Bali –
Pernahkah detikers mendengar istilah banten saiban atau ngejot? Ini adalah sebuah Kearifan Lokal Hindu Di Bali yang biasanya dilakukan setiap hari Sesudah selesai memasak Konsumsi Di pagi hari. Mebanten saiban atau mejotan juga disebut Bersama yadnya sesa, yakni yadnya paling sederhana sebagai realisasi Bersama panca yadnya yang dilaksanakan umat Hindu Untuk kehidupan sehari-hari.
Lantas, kapan, kenapa, dan Di mana sebaiknya menghaturkan banten saiban? Berikut adalah informasi lengkap mengenai pelaksanaan banten saiban beserta maknanya.
Apa Itu Banten Saiban?
Mebanten saiban atau yang disebut juga Bersama ngejot merupakan rutinitas Untuk kehidupan umat Hindu Bali yang dilakukan setiap hari. Biasanya, mebanten saiban dilakukan setiap pagi hari seusai memasak. Kearifan Lokal ini juga dikenal sebagai yadnya sesa, wujud sederhana Bersama praktik Panca Yadnya yang menjadi panduan Untuk kehidupan sehari-hari umat Hindu. Untuk pelaksanaannya, mebanten saiban dihaturkan Sesudah proses memasak selesai dan Sebelumnya memulai menyantap hidangan.
Menurut kitab Bhagavadgita Sloka 3, XIII, terdapat kutipan sebagai berikut:
“Yajna sishtasinah santo mucnyante sarva kilbishail bhunjate te tu agham papa ye panchanty atma karanat”
Artinya: Para penyembah Tuhan dibebaskan Bersama segala jenis dosa Sebab mereka memakan Konsumsi yang dipersembahkan terlebih dahulu Sebagai korban suci. Orang lain, yang menyiapkan Konsumsi Sebagai kenikmatan indera-indera pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.
Kearifan Lokal ini mengajarkan bahwa mebanten saiban merupakan bentuk persembahan paling sederhana Bersama sarana yang juga sederhana. Biasanya, mebanten saiban disajikan menggunakan daun pisang yang diisi Bersama nasi, garam, dan lauk pauk sesuai Bersama menu yang dimasak Ke hari itu. Tidak ada aturan khusus mengenai jenis lauk yang harus disajikan; Ke dasarnya, apa yang dimasak Ke hari itu Berencana dihaturkan sebagai ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta.
Kunci Bersama kesempurnaan yadnya sesa terletak Ke penghaturan persembahan yang dilanjutkan Bersama percikan air bersih dan dupa yang menyala, sebagai simbol kehadiran Sang Hyang Widhi. Tetapi, praktik yang lebih sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan percikan air atau dupa, Sebab esensi Bersama mebanten saiban adalah kesederhanaan.
Kapan Pelaksanaannya?
Terdapat lima tempat yang dihaturkan yadnya sesa sebagai simbol Bersama Panca Maha Bhuta, berikut selengkapnya:
- Pertiwi (Tanah): ditempatkan Ke pintu halaman atau jalan keluar Tempattinggal.
- Apah (Air): ditempatkan Ke sumur atau sumber air, serta tempat air.
- Teja (Api): ditempatkan Di dapur, Ke tempat memasak atau Di atas kompor.
- Bayu (Angin): ditempatkan Ke beras, bisa juga ditambah Di tempat nasi.
- Akasa (Unsur Panas): ditempatkan Ke tempat persembahyangan, seperti pelangkiran atau pelinggih Di Tempattinggal masing-masing.
Makna dan Tujuan Mebanten Saiban
Tersirat nilai-nilai kesusilaan Di balik setiap persembahan Untuk mebanten saiban. Yadnya sesa atau mebanten saiban bukan sekadar serangkaian tindakan, melainkan sebuah perwujudan Bersama sikap anresangsya yang mengajarkan umat Sebagai tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan bersama. Prinsip ambeg para mertha, yang berarti mendahulukan kepentingan kolektif, menjadi landasan kuat Untuk pelaksanaan mebanten saiban.
Mebanten saiban bukan hanya sebuah pelaksanaan ritual; ini lebih Bersama sekadar sebuah kewajiban. Lewat mebanten saiban, umat Hindu Bali memahami bahwa Memberi persembahan Konsumsi Sesudah memasak merupakan bentuk penghormatan kepada Konsumsi sebagai sumber kehidupan Di dunia. Untuk setiap butiran nasi dan setiap helai sayur, terkandung makna mendalam mengenai hubungan manusia Bersama alam dan Sang Pencipta. Lewat mebanten saiban, umat Hindu Bali tidak hanya Berkata rasa syukur, tetapi juga memperkokoh komitmen Sebagai hidup selaras Bersama nilai-nilai kesusilaan yang luhur.
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Kenapa, Kapan, dan Di Mana Mebanten Saiban?