Mataram –
I Wayan Agus Suwartama alias IWAS resmi melepas masa lajang Bersama menikahi pujaan hatinya, Ni Luh Nopianti. Tetapi, momen Sejahtera itu harus dijalani tanpa kehadiran fisik Agus, yang Pada ini masih menjadi tahanan Di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat.
Pengacara Agus, Ainuddin, membenarkan pernikahan tersebut. Ia mengatakan, pernikahan itu telah direncanakan jauh Sebelumnya Peristiwa Pidana dugaan pelecehan seksual menimpa kliennya.
“Karena Itu Sebelumnya Agus ditimpa Bersama Peristiwa Pidana ini, rencananya memang Berencana dilangsungkan pernikahan. Sebelumnya Itu ya, jauh Sebelumnya Itu. Dia tidak tahu kalau Berencana ada masalah seperti ini,” ujar Ainuddin kepada detikBali, Senin (14/4/2025).
Ainuddin menjelaskan, Sebelum awal keluarga kedua mempelai telah menyepakati pernikahan secara adat Bali. Meski proses hukum masih berjalan, pernikahan tetap dilakukan berdasarkan kepercayaan dan adat istiadat yang dipegang teguh.
Untuk pernikahan ini, mempelai pria diwakili Bersama keris yang dibungkus kain putih. Keris tersebut diarak Untuk upacara adat sebagai simbol kehadiran Agus.
Kearifan Lokal ini dikenal sebagai Widiwidana, dan disaksikan langsung Bersama keluarga kedua mempelai, Pedanda, serta tokoh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Berikut Prosesi Adat Bali ‘Widiwidana’ tanpa Kehadiran Agus
1. Mepamit: Memohon Restu Secara Adat
Upacara adat dimulai Bersama Mepamit, yakni permohonan izin Bersama keluarga mempelai pria kepada keluarga Ni Luh Nopianti. Untuk Kebugaran Agus yang tidak bisa hadir, kehadirannya digantikan Bersama keris putih sebagai simbol kekuatan, kehormatan, dan kesetiaan laki-laki Bali.
2. Widiwidana: Ritual Penyatuan Jiwa
Sesudah Mepamit, Ni Luh Nopianti diantar Hingga Rumah keluarga Agus Untuk melaksanakan prosesi Widiwidana. Upacara ini dipimpin tokoh adat dan berlangsung Untuk beberapa tahap:
- Pembacaan mantra dan Prayascita: Membersihkan energi negatif dan memohon restu Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
- Pemasangan tikar (Lakar Bantal): Simbol penerimaan mempelai wanita Bersama keluarga pria.
- Pemberian sesajen dan sirkular banten: Persembahan Untuk menjaga keharmonisan alam.
- Penyatuan tali suci (pupuan): Benang tri datu diikat Di pergelangan tangan mempelai sebagai tanda ikatan suci.
Meski IWAS tidak hadir secara fisik, pernikahan tetap sah secara adat Lantaran telah Merasakan persetujuan Bersama kedua keluarga.
Seluruh prosesi juga dilengkapi Bersama dokumen adat, termasuk surat pengesahan Bersama Banjar atau Desa Adat serta Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Sesudah upacara, dokumen-dokumen itu dicatat sebagai bukti legalitas pernikahan adat.
Keluarga besar berharap pria Penyandang Disabilitas itu segera menyusul Untuk melengkapi prosesi ngunduh manten, atau penjemputan pengantin wanita, Pada situasi memungkinkan.
Makna Di Balik Penggunaan Keris Putih
Untuk filosofi Hindu Bali, pernikahan bukan hanya penyatuan fisik, tetapi juga spiritual. Ikatan Purusa-Pradana (unsur maskulin-feminin) tetap sah meski tanpa kehadiran mempelai pria. Simbolisasi Melewati keris putih memperlihatkan bahwa pernikahan ini diakui Bersama leluhur dan Kelompok adat.
Ni Luh Nopianti tetap menjalani seluruh rangkaian Bersama hati teguh, sebagai bukti kesetiaan dan keyakinannya Di cinta dan ikatan mereka.
“Semoga pernikahan ini menjadi awal kehidupan Mutakhir yang penuh berkah, dan sang suami segera kembali Untuk merajut Kejiwaan bersama,” pungkas Ainuddin.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Begini Rangkaian Pernikahan Agus Difabel Bersama Adat Bali