Bandung –
“Muncang labuh ka puhu, kebo mulih pakandangan” kata peribahasa Untuk Sunda, artinya, buah kemiri jatuh Di pangkal pohonnya juga, kerbau pun pasti pulang Di kandangnya.
Peribahasa itu sering dimaknai tidak ada yang lebih enak daripada kampung halaman Untuk orang-orang Sunda. Maka sejauh apapun mereka pergi, Untuk banyak orang, kembali adalah hal yang pasti.
Tentu saja enak, sebab Ke kampung halaman, ada banyak kenangan dan kalangenan (permainan yang mengasyikkan), termasuk memainkan muncang yang menjadi peribahasa itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muncang atau kemiri Ke seluruh Jawa Barat sering dijadikan permainan. Caranya, muncang diadu. Tersebutlah permainan tradisional Ngadu Muncang.
Tetapi, tak sembarang muncang yang pantas Untuk diadu. Sebab, hanya muncang-muncang yang berkulit keras yang Akansegera Berhasil Ke pengaduan. Ada jenis-jenis dampa, gindi, dan gendul. Meski merujuk Ke jumlah muncang Untuk sebuah cangkang, tapi istilah itu juga Akansegera menjadi tanda kekuatan sebuah kemiri adu.
Sejarah Ngadu Muncang
Dilansir detikJabar, dikutip Untuk berbagai literatur sejarah, ngadu muncang adalah kegemaran Raja Mataram, Sultan Agung. Untuk Jawa, namanya Aben Kemiri.
Hermanus Johannes de Graaf menuliskan tentang pemainan adu muncang ini. Menurutnya, permainan ini dikenal Didalam mirobolani. Sultan Agung menurut dia mengharuskan beberapa orang mengikuti permainan ini.
Tetapi jika curang, Sultan tak segan Untuk menghukumnya Didalam cara memenggal kuda milik Manajer curang itu.
Kegiatan adu muncang Ke zaman dulu juga terabadikan Untuk sebuah kartu pos koleksi KITLV 1402683 yang dicetak Dari J.L. van Dieten Jr. Sebelumnya tahun 1902.
Ke foto tersebut, terlihat sejumlah warga terdiri atas orangtua dan anak-anak berkerumun, menghadap sebuah “pidekan” atau alat mengadu muncang.
Alat Permainan Tradisional Ngadu Muncang
Untuk memainkan adu muncang, perlu dipersiapkan bahan dan alat. Bahannya berupa muncang atau kemiri. Sambil Itu alatnya adalah bilah bambu dan Pukulan yang digunakan Untuk mengepit dua muncang yang Akansegera diadu dan Pukulan Untuk memukulnya.
Dikutip Untuk Literatur Peralatan Hiburan dan Karya Seni Tradisional Lokasi Jawa Barat, yang disusun Atik Sopandi, dkk. (Depdikbud RI, 1987), disebutkan bahwa Untuk memaikan permainan tradisional adu muncang, perlu disiapkan:
1. Muncang/kemiri
2. Sebanyak 2 bilah bambu
3. Pukulan kayu (gaganden).
Kedua bilah bambu berbentuk panjang dan pipih, Didalam ukuran Di 30-35 cm, lebarnya Di 4-6 cm.
Tetapi, bisa juga menggunakan sebilah kayu Untuk alas dan sebilah bambu Untuk mengepit dua muncang. Setelahnya muncang terjepit, Pada atas bambu bertepatan Didalam posisi muncang itu dipukul Didalam Pukulan kayu. Muncang yang pecah dinyatakan pemiliknya kalah.
Untuk Literatur itu, dijelaskan pula muncang yang cocok Untuk diadu, yaitu yang ukuran dan bentuknya menandakan Tindak Kekerasan kulit muncang.
Yaitu, yang baik adalah yang cembung dan berkulit yang sangat keras, umumnya digunakan muncang gundu (tunggal) atau gendul Untuk bahasa Sunda.
Di Ngadu Muncang
Sebelumnya memulai permainan tradisional adu muncang, tidak ada upacara khsusus. Tetapi, diceritakan bahwa sering ada orang yang biasa membaca mantra-mantra (jangjawokan) agar muncangnya Berhasil Untuk permainan.
“Perlu dikemukakan Ke sini, bahwa muncang yang Akansegera dipertandingkan biasa direndam lebih dulu Didalam air cuka. Setelahnya direndam Di 3 hari 3 malam, Lalu dikeringkan dan terakhir digosok Didalam kemiri yang telah dikuliti (kemiri bumbu),” tulis Atik Sopandi, dkk.
Jenis-Jenis Kemiri Adu
Muncang Adu ada berbagai jenis. Ke masa lampau, sebagaimana yang terdapat Untuk kamus Sundadigi, ada tiga jenis muncang berdasarkan posisi tumbuhnya Ke Untuk cangkang.
Pertama, muncang gendul yaitu yang isi muncang hanya satu Untuk cangkangnya; Kedua, muncang dampa, yaitu yang Untuk satu cangkang ada dua biji muncang; Ketiga, muncang gindi atau disebut juga sanilu, yaitu yang Untuk satu cangkang Ke pohonnya, ada tiga biji muncang.
Ada pula muncang berdasarkan musim panennya. Ke penghujung musim panen, ada yang disebut muncang puncer. Yaitu, muncang yang terakhir Ke sebuah musim.
Ke masa kini, jenis-jenis kemiri bukan lagi dinamai berdasarkan posisi tumbuhnya Ke Untuk cangkang dan waktu tumbuhnya Untuk sebuah musim panen, Tetapi ada yang berdasarkan tempat tumbuh Malahan berasarkan nama pemilik pohonnya.
Tersebutlah Muncang Cariu yang berasal Untuk Lokasi Cariu; Muncang Kaliwiro; atau Muncang Jayanti.
Yang berdasarkan nama pemiliknya, misalnya Muncang Yakob, Muncang Munajat, dan Muncang Yanti. Ada pula nama muncang berdasarkan bentuknya, seperti Muncang Belut dan Muncang Mayit.
Bahaya Adu Muncang
Sebagai permainan tradisional, ngadu muncang tidak berbahaya, sebab itu hanya kalangenan saja. Tetapi, ngadu muncang menjadi bahaya jika sudah dibumbui perjudian.
Memang, Ke awalnya, ngadu muncang adalah bentuk perjudian. detikJabar melansir, Ke Untuk Literatur Tata Cara karya (Padmasustra, 1911:183) dijelaskan adu muncang sering disertai taruhan.
“Kêmiri pidak dipun palèpèt ugi nama kêbuk, lajêng dipun gêbag ing kênul, punika kasukanipun tiyang sêpuh, totohanipun rupiyahan. Kêmiri sambêl dipun sabêtakên ing tangan, gêntos nyabêt, pundi ingkang pêjah kawon, punika kasukaning lare, totohanipun namung dhuwitan”.
Arti Untuk kutipan bahasa Jawa itu adalah “Kemiri disebut juga kebuk, lalu dipukul Ke leher, itu kesukaan orang tua, taruhannya Idr. Kemiri sambal ditaruh Ke tangan, bukan dipukul, dimana yang mati adalah kesayangan anak, taruhan satu-satunya adalah uang”.
Terbaru-Terbaru ini Ke Kabupaten Sumedang, polisi meringkus 17 orang yang kedapatan memainkan judi adu muncang, sebagaimana dilansir detikJabar, 16 Juli 2024.
(tey/tey)
Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Sejarah, Alat hingga Jenis Kemiri