Ilustrator Surabaya Ini Memilih Wayang daripada AI



Surabaya

Di Di gempuran Ilmu Pengetahuan digital dan kecerdasan buatan (AI), Danar Dwi Putra memilih menempuh jalan berbeda Bersama menjadi pegiat Seni Kekayaan Budaya wayang. Padahal pria 35 tahun itu adalah ilustrator digital.

Ketertarikan Danar Pada wayang bermula Di tahun 2019. Pada itu, alumnus Pembelajaran Seni Kekayaan Budaya Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Kekayaan Budaya Unesa 2014 itu Hadir Di pameran wayang Di Taman Kekayaan Budaya Dunia Cak Durasim, Surabaya.

“Saya datang cuma pengen beli wayang. Tiba-tiba ada dalang muda yang bilang, ‘Mas, lek beli wayang mbok yo beli sing bagus sekalian lek onok duit.‘ (Mas, jika mau beli wayang ya beli yang bagus sekalian jika ada duitnya),” kenang Danar.


Belakangan dalang muda yang menyapa Danar adalah Faishal, juniornya Di jurusan Bahasa Jawa Unesa. Di pertemuan itu, Danar mulai menyukai wayang menjadi Kegemaran.

“Awalnya cuma Kegemaran, lama-lama keterusan. Sebenarnya impian saya Karena Itu dalang, tapi Lantaran ilmunya belum cukup, saya fokus Ke pembuatan wayang dulu,” tuturnya.

Wayang pertamanya yang dibeli seharga Rp 700 ribu. Seiring berjalannya waktu, ia mengerti bahwa nilai Seni Kekayaan Budaya bukan terletak Di tuanya usia benda, melainkan Di makna yang dijaga Lewat pelestariannya.

Di prosesnya, Danar lalu menemukan karakteristik khas wayang Jawa Timur yang membedakannya Di wayang Solo. Ia pun tertarik mendalami jenis wayang Jek Dong atau biasa disebut Bersama wayang Jawa Timur-an, sebab selain sudah langka juga khas Jawa Timur.

“Kalau wayang Solo wajahnya hitam, sedangkan wayang Jawa Timur cenderung merah,” ujarnya.

Sebelumnya terjun Ke dunia wayang, Danar sempat menjadi guru Bahasa Jawa Di Sekolah Barunawati, Surabaya. Di Pada yang sama, ia juga menjalani profesi sebagai ilustrator digital freelance.

Pekerjaannya sebagai ilustrator Justru banyak memberi keuntungan Keuangan. Lantaran Lebihterus hari, kliennya Lebihterus berdatangan, tak hanya Di negeri tapi juga Di luar negeri. Hal ini membuat Danar lantas meninggalkan pekerjaannya sebagai guru.

“Ternyata yang tertarik banyak sampai saya kerepotan. Akhirnya saya lepaskan pekerjaan sebagai guru bahasa Jawa,” kenangnya.

Tetapi Penyebara Nmassal mengubah segalanya. Setelahnya 2020, industri ilustrasi mulai menurun. Puncaknya Di 2023, muncul tantangan Terbaru bernama Ilmu Pengetahuan AI. Tetapi Di sini lah, ia mulai fokus Pada wayang.

Beberapa minggu terakhir, proyek pembuatan wayangnya sempat tertunda Lantaran pekerjaan ilustrator. Ia juga mengaku sempat masih meraba-raba membuat konten wayang sambil tetap menjalani pekerjaan sampingannya sebagai ilustrator.

“Untuk wayang Semar dan Bagong, saya masih repot membuat konten dan melayani klien ilustrasi yang tersisa,” ujarnya.

Tetapi, Di sela kelelahan itu, Danar tetap berpegang Di semangat pelestarian. Ia mengaku selalu Melakukanlangkah-Langkah membuat wayang Terbaru yang sedekat Mungkin Saja Bersama koleksi lamanya.

“Saya memilih wayang kuno, lalu saya pelajari dan duplikat semirip Mungkin Saja. Walaupun tangan manusia belum tentu 100 persen baik, tapi setidaknya ada jiwa yang tetap hidup Di dalamnya,” terang Danar.

Wayang dan Harapan Ke Depannya

Berkat ketekunannya, Danar kini telah Memiliki Di 90 wayang kulit. Sebagian besar wayang ia dapatkan berasal Di orang lain dan hasil karya autodidaknya.

Menurut Danar, perkembangan Ilmu Pengetahuan yang kian cepat dan kehadiran AI seharusnya bukan dijadikan pesaing justru, Sebagai Alternatif ia menganggap sebagai Kemungkinan Untuk generasi muda Untuk belajar lebih luas.

“Walaupun Pada ini Ilmu Pengetahuan berkembang sangat cepat, Justru AI sudah menjadi pesaing, generasi Pada ini dan yang Berencana datang tetap bisa mengulik informasi lewat Duniamaya,” tandasnya.

Baginya, Duniamaya memang membawa perubahan besar, tetapi juga membuka ruang Terbaru Untuk pelestarian. Terutama Di Kekayaan Budaya Dunia dan khususnya wayang. Ia pun optimis nasib wayang Ke Didepan masih cerah.

“Insyaallah saya yakin Di era Pada ini wayang bisa bertahan. Lantaran Bersama adanya sekolah pedalangan dan juga Bersama banyaknya generasi muda yang melestarikan dan melek wayang, akhirnya orang bisa paham apa itu wayang,” jelasnya.

Momentum seperti Hari Wayang Nasional juga menjadi bukti bahwa perhatian Kelompok Pada Kekayaan Budaya Dunia lokal mulai tumbuh. Hal ini terbukti Di generasi sekarang yang kini lebih mencintai kebudayaan Di negeri.

Artikel ini disadur –> detik.com Indonesia News: Ilustrator Surabaya Ini Memilih Wayang daripada AI