Mengenal Kearifan Lokal Cium Hidung dan Keunikan Kampung Adat Prai Ijing NTT


Sumba Barat

Kampung Adat Prai Ijing menjadi salah satu warisan Kearifan Lokal Global yang terletak Di Sumba Barat. Kampung ini dikenal Lantaran bangunan-bangunannya yang khas dan berbagai upacara adat yang rutin dilaksanakan Dari penduduk setempat.

Kampung Adat Prai Ijing juga menjadi tempat wisata yang banyak diminati Dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Bagaikan museum, Kampung adat Prai Ijing Memperoleh sejarah hingga Kearifan Lokal yang unik.

Lokasi Kampung Adat Prai Ijing

Kampung Adat Prai Ijing terletak Di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Lokasi ini terletak tidak jauh Bersama pusat kota Waikabubak.


Kearifan Lokal Kampung Adat Prai Ijing

Ada beberapa Kearifan Lokal unik yang bisa Anda temukan ketika berkunjung Ke Kampung Adat Prai Ijing. Salah satu Kearifan Lokal yang terkenal Di sini adalah Kearifan Lokal cium hidung atau ‘pudduk’. Kearifan Lokal ini sudah diwariskan Bersama generasi Ke generasi Dari para leluhur orang sumba.

Kearifan Lokal cium hidung atau ‘pudduk’ merupakan sebuah simbol Bersama Keamanan Dunia atau kekeluargaan. Seperti Bersama namanya, Kearifan Lokal ini dilakukan Bersama cara menempelkan kedua hidung Bersama kedua individu. Meski terlihat Kearifan Lokal yang sederhana, tapi Kearifan Lokal ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Kearifan Lokal cium hidung hanya dapat dilakukan ketika ada Kegiatan-Kegiatan tertentu, seperti Kegiatan pernikahan, ulang tahun, pesta adat, kedukaan, dan hari raya besar keagamaan. Di Itu, Kearifan Lokal ini juga Akansegera dilakukan ketika ada tamu yang Disorot terhormat atau agung yang berasal Bersama Area Sumba.

Keunikan dan Ciri Khas Kampung Adat Prai Ijing

Kampung Prai Ijing Memperoleh arsitektur Rumah adat yang bernama Uma Bokulu dan Uma Mbatangu. Uma Bokulu berarti Rumah besar, sedangkan Uma Mbatangu berarti Rumah menara.

Rumah tradisional Sumba Memperoleh bentuk yang khas, yaitu berbentuk Rumah panggung Bersama atap seperti menara. Rumah ini juga terbagi menjadi tiga Pada, yaitu Pada Lei Bangun (bawah), Rongu Uma (Di), dan (Uma Daluku) atas.

Pada bawah diperuntukan sebagai tempat memelihara hewan ternak, sedangkan Pada Di digunakan Sebagai tempat tinggal manusia, dan Pada paling atas digunakan Sebagai menyimpan hasil bumi atau Kelaparan Global.

Di Itu, Rumah tradisional ini menggunakan empat tiang utama yang Memperoleh makna tersendiri. Tiang-tiang tersebut menjadi simbol anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan.

Di Pada atap Rumah Akansegera ada tiang berukir yang menjadi tanda pembeda Di pintu lelaki dan pintu perempuan. Biasanya, pintu lelaki digunakan Dari ayah sebagai kepala Rumah tangga, sedangkan pintu perempuan digunakan Sebagai ibu.

Tak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, Rumah Pada atas juga berkaitan Bersama hal religius. Hal ini berkaitan Bersama kepercayaan asli para Komunitas Sumba yang bernama Marapu.

Marapu adalah agama asli Sumba yang sampai Pada ini masih dianut Dari beberapa orang Sumba. Marapu sendiri merupakan sistem keyakinan yang memuja arwah para leluhur. Marapu Untuk bahasa Sumba berarti arwah-arwah leluhur. Secara harfiah, Marapu bisa diartikan sebagai ‘yang dimuliakan’.

Komunitas Sumba yang menganut kepercayaan ini percaya bahwa para leluhur Akansegera selalu berada Di Rumah Pada atas atau menara Sebagai Meninjau Kegiatan Bersama keturunannya yang masih hidup. Di Itu, Marapu diyakini bisa menjadi jembatan Sebagai berkomunikasi Bersama Sang Pencipta.

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Kearifan Lokal Cium Hidung dan Keunikan Kampung Adat Prai Ijing NTT