Menapak Jejak Air Tak Pernah Surut Hingga Candi Jolotundo Mojokerto

Mojokerto

Candi Jolotundo, atau yang lebih dikenal Komunitas sebagai Petirtaan Jolotundo, berdiri Hingga lereng utara Gunung Penanggungan, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Kompleks petirtaan ini menyimpan lapisan sejarah, ritual, dan simbolisme yang membuatnya tetap menjadi tujuan ziarah dan wisata keagamaan sampai hari ini.

Soda batu andesit Di dua sendang berpisah (utara Sebagai perempuan, selatan Sebagai laki-laki) serta kolam ikan Hingga luar struktur utama. Tetapi Hingga balik kesederhanaan itu tersimpan kisah yang panjang, ada kaitan Di Raja Udayana dan kelahiran Prabu Airlangga, inskripsi-inskripsi kuno, serta kepercayaan bahwa airnya Memperoleh khasiat penyucian dan penyembuhan.

Debit air yang tak pernah surut meski kemarau panjang membuatnya berbeda Di banyak petirtaan lain. Kepercayaan dan praktik ritual yang terus hidup Di warga setempat menjadikan situs ini bukan sekadar cagar Kebiasaan Dunia statis, melainkan ruang hidup yang menghubungkan masa lampau Di kehidupan sehari-hari Komunitas Desa Seloliman.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Candi Jolotundi Hingga Seloliman, Mojokerto, ini akrab disebut Petirtaan Jolotundi ini diduga dibuat Di tahun 997 Masehi, Hingga zaman Prabu Airlangga memimpin Kerajaan Kahuripan. Airnya dipercaya mampu membuat awet muda. Petirtaan Jolotundo ini berada Hingga lereng Gunung Penanggungan Konon tempat yang dibangun 997 Masehi ini dibangun Raja Udayana Sebagai anaknya, Prabu Airlangga. File/detikFoto. Foto: Budi Sugiharto

Asal-Usul dan Bukti Sejarah

Dilansir Di laman resmi Perhutani, Jolotundo merupakan sebuah situs peninggalan bersejarah yang dibangun Di tahun 997 M Di Raja Udayana Di Bali, dan sering dikaitkan Di era Kerajaan Majapahit.

Pembangunan situs ini didasari Di motif cinta kasih mendalam Raja Udayana Sebagai menyambut kelahiran putranya, Prabu Airlangga. Prabu Airlangga sendiri lahir Di tahun 991 M Di pernikahan Raja Udayana Di Putri Gunapriya Dharma Di Jawa.

Bangunan utama situs ini Memperoleh dimensi yang cukup besar, Di panjang 16,85 meter, lebar 13,52 meter, dan ketinggian mencapai 5,2 meter. Lokasinya yang strategis Hingga lereng Gunung Penanggungan, Di ketinggian Di 500 meter Hingga atas permukaan laut, menawarkan suasana yang asri dan sejuk.

Pengunjung dapat menikmati udara segar yang jauh Di polusi, dikelilingi Di pepohonan rindang berusia puluhan tahun yang menciptakan atmosfer Damai dan damai.

Hingga kini, Situasi Jolotundo diyakini tidak banyak berubah Di bentuk aslinya. Bukti sejarah konkret berupa inskripsi pahatan Untuk huruf Jawa Kuno ditemukan Hingga lokasi ini, yang mengaitkannya Di masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (911-1016 M).

Hingga Samping Itu, dinding-dinding bangunan dihiasi relief pahatan tangan yang dipercaya menggambarkan pesan-pesan sosial Di era Kerajaan Majapahit. Hingga Untuk kompleks ini juga terdapat dua kolam (sendang) batu berukuran 2×2 meter, yang konon digunakan Di Raja dan putrinya Sebagai mandi, dimana kolam sisi selatan Sebagai laki-laki dan sisi utara Sebagai perempuan.

Air yang Tak Pernah Surut

Salah satu keistimewaan utama Jolotundo adalah sumber mata airnya yang dipercaya tidak pernah mengering. Aliran air Hingga petirtaan ini sangat unik Sebab debitnya selalu konsisten dan tidak pernah surut sepanjang tahun, terlepas Di musim.

Air ini juga diselimuti mitos yang dipercaya Di banyak pengunjung. Konon, meminum air langsung Di sumbernya dapat Memberi khasiat awet muda serta menjauhkan seseorang Di berbagai Penyakit.

Air Di sendang tersebut dialirkan Hingga sebuah kolam ikan berukuran 8×6 meter yang dibangun menggunakan batu andesit. Kolam ini menjadi habitat Untuk beragam jenis ikan, seperti tombro, nila, komet, dan mujair, yang semuanya terpelihara Di baik.

Terdapat sebuah larangan tak tertulis Untuk pengunjung Sebagai tidak Membahas ikan-ikan ini, didasari kepercayaan lokal bahwa tindakan tersebut Berencana mendatangkan musibah.

Untuk Komunitas Desa Seloliman, keberadaan mata air Jolotundo yang melimpah ini Memberi berkah dan manfaat yang nyata. Sektor Agrikultur adalah penerima manfaat utama, dimana ladang dan sawah Hingga Di lokasi dipastikan tidak pernah kekurangan air Sebagai irigasi.

Hingga Samping Itu, kawasan ini juga membuka Kemungkinan ekonomi Untuk warga Di, yang dapat mengais rezeki Di menawarkan jasa ojek, mendirikan warung Konsumsi, atau menjual souvenir dan hasil bumi lokal kepada wisatawan yang datang.

Lokasi Jolotundo dapat dijangkau Di tiga arah utama, yakni Surabaya, Malang, dan Mojokerto. Pengunjung Di Surabaya dapat menempuh perjalanan Di 1,5 jam, rutenya dimulai Di kendaraan umum jurusan Surabaya-Malang, turun Hingga simpang tiga Japanan, Sesudah Itu berganti angkutan umum Hingga arah Mojokerto, dan berhenti Hingga Ngoro Industri Persada (NIP).

Di titik tersebut, perjalanan dilanjutkan menggunakan jasa ojek. Untuk yang berangkat Di Malang, estimasi waktu tempuhnya Di 2 jam menggunakan kendaraan umum jurusan Malang-Surabaya, turun Hingga Terminal Pandaan, lalu disambung Di ojek.

Di Di Yang Sama, rute Di Mojokerto dapat Lewat Pacet Di Trawas, turun Hingga Ngoro Industri Persada, dan dilanjutkan Di ojek Sebagai mencapai lokasi.

Didukung Di akses yang relatif mudah dijangkau Di berbagai kota besar Hingga Jawa Timur, Jolotundo berdiri sebagai bukti warisan masa lalu yang terus relevan. Tempat ini tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah kerajaan, tetapi juga destinasi ideal Untuk siapa saja yang ingin menikmati ketenangan alam sekaligus merenungkan nilai-nilai historis yang dikandungnya.

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag Hingga detikcom.

Halaman 2 Di 2

(irb/hil)

–>

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Menapak Jejak Air Tak Pernah Surut Hingga Candi Jolotundo Mojokerto