Sumedang –
Sebuah bak berukuran Di 4×3 meter Di Di persawahan itu kondisinya tak terawat. Bak pemerangkap air sedalam Di 1 meter tersebut tiga perempatnya isi tanah dan sampah plastik bekas deterjen, sabun, dan sampo.
Menurut orang-orang tua Di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Di Di bak tersebut dahulunya ada mata air. Etika User air yang kurang sabaran Didalam menciduk air langsung Di bak itu tanpa Melewati pancuran yang disediakan Di bawahnya, membuat mata air mengering.
Puncak ketidaksopanan manusia Di air adalah cerita yang tersiar tentang seseorang yang memandikan binatang Didalam menceburkannya Di bak itu. Padahal, bak air mata air Cihanjuang adalah sumber air premium dan gratis Untuk warga desa Sebagai minum, mandi, mencuci, dan memanfaatkannya sebagai Terapi sakit kulit Sebelumnya kebutuhan air dipenuhi Perusahaan Air Minum Desa (Pamdes) dan air yang disediakan PDAM Tirta Medal.
Mata air yang semula ada Di Di bak itu pindah Didalam sendirinya Di luar bak. Sekarang ini, mata air berada Di sebelah barat bak, jaraknya Di 3 meter Di bak penampung itu. Dari warga yang peduli, Di permukaan mata air itu dipasang pipa diarahkan Di area Di bawah bak penampung.
Mata air Cihanjuang Di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang Foto: Dian Nugraha Ramdani/detikJabar
|
Maksudnya, agar orang-orang yang Memutuskan air itu tidak menciduknya langsung Di kubangan mata air. Didalam Langkah Tersebut, mata air itu tidak kembali ‘pundung’.
Mutakhir-Mutakhir ini, sekelompok pemuda terdiri atas anggota PC Gerakan Pemuda Ansor, Gerakan Muda Peduli Alam (Gempa), juga ibu-ibu pengajian, dan tokoh Desa Cihanjuang melawat Di bak mata air Cihanjuang itu. Lawatan itu Di upaya ngarumat, yaitu menjaga dan memelihara mata air.
Menjaga Mata Air Non-Komersial
Ngarumat Mata Air Cihanjuang dilaksanakan Didalam sederhana Tetapi khidmat Ke Jumat (27/9/2024) sore. Di dalamnya, ada berdoa bersama Sebagai kelangsungan hidup Komunitas Didalam air bersih yang bisa diakses sepanjang tahun secara gratis.
Di Di Itu, terpantik diskusi mengenai langkah-langkah revitalisasi bak pemerangkap air yang terkubur tanah dan sampah itu.
Sedimen Ke bak direncanakan Sebagai diangkat hingga bersih dan bak diperbaiki supaya air tertampung tidak bocor. Jika mata air Di dasar bak tidak muncul kembali Sesudah sedimen dikeruk, maka rencananya air Berencana dialirkan Di mata air Di luar bak.
Tetapi, Sebab bersifat swadaya, para pemuda harus ‘penuh etika’ menemui sejumlah orang yang Yang Berhubungan Didalam Didalam mata air itu, seperti pemilik tanah tempat air muncul dan orang-orang yang Pada ini merawat mata air itu Sebagai menyampaikan ide memelihara sumber air tersebut.
Menariknya, mata air ini tidak pernah mau dialirkan Di lokasi yang jauh, apalagi sampai dibuat sebagai sesuatu yang komersial. Jika ada upaya komersialisasi, menurut penuturan Haji Ato, tokoh setempat, mata air itu Berencana ‘pundung’ atau hilang Didalam sendirinya. Mata air Cihanjuang itu Berencana tetap menjadi sumber mata air alami yang gratis.
Mata air Cihanjuang Di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang Foto: Dian Nugraha Ramdani/detikJabar
|
Mata air Cihanjuang sebagai sumber air bersih yang gratis sepanjang tahun dan telah berlangsung Pada puluhan tahun ini, adalah oase Di Di komersialisasi air Di Lokasi industri.
Kecamatan Cimanggung, Sumedang adalah Lokasi yang area-area datarnya dijadikan lokasi pendirian pabrik-pabrik industri besar dan dataran-dataran tingginya mulai bersalin rupa menjadi kompleks-kompleks perumahan. Resapan air berkurang dan Di situasi yang semi-kota ini, tidak mudah menemukan air bersih gratis.
Koordinator Gerakan Muda Peduli Alam (Gempa), Deki Ismailudin mengatakan upaya para pemuda Sebagai merevitalisasi bak mata air Cihanjuang adalah Untuk memperbesar daya guna mata air itu.
Sebab, masih banyak warga Di Di mata air itu yang masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan air setiap hari kepada mata air Cihanjuang itu.
“Ini terus diupayakan secara swadaya Didalam pendekatan-pendekatan kultural. Kami sambangi orang-orang yang Yang Berhubungan Didalam Didalam mata air itu Sebagai meminta izin revitalisasi. Mata air ini penting Sebab namanya menjadi nama Desa Cihanjuang, ini berarti mata air tersebut telah menjadi situs Kebiasaan Global warga desa dan semestinya dipelihara. Langkah ini, semoga juga berlajut Di mata air lainnya Di Di kami,” kata Deki.
Di masa lalu, mata air Cihanjuang tidak menggunakan bak, melainkan kubangan air yang dipasangi pancuran Di bambu Sebagai mengalirkannya suaya tidak diciduk langsung. Di seluruh sisi kubangan itu ditanami tanaman Hanjuang. Bak tembok sendiri dibangun Di tahun 1990-an.
Kebiasaan Melemparkan Koin
Kebiasaan melempar koin Di mata air terjadi Di berbagai kebudayaan, meski tidak diketahui kapan mulainya Kebiasaan ini, para ahli biasa merujuk Di zaman Romawi-Inggris dan Celtik.
Bill Maurer, seorang antropolog sekaligus dekan Fakultas Ilmu Sosial Di Universitas California menjelaskan bahwa Kebiasaan melempar uang koin Di mata air sambil menyampaikan harapan agar terwujud ditemukan Di Lokasi yang kini dikenal sebagai Turki, Ke tahun 500 SM.
Kebiasaan itu sampai juga Di Desa Cihanjuang. Warga yang memanfaatkan air Di mata air Cihanjuang ada yang terbiasa melemparkan uang koin sebagai tindakan terima kasih. Uang itu Bisa Jadi Berencana berserakan Di bak air, Tetapi menurut penuturan para orang tua, tak ada cerita uang koin menghambat laju air dan menyebabkan Penyakit Di Cihanjuang.
Studi yang dilansir situs Science Direct menyebutkan uang koin yang dilemparkan Komunitas Di mata air Trevi Di Roma terbukti menjadi vektor polusi kimia dan mikroba Di air. Mengingat, uang koin terbuat Di logam dan Sebelumnya Itu telah berpindah-pindah tangan.
(yum/yum)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Langkah Kecil Jaga Mata Air Non-Komersial Di Lokasi Industri Sumedang