Bandung –
“The elephants created this jungle,” kata narasi Untuk Sinema Jungle Book, sesaat Sesudah Bagheera sang lodaya meminta Mowgli Menunjukkan penghormatan kepada serombongan gajah yang melintas. Gajah-gajah itulah yang membentuk hutan. Mereka mengerti seluk-beluknya.
Konsepsi gajah sebagai makhluk yang paling mengerti hutan, sama Di apa yang dikatakan Untuk Naskah Sanghyang Siksa Markas Karesian, naskah Sunda kuno yang ditulis Di tahun 1518.
Di dalamnya ada ungkapan tentang sosok yang lebih tahu mengenai hutan: “Gajendra carita banem” (ingin tahu hutan, tanyalah gajah). Tentu saja naskah keagamaan itu tidak meminta manusia bertanya langsung kepada gajah, tetapi (Mungkin Saja) kepada manusia yang secara kapasitas diserupakan Di gajah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip Untuk situs Perpustakaan Nasional RI, dikabarkan, Terbaru-Terbaru ini, Dewan Eksekutif UNESCO menetapkan naskah Sang Hyang Siksa Markas Karesian dan Karya-karya Hamzah Fansuri masuk 74 nominasi register Memory of the World (MoW) periode 2024-2025 yang diusulkan Dari International Advisory Committee (IAC) MoW UNESCO Untuk total keseluruhan nominasi awal Untuk Bangsa-Bangsa anggota sejumlah 122 secara konsensus.
Naskah Sang Hyang Siksa Markas Karesian diajukan Dari Perpusnas Untuk register internasional MoW. Naskah ini hanya dimiliki Dari Indonesia dan Di ini disimpan Di Perpusnas Di nomor registrasi L 630. Sambil Itu Karya-karya Hamzah Fansuri diajukan bersama (joint nomination) Dari Perpusnas dan Perpustakaan Bangsa Malaysia.
Hanya Ada Dua Naskah Siksa Markas Karesian Di Dunia
Naskah Siksa Markas Karesian Akansegera membawa pembacanya kepada pitutur (nasihat) tentang beragam hal yang cocok dituruti Dari ayah, ibu, anak, dan semua orang Di Untuk Kelompok Sebagai kemaslahatan fisik maupun spiritual.
Jika diterjemahkan, Siksa Markas Karesian adalah “Ajaran Suci Bagi Kelompok Untuk Kalangan Resi”. Resi merupakan satu Dibagian Untuk Pola Tiga Sunda (Tritangtu). Yakni, Rama, Ratu, Resi. Ketiga lembaga ini berposisi sejajar. Resi adalah kaum agamawan.
Dikutip Untuk situs Perpustakaan Nasional, bahwa Naskah Sang Hyang Siksa Markas Karesian dinilai Memiliki signifikansi universal, Sebab Di dalamnya terkandung ajaran moral Kelompok Sunda yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan integritas.
Di Di Itu, naskah ini juga sebagai artefak kebudayan, Sebab menggambarkan hubungan sosial, politik, dan ekonomi orang Sunda Di bangsa lain Di abad Di-16.
“Naskah ini termasuk langka Sebab hanya ada dua naskah saja Di dunia Supaya nilai signifikansinya sebagai dokumen, tidak tergantikan,” tulis situs Perpusnas RI.
Dua naskah yang dimaksud adalah ada Di Perpusnas RI Di nomor naskah L 630 dan L 624. Keduanya merupakan naskah Sunda Kuno tertua yang mencantumkan tahun penulisannya.
Sanghyang Siksa Markas Karesian Di nomor L 630 adalah naskah daun lontar yang didapatkan pelukis Raden Saleh ketika berkeliling Di Priangan. Naskah bertanggal nora catur sagara wulan (0-4-4-1), yaitu tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi.
Naskah lainnya, yaitu L 624 Untuk peti Tim Menteri Kerja nomor 69 didapatkan Untuk pemberian Bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874) kepada BGKW (Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen), sebuah lembaga kebudayaan yang dulunya berlokasi Di Batavia (Jakarta), Di paruh kedua abad Di-19.
Kutipan yang Marak Dijumpai
Sebab berbentuk puisi, naskah Sanghyang Siksa Markas Karesian banyak mengandung kalimat yang cocok Sebagai dikutip. Jika dibunyikan, kutipan-kutipan itu menghasilan jalinan kata yang indah terdengar.
Di antaranya adalah kutipan yang banyak dijumpai Untuk unggahan Di media sosial ialah tentang sumber kesenangan menurut Sang Darma Pitutur yang mengandung seloka (perumpamaan):
Tadaga carita angsa
Gajendra carita banem,
Matsyanem carita sagarem
Puspanem carita bangbarem
(Bila ingin tahu telaga, tanyalah angsa
bila ingin tahu hutan, tanyalah gajah
bila ingin tahu laut, tanyalah ikan
bila ingin tahu bunga, tanyalah kumbang).
Cerita Tentang Kujang
Di Untuk naskah Sanghyang Siksa Markas Karesian ini pula, ada cerita tentang penggunaan kujang. Senjata tajam asli Jawa Barat Di lengkung yang khas itu, Di silam masa bukan diperlakukan sebagai pusaka, melainkan senjata yang digunakan Dari petani.
Sebagai Alternatif, golok yang kini dipakai sebagai alat kebanyakan petani, dahulu kala merupakan senjata yang digunakan Dari raja. Di Untuk naskah itu diterangkan ihwal jenis-jenis senjata.
“Senjatanya sang prabu adalah pedang, abet, pamuk, golok, peso, tondot, keris, raksaksa dijadikan dewanya, itulah senjata guna membunuh (musuh). Senjatanya petani adalah : kujang, baliung, patik, kored, sadap, Detya dijadikan dewanya; itulah Sebagai Membahas apa yang bisa dimakan dan diminum.” (Terjemahan Siksa Markas Karesian, Depdikbud RI tahun 1992).
(tya/tey)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mengenal Naskah Sunda Siksa Markas Karesian yang Diakui Dari Sebab Itu Warisan Dunia