Mitos ‘Hanjuang Bodas’ yang Bertuah



Jakarta

Tanaman hanjuang (Cordyline fruticosa) Ke Di kebudayaan Sunda Dikatakan sebagai tanaman sakral. Tanaman ini bukan sebatas hiasan, melainkan sering menjadi satu Ke Antara syarat yang harus ada Di kegiatan ngaruwat.

Hanjuang menjadi penghubung Di dunia manusia Hingga alam yang lebih halus. Peribahasa Sunda banyak yang menggunakan kata ‘hanjuang’. Misalnya, ‘teundeun Ke handeuleum sieum, tunda Ke hanjuang siang‘, dan lain sebagainya.

Sebagai tanaman keramat, perhatikanlah misalnya kawih berjudul ‘Hanjuang Ke Kutamaya’ gubahan maestro karawitan Koko Koswara atau Mang Koko (1917-1985). Kawih itu merekam bagaimana tanaman hanjuang yang kini masih ada Ke Kabupaten Sumedang, bisa menjadi tanda Berhasil atau kalahnya sebuah peperangan.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ke Samping Itu, orang-orang Ke perkampungan menandai tanah Ke persawahan Didalam menanam hanjuang sebagai tanda batas. Hanjuang juga menjadi batas Antara tanah milik Didalam tanah publik.

Ke Di kebudayaan Sunda, ada mitos ‘Hanjuang Bodas’. Mitos ini berkembang Ke Daerah barat Priangan, seperti Bogor dan Sukabumi. Hanjuang Bodas atau tanaman hanjuang putih, merupakan tanaman bertuah. Tanaman itu menghantarkan kesaktian kepada orang yang memanfaatkannya. Bagaimana mitos itu? Selengkapnya simak artikel ini.

Hanjuang Bodas

Tanaman hanjuang umumnya berwana hijau daunnya dan abu-abu batang tanamannya. Selain hijau, ada juga yang berdaun merah. Akan Tetapi Di mitos ini, ada hanjuang yang berwarna putih: Putih daun, putih batang, putih akarnya.

Mitos Hanjuang Bodas ini termaktub Di naskah carita pantun Bogor ‘Dadap Malang Sisi Cimandiri’ yang dikumpulkan Rakean Minda Kalangan Ke 1908 berdasarkan tuturan Ki Badjurambeng.

Hanjuang Bodas itu adanya Ke Di hutan, Ke Di Gunung Bunder. Hanjuang itu hanya Untuk orang yang ‘kawenehan’ (kebetulan) menemukannya. Karenanya, kadang kala ada yang melihatnya Ke atas batu sebesar ‘leuit’ (gudang padi) atau Ke tempat lain, seolah-olah hanjuang itu ‘berpindah-pindah’.

Ciri-ciri Hanjuang Bodas

Hanjuang bodas, ceuk anu baheula nyaraho mah, cenah memang aya. Gedena sagede indung suku; jeung jangkungna, ngan sajangkung lutung keur nangtung. Daunna ngan sahiji. Mun kembangan, ngan sahiji. Jeung mun buahan, tara leuwih ti dua bae!” tulis Rakean Minda Kalangan.

Artinya: Hanjuang putih itu, kata orang dulu yang Ke tahu, memang ada. Besar (batangnya) sebesar ibu jari kaki; tingginya, sebatas tinggi seekor lutung ketika berdiri. Daunnya hanya satu. Kalau berbunga, bunganya satu. Kalau berbuah, buahnya tidak pernah lebih Di dua.

Demikian, Raken Minda Kalangan menjelaskan lebih detail alasan disebut hanjuang bodas adalah Sebab semua Pada Di tanaman itu berwarna putih. Di akar hingga buahnya, putih belaka. Di menjelaskan ini, Rakean keluar dulu Di carita pantun yang Lagi dituturkannya. Keterangan tentang hanjuang ini semacam takarir (catatan tepi), ditulis Didalam hurup yang lebih kecil.

