Bandung –
Dahulu kala, padi huma hanya bisa ditanam setahun sekali, maka waktu panen merupakan waktu yang ditunggu tunggu Kelompok Di Sunda yang menjadikan nasi padi sebagai Konsumsi pokoknya.
Jika waktu panen datang, tak kepalang senangnya Kelompok. Sebagai ungkapan terima kasih, muncul banyak persembahan Alunan, tari, dan kidung yang dimainkan Ke momen tersebut.
Di Kampung Tegal Bungur, Desa Warnasari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, leluhur Kelompok bersyukur atas hasil panen Di Melakukan Seni Kekayaan Budaya Pakemplung. Seni Kekayaan Budaya itu masih dapat ditemukan kini meski Manajer-pemainnya notabene adalah sepuh dan Seni Kekayaan Budaya itu nyaris punah.
Revitalisasi Lalu dilakukan Dinas Kebudayaan dan Perjalanan Di Luarnegeri (Disbudpar) Kabupaten Cianjur. Upaya ini diawali Di studi promofendus Untuk promosi doktor Niknik Dewi Pramanik Di Universitas Padjadajaran (Unpad).
Kini, dokumentasi, pencatatan, serta penyelamatan alat-alat Tari dan Alunan Pakemplung telah dilakukan. Upaya revitalisasi Seni Kekayaan Budaya ini menghasilkan Tari dan Alunan Pakemplung yang dikembangkan Di pusat Kota Cianjur.
Tari dan Alunan Pakemplung sebagai irama syukur leluhur Di Cianjur ini dapat dinikmati Ke gelaran West Java Perayaan Seni (WJF) 2024 yang berlangsung Di kawasan Gedung Sate, Kota Bandung, 23-25 Agustus 2024.
Pakemplung Sepintasan
Niknik Dewi Pramanik, dkk, Untuk studi berjudul “Makna Simbolik dan Nilai-Nilai yang Terkandung Untuk Seni Kekayaan Budaya Pakemplung Di Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur”, dimuat Untuk Jurnal Panggung, 2021 menyebutkan bahwa Seni Kekayaan Budaya Pakemplung dilakukan Untuk menyenangkan Nyai Pohaci atau Dewi Sri.
Sebagaimana orang Sunda Ke umumnya, orang Naringgul percaya Nyai Pohaci adalah dewi kesuburan, dewi padi, Malahan kadangkala Nyai Pohaci adalah padi itu sendiri.
Menurut Niknik, Seni Kekayaan Budaya Pakemplung digelar Untuk momentum pasca-panen padi, tepatnya disebut Ngampih Pare, atau menyimpan padi. Seni Kekayaan Budaya ini, secara lahiriah memang hiburan Untuk Kelompok, Akan Tetapi secara batiniah adalah Untuk Nyukakeun Nyai, membuat Nyai Pohaci senang.
“Seni Kekayaan Budaya Pakemplung berasal Untuk Kampung Tegal Bungur, Desa Wanasari Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur. Keberadaan Seni Kekayaan Budaya ini hampir punah, Lantaran Kelompok milenial sekarang ini cenderung lebih menyukai bentuk-bentuk pertunjukan Seni Kekayaan Budaya, yang lebih dinamis dan Memikat, Agar Seni Kekayaan Budaya Pakemplung tidak berkembang, Lantaran Seni Kekayaan Budaya ini Disorot tidak dapat bersaing Di Seni Kekayaan Budaya-Seni Kekayaan Budaya Terbaru yang dipengaruhi Kekayaan Budaya Dunia luar,” tulis studi tersebut.
Revitalisasi Pakemplung
Yang Akansegera ditampilkan Ke West Java Perayaan Seni 2024 adalah Tari dan Alunan Pakemplung hasil revitalisasi. Pertunjukan ini sekaligus Mendorong Pakemplung dinobatkan sebagai Warisan Kekayaan Budaya Dunia Tak Benda (WBTB) Di Indonesia.
