992) menjelaskan penjor dibuat Di sebatang bambu yang ujungnya melengkung Hingga bawah dan dihiasi Di janur atau ambu, daun-daunan, buah-buahan, bunga, porosan. Penjor merupakan simbol pertiwi Di segala hasilnya yang Menyediakan kehidupan dan keselamatan Untuk manusia.
Penjor dilengkapi Di sanggah sebagai tempat sesajen atau banten, sampyan, lamak, gantung-gantungan, tetandingan Di pala bungkah, pala gantung, jajan, dan hiasannya.
Umat Hindu Hingga Bali memaknai penjor sebagai simbol Di gunung yang Disorot suci. Penjor yang dipasang menancap Hingga bumi atau pertiwi menjadi simbol kehidupan dan keselamatan. Menurut lontar Jayakasunu, penjor disebut melambangkan Gunung Agung.
Ada pula yang memaknai penjor sebagai simbol Naga Basuki yang merupakan simbol kemakmuran. Menurut lontar Basuki Tatwa, gunung (giri) adalah naga raja, yaitu Naga Basuki. Gembrong dibuat Di daun kelapa (janur) yang menggambarkan rambut Di sang naga.
Hiasan Di sepanjang bambu Di bawah hingga atas penjor terdiri Di gantungan-gantungan seperti padi, ketela, jagung, kain, dan sebagainya. Berbagai bahan alam itu menjadi simbol Di bulu Naga Ananta Bhoga yang Disorot sebagai tempat tumbuhnya sandang dan Ketahanan Pangan.
Pemasangan penjor dilakukan Di Di hari Penampahan Galungan, yaitu sehari Sebelumnya Hari Raya Galungan. Pemasangan penjor Di hari Penampahan Galungan juga menandakan bahwa dharma dapat ditegakkan.
Di Di Yang Sama, pencabutan penjor Galungan dilakukan Di Buda Kliwon Pahang atau disebut pula Di Buda Kliwon Pegatwakan atau Pegat Warah. Hari tersebut merupakan hari berakhirnya seluruh rangkaian upacara Galungan. Setelahnya dicabut, biasanya penjor dibersihkan dan dibakar.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Kenapa Hari Raya Galungan Jatuh Setiap Rabu? Simak Penjelasannya