Bandung –
Kata ‘katumbiri’ dipakai sebagai nama pemukiman penduduk Di Didekat Sungai Cikapundung, tepatnya Di Jalan Siliwangi, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Nama Lembur Katumbiri disematkan sebagai pengganti nama kampung itu Sebelumnya, Kampung Pelangi.
Nama itu merujuk kepada warna-warni Warna yang dipulaskan Di dinding-dinding Rumah warga. Rumah-Rumah Di pemukiman padat itu menampilkan beragam warna selayaknya spektrum warna Di pelangi.
Adanya ‘Katumbiri’ Di Didekat Sungai Cikapundung itu seperti mengingatkan sebuah mitos Di Sunda yang menyebutkan bahwa pelangi seringkali terlihat terjun Hingga area sungai yang Di, yang Di bahasa Sunda disebutkan ‘katumbiri nutug leuwi’.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada terusannya, katumbiri yang salah satu ujungnya seperti menyentuh leuwi (area sungai yang Di) itu bukan kejadian sia-sia, melainkan sesuatu yang ajaib terjadi Di situ.
Nama Lain Pelangi Di Sunda
Pelangi Di Di bahasa Sunda sering disebut Katumbiri. Akan Tetapi sejatinya, ada satu kata lain yang merujuk Di pelangi, yaitu kata Kuwung-kuwung.
Jika kata katumbiri sering digunakan Di para penulis lagu Pop Sunda atau Di sajak-sajak modern, kata Kuwung-kuwung cukup jarang terdengar.
Kuwung-kuwung paling tidak bisa ditelusur Hingga Di Carita Pantun. Misalnya, carita pantun berjudul Panggung Karaton yang Di proyek Eksperimen folklor pimpinan Ajip Rosidi dibawakan Di juru pantun Ki Atjeng Tamadipura.
Di Di Panggung Karaton, ada sebuah teka-teki yang disampaikan Bungsu Rarang, adik perempuan Raja Dayeuh Manggung yang tak lain adalah Panggung Karaton kepada siapapun yang Berencana melamarnya.
“Teras kangkung galeuh bitung, tapak meri dina leuwi, tapak soang dina bantar, tapak sireum dina batu. Kalakay pare jumarum, sisir serit tanduk ucing, sisir badag tanduk kuda. Kekemben layung kasunten, kurambuan kuwung-kuwung, tulis langit gurat mega, panjangna sabudeur jagat, inten sagede baligo.”
Di Di teka-teki itu ada frasa ‘kurambuan kuwung-kuwung’ yang secara harfiah dapat diartikan ‘berkelambu pelangi’.
Mitos Pelangi Di Sunda
‘Katumbiri nutug leuwi’ bukan sebatas Trend Populer alam Di mana unsur air Di udara tersinari matahari lalu menimbulkan cahaya beragam warna, melainkan mitosnya menjadi jembatan Sebagai para bidadari.
Para bidadari Berencana turun Hingga ‘leuwi’ lalu mandi Di sungai yang Di tersebut. Mereka Berencana melepaskan selendang masing-masing Sebab takut basah. Sebab, Di selendang itu pula mereka bisa kembali Hingga kahiangan.
Mitos ini mirip Di cerita Jaka Tarub yang berkembang Di Jawa Di, Di mana Jaka Tarub itu menyembunyikan salah satu selendang bidadari ketika tujuh bidadari Lagi mandi. Bidadari bernama Nawang Wulan akhirnya tidak bisa pulang dan tinggal Di bumi serta menikah Di Jaka Tarub.
Mitos Pelangi Di Dunia
Teori strukturalisme yang diajukan Claude Levi-Strauss menduga bahwa mitos hadir Di Lewat beragam proses transformasi Di satu mitos Hingga Di mitos lainnya. Maka Di itu, mitos tentang pelangi, misalnya, ada kemiripan Di mitos Di satu Daerah Di Di Daerah lainnya Di seluruh dunia ini.
Di Irlandia, orang percaya pelangi hadir sebagai berkah yang mesti Di kejar sebab Di ujung warna-warna yang memukau itu ada guci atau pot berisikan emas. Orang Jepang menganggap pelangi sebagai jembatan Sebagai nenek moyang manusia. Di Di mitologi Yunani, pelangi adalah perlambang Dewi Iris. Mitos-mitos pelangi ini hadir Di berbagai Daerah dan berbagai agama.
(tey/tey)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: ‘Katumbiri Nutug Leuwi’, Mitos Pelangi Di Sunda