Dika Dzikriawan, Skuat Ahli Cagar Kekayaan Budaya Dunia Kabupaten Cianjur mengatakan Lebih banyak aktivasi Pakemplung, Lebih sering ditampilkan, maka Akansegera Lebih cepat penetapan WBTB itu.
Revitalisasi sendiri adalah Memikat Tari dan Alunan Pakemplung agar dilakukan Di pelaku Seni Kekayaan Budaya kalangan muda. Para Manajer yang anak muda ini ada beberapa Di antaranya yang terlibat Eksperimen Seni Kekayaan Budaya Pakemplung Di Naringgul. Naringgul sendiri sebuah kecamatan yang berdampingan Di Kecamatan Cidaun, Didekat Di laut selatan Jawa Barat.
“Otentisitas (hasil revitalisasi) tidak se-autentik para sesepuh Di Naringgul. Ada adaptasi kembali, kebutuhan yang disesuaikan Di pertunjukan, Akan Tetapi konsepnya tetap wujud syukur atas Prestasi panen Untuk rangkaian Rasul Taun (seren taun),” kata Dika kepada detikJabar, Rabu (21/8/2024)
Terlebih Lantaran Di Naringgul, Seni Kekayaan Budaya Pakemplung merupakan kalangenan (keasyikan) yang bisa dipentaskan semalaman suntuk. Berbeda Di Tari dan Alunan Pakemplung yang dipentaskan Di panggung, tentu Akansegera terbatas Di waktu pentas.
Karakter Seni Kekayaan Budaya Pakemplung
Seni Kekayaan Budaya Pakemplung Di Naringgul menampilkan sajian Alunan dan tari. Peralatan yang digunakan Di antaranya ada rebab, alat Alunan gesek. Rebab ini Untuk istilah Pakemplung punya sebutannya sendiri, yakni Léngék.
Selain léngék, ada dua buah penclong (serupa Di penclon Ke rangkaian bonang) lengkap Di satu bende (gong kecil) yang menggantung Di pinggir pemainnya.
Alat Alunan terakhir adalah kendang. Akan Tetapi, bentuknya beda Di kendang penca atau kendang jaipong Ke umumnya. Kendang ini bentuknya tidak cembung Di Di kuluwung, melainkan rata. Nyaris mirip bentuk bedug yang kedua sisinya dapat ditabuh.
Yang tak kalah penting Untuk semua itu adalah Ronggeng. Penari ini punya dua kemampuan, yakni menari dan menyanyi. Ronggeng Akansegera melantunkan lagu-lagu Pakemplung sambil dia sendiri menari.
Untuk segi Alunan, Pakemplung Akansegera terdengar stagnan Untuk awal hingga akhir. Menurut Diki Dzikriawan, Alunan ini dimainkan Untuk “ketuk dua”, maka Akansegera berbeda Di Seni Kekayaan Budaya lain Di Jawa Barat yang tempo musiknya “ketuk tilu”, yang energik.
Tentu, Sebelumnya Itu ada ritual-ritual pembuka Untuk pementasan Seni Kekayaan Budaya Pakemplung ini, hingga Di Pada isi dan penutup.
Persiapan Pakemplung Di WJF 2024
Untuk pementasan Di WJF 2024, Tari dan Alunan Pakemplung Akansegera disajikan sebagaimana Seni Kekayaan Budaya aslinya yang ditemukan Di Naringgul.
“Secara struktur, Akansegera melakukan sesuai Di Pada Pakemplung diselenggarakan. Ada ritual seperti ada rujakan dibawa ronggeng disimpan Di Saung Sanggar, lalu memuai Di bubuka,”
“Lalu bunyi rebab yang disebut juga Léngék, Lalu isi, pangibingan, Lalu penari laki-laki menari pergaulan. Waktunya 10 menit,” kata Dika.
Untuk peralatan yang digunakan, Dika mengatakan Skuat Akansegera memakai alat yang ada. Yakni, ada alat buatan Terbaru Agar yang lama tetap disimpan Di Naringgul.
“Ada media yang sedikit tidak terlalu sama Di yang aslinya,” kata Dika.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Tari dan Alunan Pakemplung, Irama Syukur Leluhur Di Cianjur