Ciamis –
Tutunggulan Ngangkring merupakan salah satu Karyaseni buhun atau tua yang masih bertahan dan bisa ditemui serta dinikmati hingga sekarang Ke Ciamis. Karyaseni Tutunggulan Ngangkring ini berasal Di Cariu, Desa Sukadana, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis.
Seperti Ke Kearifan Lokal Hajat Bumi Cariu beberapa waktu lalu, sejumlah emak-emak yang sudah lansia memainkan Karyaseni Tutunggulan Ngangkring. Karyaseni ini menjadi daya tarik Ke Kearifan Lokal tersebut Lantaran kawih atau nyanyiannya Memperoleh keunikan tersendiri yang diiringi Bersama suara tabuhan lisung atau gondang.
Karyaseni Tutunggulan Ngangkringan sudah ada Sebelum dulu dan pemainnya diwariskan secara turun temurun. Akan Tetapi kini generasinya tinggal ibu-ibu yang berusia 40 tahunan dan lansia yang sudah berusia 70 tahunan.
Ahmad Rizki Fauzi, Pegiat Sejarah dan Adat Istiadat Dunia Di Komunitas Cakra Mangsa yang bergerak Ke Bidang Pembuatan Adat Istiadat Dunia Sukadana menjelaskan Karyaseni tersebut.
Menurutnya, Tutunggulan merupakan suara yang dihabiskan Di menabuh lisung menggunakan halu. Tutunggulan menjadi sarana Bagi membesarkan kepada Komunitas bahwa Akansegera ada kegiatan atau pesta, khitanan, pernikahan atau Peristiwa besar lainnya seperti Kearifan Lokal.
Komunitas yang mendengar pasti Akansegera bertanya-tanya siapa yang Akansegera Mengadakan Peristiwa kariaan, waktu dan lokasinya. Nantinya, Komunitas Akansegera turut membantu dan mendukung kepada kegiatan tersebut.
“Karena Itu dulu setiap hajat baik sunatan, gusaran atau nikahan. Seminggu Sebelumnya Tutunggulan. Sebagai sarana Bagi undangan, 3-4 dusun suaranya bisa terdengar. Tujuannya Ngulem atau ngundang, kalau sekarang biasa disebut woro-woro,” kata Fauzi, Selasa (30/7/2024).
Sedangkan Ngangkring, menurut Fauzi, Ke zaman dulu belum ada penggilingan padi. Supaya menjadi beras, maka harus ditumbuk Ke Di lisung. Supaya tidak merasa capek, maka dibarengi Bersama bernyanyi atau kakawihan.
Malah ketika Akansegera ada hajat, kegiatan menumbuk padi itu diikuti Bersama banyak orang. Supaya menumbuk padi tidak Akansegera merasa capek Lantaran sambil bernyanyi dan bercanda Lantaran Akansegera Mengadakan hajatan.
“Ngangkring itu menabuh lisung sambil diiringi kakawihan atau nyanyian Bersama liriknya yang khas Di bahasa Sunda. Seni Adat Istiadat ini sudah turun-temurun, awalnya memang kebiasaan Komunitas Lalu kini konteksnya diinovasikan Karena Itu Karyaseni,” jelasnya.
Ada pun lirik Di kakawihan Ngangkring Memperoleh makna tersendiri. Mulai Di romantisme, pemuda yang Di kasmaran, ada juga pujian Bagi sang pencipta, amanat kehidupan dan amanat Bagi menjaga alam Bersama total 25 kawih.
“Pemainnya biasanya ada 11 orang. Pelakunya yang paling tua usianya sudah 78 tahun, beliau juga meneruskan orang tuanya dulu. Karyaseni Tutunggulan Ngangkring ini sekarang dilaksanakan setiap Kearifan Lokal Hajat Bumi Cariu. Ke Di Akansegera ditampilkan Ke Peristiwa besar,” ucap Fauzi.
Menurut Fauzi, konon Karyaseni Tutunggulan Ngangkring ini digunakan Bersama Kiai Nur Salim Ke abad 17 sebagai sarana Bagi menyebarkan Islam Ke Daerah Cariu. Hal itu dilihat Di lirik kawih Ngangkring yang Memperoleh unsur Hindu tapi juga sebagian bernafaskan Islam.
“Kemungkinan kawih itu Di Sebelumnya pra Islam Lalu diakulturasi Ke Islam sampai sekarang. Kawih ngangkring berperan penting Di penyebaran agama Islam. Ke masa Kiai Nur Salim, Cariu mulai diislamkan,” pungkasnya.
(iqk/iqk)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Karyaseni Tutunggulan Ngangkring Khas Cariu Ciamis