Bandung –
Dongdang dan jampana menjadi Dibagian Untuk kirab Kebiasaan Global yang digelar Untuk memeriahkan Hari Dari Sebab Itu Ke-80 Jawa Barat, Selasa (19/8/2025) lalu. Dongdang sendiri merupakan Kebiasaan lama yang telah hidup Di banyak Lokasi Di Sunda.
Setiap Lokasi punya Kebiasaan dongdangnya masing-masing, dan tentu Didalam keunikan masing-masing. Di HUT Ke-80 Jawa Barat, masing-masing Lokasi Berencana menampilkan dongdangnya.
Apa itu dongdang dan apa yang membedakannya Didalam Jampana atau jempana? Padahal keduanya sama-sama diarak. Simak yuk penjelasannya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Dongdang
Dikutip Untuk studi berjudul ‘Nilai-nilai Belajar Moral Untuk Kebiasaan Global Dongdang 17-an Di Desa Sumbersari Kecamatan Kiarapedes Kabupaten Purwakarta’ Dari Afif Nurseha, dkk. Untuk Jurnal Belajar Tambusai, 2023 dijelaskan bahwa dongdang merupakan miniatur bangunan kecil. Bisa Dari Sebab Itu bentuknya Rumah.
Akan Tetapi, Di miniatur bangunan itu, ditempelkan atau disimpan Didalam berbagai wadah kecil, hasil-hasil bumi. Yaitu, hasil Pertanian Untuk Lokasi Di mana Komunitas yang Mengadakan Kebiasaan dongdang itu tinggal.
Dongdang memang Sebagai tujuan diarak keliling kampung atau Di rute tertentu, Akan Tetapi hasil bumi yang tersimpan Di dongdang bukanlah Sebagai siapapun kecuali Sebagai warga sendiri.
“Dongdang merupakan pelestarian Kebiasaan Global Lewat hasil bumi berupa Konsumsi yang dikembalikan lagi Ke Komunitas Untuk bentuk barteran (tukar Konsumsi),” tulis jurnal tersebut.
Secara lebih detail, jurnal itu menjelaskan bahwa dongdang merupakan miniatur bangunan yang dihiari Didalam Konsumsi berupa nasi tumpeng, buah-buahan, rebusan hasil bumi, jajanan pasar, camilan, yang semuanya disusun atau ditampilkan secantik dan semenarik Mungkin Saja.
Khusus Di Peristiwa 17 Agustusan, dongdang biasanya diarak Ke Didepan panggung juri Sebagai dinilai Untuk segi kerapian dan kecantikannya. Setelahnya selesai penilaian, warga dipersilakan Sebagai saling mencicipi Konsumsi yang tersaji Di dongdang.
Tujuan Dibuatnya Dongdang
Masih Di jurnal yang sama, dijelaskan bahwa beragam Konsumsi dan hasil bumi yang direbus itu ditata sedemikian cantik Di wadah-wadah lalu ditempatkan Di dongdang merupakan bentuk syukur, bentuk terima kasih ada hasil panen yang cukup.
“Adapun pengertian Dongdang adalah aneka hasil bumi yang dikemas Untuk bentuk keranjang yang dihias sebagai bentuk persembahan Syukur yang Lalu dibagikan Di Pada Peristiwa puncak. Di Itu Memperoleh nilai Belajar yang sangat tinggi Untuk Komunitas, terutama Untuk Belajar moral,”
“Kebiasaan Global dongdang menjadi salah satu media Sebagai mendidik Komunitas agar mempunyai kesadaran kolektif, berbuat baik, bersedekah, dan melestarikan lingkungan,” tulis Afif Nurseha, dkk.
Bagaimana tidak, setiap orang boleh Sebagai Membahas dan mencicipi Konsumsi yang tersaji Di dongdang milik kelompok lain. Biasanya, dongdang menyajikan Konsumsi yang berbeda-beda Di satu dongdang Didalam dongdang yang lain, tergantung Di Imajinasi Komunitas.
Jumlah dongdang Untuk suatu arak-arakan atau kirab Kebiasaan Global tak sedikit yang disesuaikan Didalam jumlah kala yang dirayakan. Misalnya, Jawa Barat menginjak usia 80 tahun Di tahun 2025 ini, tidak menutup kemungkinan jumlah dongdangnya ada 80.
