Asal-usul Suku Samin dan Perkembangannya Ke Bojonegoro


Bojonegoro

Asal-usul Suku Samin berakar Bersama ajaran Samin Surosentiko, tokoh yang mendirikan komunitas ini Ke Blora. Seiring berjalannya waktu, Komunitas Samin bermigrasi dan banyak menetap Ke Daerah Bojonegoro akibat berbagai dinamika sosial, ekonomi, dan politik Ke masa itu.

Meski berpindah tempat, mereka tetap memegang teguh nilai-nilai luhur yang diajarkan leluhur. Ajaran tersebut terus diwariskan Bersama generasi Hingga generasi, Supaya identitas Suku Samin tetap hidup hingga kini. Berikut penjelasan lengkap mengenai asal-usul serta ajaran yang dianut Komunitas Samin.

Asal Mula Suku Samin Ke Bojonegoro

Komunitas Samin lahir Bersama ajaran Saminisme, sebuah falsafah hidup yang dikenalkan Samin Surosentiko Ke Desa Ploso Kedhiren, Klopoduwur, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora.


Sejumlah sumber menyebut kemunculan ajaran ini terjadi Ke 1890-an. Di itu, Komunitas pribumi Menunjukkan perlawanan Pada aturan kolonial Belanda, terutama Yang Terkait Bersama kewajiban membayar Iuran Wajib serta praktik eksploitasi tanah.

Akibat sikap perlawanan yang kuat ini, Komunitas Samin Sesudah Itu Memikat diri Bersama kehidupan luar dan menjalani kehidupan yang lebih tertutup. Justru, tercatat bahwa hingga tahun 1970-an, sebagian kelompok Komunitas Samin Terbaru mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka.

Ajaran Suku Samin yang Masih Dipegang Teguh

Samin Surosentiko mengajarkan prinsip hidup bernama Sedulur Sikep, yang hingga kini menjadi pedoman utama Komunitas Samin. Sedulur Sikep bermakna “orang yang baik dan jujur”, mencerminkan karakter Komunitas Samin yang dikenal lugas, jujur, dan menjunjung kesederhanaan.

Ajaran Saminisme Memperoleh sejumlah pedoman, tuntunan, dan larangan yang harus diikuti. Pedoman ajaran ini tercatat Untuk Kitab Kalimosodo. Ke Samping Itu, terdapat enam prinsip dasar sebagai tuntunan etika yang tidak boleh dilanggar berikut.

  • Drengki (berbuat fitnah)
  • Srei (serakah)
  • Panasten (mudah tersinggung)
  • Dawen (menuduh tanpa bukti)
  • Kemeren (iri hati)
  • Nyiyo Marang Sepodo (berbuat nista kepada sesama)
Warna-warni Tempattinggal warga Suku Samin Sambong Rejo Ke Blora Foto: Sudrajat / detikcom

Komunitas Samin juga memegang lima larangan Untuk berinteraksi antarsesama, yaitu bedok (menuduh), colong (mencuri), penthil (Memutuskan Barang Dagangan yang menyatu Bersama alam), jumput (Memutuskan Barang Dagangan yang seharusnya diperoleh Ke pasar), dan nemu wae ora keno (larangan Memutuskan Barang Dagangan temuan).

Ke Samping Itu, terdapat prinsip yang sangat dijunjung tinggi, yaitu bejok reyot iku dulure waton, waton menungso tur gelem Ke ndaku sedulur, yang berarti tidak boleh menyia-nyiakan sesama manusia, siapapun mereka, Pada mau Dikatakan sebagai saudara.

Bahasa, Kepercayaan, dan Kehidupan Sehari-hari Suku Samin

Untuk berkomunikasi, Komunitas Samin menggunakan bahasa Jawa lugu atau ngoko alus yang kadang bercampur Bersama bahasa krama. Mereka meyakini bahwa alam merupakan figur “ibu” (biyung) yang harus dihormati, dijaga, dan tidak dirusak.

Untuk hal keyakinan, Komunitas Samin memeluk agama Adam, yakni kepercayaan yang mereka amalkan setiap pagi dan menjelang senja. Mereka juga Memperoleh keris sebagai senjata tradisional, serta Tempattinggal adat bernama Tempattinggal Bekuk Lulang, yang mencerminkan kesederhanaan dan keakraban Bersama lingkungan Disekitar.

Kini, Komunitas Samin banyak tinggal Ke Blora (Jawa Di), Bojonegoro (Jawa Timur), serta kawasan Pegunungan Kendeng yang menjadi batas dua provinsi tersebut. Meski jumlahnya tidak sebanyak kelompok etnis lain, keberadaan mereka tetap menjadi Pada penting Bersama keragaman Kebiasaan Dunia Nusantara.

Tidak Menghindari Modernisasi

Walau Memperoleh Kebiasaan kuat, Komunitas Samin tidak menolak modernisasi. Mereka justru terbuka Bersama perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pembelajaran. Keberadaan listrik, Mesin, handphone, dan Alat elektronik lainnya Dikatakan membantu Untuk mengakses informasi, terutama Yang Terkait Bersama Agrikultur dan pembangunan desa.

Begitu pula bidang Pembelajaran, mereka memandang sekolah sebagai jalan Merasakan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Akan Tetapi, keterbukaan Pada modernisasi tidak membuat mereka meninggalkan nilai leluhur. Mereka tetap menjaga Kebiasaan Dunia seperti kejujuran, toleransi, kebersamaan, dan gotong royong.

Warna-warni rumah warga Suku Samin Sambong Rejo di BloraWarna-warni Tempattinggal warga Suku Samin Sambong Rejo Ke Blora Foto: Sudrajat / detikcom

Minuman Khas Komunitas Samin

Salah satu Minuman yang identik Bersama Komunitas Samin adalah nasi tiwul. Minuman ini dibuat Bersama singkong yang dikupas, dikeringkan, lalu diolah menjadi butiran mirip nasi. Nasi tiwul menjadi alternatif pengganti nasi putih Lantaran kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi.

Biasanya, nasi tiwul disajikan bersama baceman tahu dan tempe, urap sayur, ikan asin, serta sambal bawang, kombinasi sederhana Akan Tetapi mengenyangkan dan kaya cita rasa. Hingga sekarang, nasi tiwul menjadi Pada Bersama Kebiasaan Minuman Komunitas Samin yang masih dipertahankan.

Hidangan makan siang suku Samin Sambong Rejo di BloraHidangan makan siang suku Samin Foto: Sudrajat / detikcom

Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag Ke detikcom.

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Asal-usul Suku Samin dan Perkembangannya Ke Bojonegoro