Denpasar –
Istilah ‘sing beling, sing nganten‘ sangat populer Di Bali. Secara harfiah, ungkapan Untuk bahasa Bali itu berarti ‘tidak hamil, tidak menikah’.
Ungkapan tersebut muncul Untuk Kejadian Luar Biasa sosial yang berkaitan Didalam praktik seks pranikah Di Bali. Istilah ‘sing beling, sing nganten‘ menjadi kontroversial lantaran dinilai menyudutkan posisi perempuan Untuk konteks reproduksi dan pernikahan.
‘Sing beling, sing nganten‘ menggambarkan norma sosial Di mana kehamilan Sebelumnya pernikahan Disorot sebagai hal yang wajar, Justru terkadang diharapkan. Penggunaan istilah ini kerap merujuk Di situasi Di mana perempuan diharapkan Untuk membuktikan kesuburan mereka Sebelumnya menikah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian Luar Biasa ini rentan menimbulkan tekanan sosial Untuk perempuan lantaran diharapkan hamil terlebih dahulu Sebelumnya melangsungkan pernikahan. Padahal, hal tersebut bertentangan Didalam norma hukum maupun agama yang mengisyaratkan seseorang menikah terlebih dahulu Sebelumnya Memperoleh anak.
Dampak Sosial dan Gender
Kejadian Luar Biasa ini mencerminkan ketidakadilan gender yang mendalam Untuk Kelompok Bali, khususnya perempuan. Perempuan sering kali diposisikan sebagai objek yang harus membuktikan kesuburan mereka Agar menempatkan mereka Untuk posisi yang rentan.
Praktik ini berakar Untuk kuatnya Kebiasaan Global patriarki, Di mana laki-laki Memperoleh kekuasaan lebih besar dan perempuan sering kali Disorot sebagai penghasil keturunan semata. Walhasil, muncul stigma Untuk perempuan yang hamil Di luar nikah atau tidak hamil Setelahnya menikah.
Dilihat Untuk perspektif hukum, Kejadian Luar Biasa ‘sing beling sing nganten‘ menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, hubungan seksual pranikah dapat dikenakan Hukuman Politik sosial dan hukum. Di sisi lain, Untuk konteks Bali, terdapat dorongan Kebiasaan Global yang membuat praktik ini lebih diterima.
Studi yang dilakukan Ni Komang Oktrisia Jayanti dan Siti Kholifah (2024) menemukan beberapa alasan yang membuat Kejadian Luar Biasa ‘sing beling sing nganten‘ Disorot lumrah dan umum Di Bali, khususnya Dari Kelompok Hindu Di Kota Denpasar. Salah satunya, persepsi positif Untuk Kelompok yang menganggap pentingnya keturunan Agar pasangan memilih Untuk hamil terlebih dahulu Sebelumnya kawin.
Penyebab lainnya adalah adanya alasan bahwa usia pasangan telah matang Untuk kawin, mempercayai pasangan Sebab hubungan berpacaran Sebelum lama, hingga kurangnya pemahaman Konsep perkawinan secara adat. Kejadian Luar Biasa ini juga Menunjukkan kedudukan perempuan berada Di posisi subordinat Untuk perkawinan.
(iws/iws)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Kejadian Luar Biasa ‘Sing Beling Sing Nganten’ Sudutkan Posisi Perempuan Di Bali