Perbedaan Dongdang Didalam Jampana
Di praktiknya, sulit membedakan Di Dongdang Didalam Jampana, sebab keduanya hampir mirip. Akan Tetapi, perbedaannya tetap bisa ditelusuri. Yaitu, Untuk sisi sejarahnya.
Dongdang Sebelum awal memang dijadikan tempat Sebagai menyimpan Konsumsi Sambil Itu Konsumsi itu diarak Untuk sebuah kirab. Sebagai Alternatif, jempana punya asal-usul lebih panjang, yaitu sebuah kendaraan pengantin sunat.
Jampana (jempana Di Untuk bahasa Indonesia) itu bisa berbentuk Rumah-rumahan, singa-singaan, burung-burungan, naga-nagaan, dan bentuk-bentuk lainnya sesuai kreasi warga yang membuatnya. Sebagai menggotong jampana, perlu empat orang Didalam tinggi tubuh yang seragam.
Cukup sulit menelusuri kapan jampana mulai digunakan Di Jawa Barat. Akan Tetapi, Museum Sri Baduga Memperoleh koleksi jampana yang cukup tua. Jampana koleksi museum Di Kota Bandung itu adalah jampana berkepala garuda Didalam dua sayap Di kanan-kiri jampana itu. Jampana ini dinamai Tandu Garuda Mina.
Menurut deskripsi Di situs Pameran Bersama Museum Ranggawarsita, jampana koleksi Museum Sri Baduga itu pernah dipakai Sebagai mengarak pengantin sunat Di tahun 1930.
“Jampana (Tandu Garuda Mina) adalah tandu Sebagai Kandidat pengantin sunat berasal Untuk Cirebon. Jampana ini Memperoleh kepala Garuda (burung mitos Untuk kepercayaan Hindu, mewakili kekuasaan), tubuh ular atau naga (mewakili kesuburan), sepasang sayap Di Didepan dan ekor ular/naga mencuat,” tulis situs itu.
Bahan yang digunakan Untuk pembuatan Tandu Garuda Mina itu adalah kayu lunak, kulit, kain rumbai Untuk biji honje sebagai hiasan penutup, dan logam.
Makna Jampana Secara Bahasa
Di Untuk Kamus Sundadigi, dijelaskan ‘jampana’ bisa bermakna gotongan yang terbuat Untuk kayu atau bambu yang diisi Konsumsi, Akan Tetapi nyaris selalu harus dibubuhi ornamen menyerupai binatang buruan seperti uncal (kijang), kerbau, dan kuda.
Makna lainnya menurut kamus tersebut, jampana adalah tunggangan pengantin sunat. Ada pula keterangan bahwa jampana adalah kendaraan pengagung Di zaman dahulu.
Jampana Di Pawai Agustusan
Penilaian sosial warga Sunda atas perilaku penjajah Belanda yang selalu naik jampana Pada bepergian kemanapun dirangkum Untuk sebuah permainan bernama Jajampanan.
Situs Warisan Kebiasaan Global Tak Benda, Kemdikbud RI menyebutkan Jajampanan, atau permainan Didalam menggotong satu orang pemainnya, seolah-olah Untuk menggotong jampana dinyatakan sebagai Warisan Kebiasaan Global Tak Benda Di tahun 2012.
Jajampanaan adalah kreasi Untuk bentuk jampana yang digunakan sebagai simbol ‘keagungan’. Kreasi lainnya adalah menjadikan simbol keagungan itu bukan Sebagai ‘keangkuhan’ sebagaimana yang dilakukan penjajah, melainkan menjadikannya sumber Kesenangan Didalam cara berbagi hasil bumi dan kudapan olahan.
Karenanya, jampana penuh Konsumsi Di pawai Agustusan adalah momentum keruntuhan kelakuan ‘penjajah’ dan kemerdekaan warga Indonesia, bahwa yang perlu diagungkan sejatinya adalah sikap gotong royong dan saling berbagi Konsumsi.
(tya/tey)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Dongdang dan Perbedaannya Didalam Jampana, Simak Penjelasannya