Tuah Hanjuang Bodas

Hanjuang Bodas ini bertuah, yakni dapat menghantarkan kesaktian kepada orang yang menggunakannya. Kalau akarnya dipakai Untuk membalur sekujur badan, tentu tak ada satu senjata yang dapat melukai tubuh Pemakai hanjuang itu. Dicaturkan pula Pemakai hanjuang bodas Akansegera mendapati dirinya panjang umur hingga ratusan tahun.

Jika yang digunakan adalah batang pohonnya, misalnya digunakan sebagai tongkat, atau dibubuhkan Didalam cara diikat Ke tongkat yang lebih panjang, penggunanya tentu tidak Akansegera mendapati ada jalan yang membuatnya tersesat. Semua yang gelap terasa terang belaka. Jarak yang jauh terasa Didekat saja. Didalam tongkat Di hanjuang bodas ini pula, orang bisa berjalan Ke Di dan bisa menembus gunung.

Daunnya, kalau diselipkan Ke kain lalu dikerudungkan Hingga kepala, dia Akansegera bisa melihat kepada orang lain tanpa orang lain bisa melihat kepadanya. “Bolor kelong,” kata Raken Minda Kalangan.

Buahnya, kalau dikulum Ke bawah lidah, tentu apa saja yang diucapkan orang yang mengulumnya pasti Akansegera terjadi. Orang yang seperti ini Akansegera menjadi ‘pamunjungan’ (orang bertuah) yang dikunjungi semua raja.

Akansegera tetapi, tuah Hanjuang Bodas Mutakhir bisa terasa kalau hanjuang itu sudah ‘ditebus’ Didalam bambu haur merah dan jambu mede.

Makna Hanjuang Di Kebudayaan Sunda

Kata ‘Hanjuang’ dijadikan nama Daerah seperti Desa Cihanjuang Ke Sumedang, atau Cihanjuang Ke Kota Cimahi. Hanjuang juga menjadi jenama dagangan, nama penginapan, dan nama-nama lokasi wisata lainnya.

Komunitas Ke Sukabumi menjadikan tanaman hanjuang sebagai media Untuk menolak bala dan bencana Di Kebiasaan ‘Sawen Tulak Bala’. Nyatanya, hanjuang memang tanaman yang dinilai sakral Ke Jawa Barat.

Studi berjudul ‘The Socio-Cultural Values of The Lexeme Hanjuang in The Sundanese Language: A Study in Ethnolinguistics’ Didalam Nani Sunarni Di Universitas Padjadjaran, Bandung menjelaskan Didalam detail bagaimana tanaman Hanjuang mengakar kuat Di kebudayaan Sunda.

Ke Antara yang penting adalah asal kata ‘Hanjuang’. Menurut Nani, Hanjuang berasal Di kata ‘Hanju’ yang kata tersebut bermakna ‘hembusan nafas terakhir ketika seseorang melepaskan nyawa’.

“Di bahasa Sunda hanjuang berasal Di kata hanju atau ngarenghap (Menarik Perhatian nafas terakhir). Kata kerja (verba) ini dibubuhi akhiran -ang sebagai nominalisator Supaya menjadi kelas kata berkategori nomina abstrak. Menurut kamus umum basa Sunda (1985:162) hanju yaitu sudah Didekat Didalam melepas nyawa. Definisi tersebut dapat diinterpretasikan waktu Antara….. atau batas waktu atau batas,” kata Nanai Di studinya itu.

Meski terkesan Didekat Didalam ‘batas hidup dan mati’, tetapi ‘hanjuang’ selalu identik Didalam ‘siang’. Seperti Di ungkapan ‘teundeun Ke hanjuang siang’ (simpan yang rapi). Siang adalah kata halus Di bahasa Sunda yang merupakan pertentangan Didalam malam (peuting) yang gelap.

Apakah ‘Hanjuang Bodas’ yang dimitoskan itu secara makna adalah sesuatu yang terang dan menerangi lahir dan batin manusia? Bagaimana menurutmu detikers?

(orb/orb)

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Mitos ‘Hanjuang Bodas’ yang Bertuah